12-Bagas dan Yudha

1230 Words
"Eh Bagas, ada apa ya tumben kemari?" ujar ibunya Fira sedikit heran. Bagas, tidak pernah datang kecuali untuk keperluan yang berhubungan dengan rumah mewah Fira yang disewanya. Bagas tersenyum ramah, dia melirik Fira sekilas. "Sebenarnya ada perlu sebentar dengan Mbak Fira tante," kembali melirik Fira. Fira mengernyitkan dahinya, heran. "Ada perlu apa ya?" ketus Fira bertanya. Bagas memasang raut sedih mendengar Fira ya yang bertanya dengan ketus. Ibunya menyikut Fira pelan, "Kenapa kamu ketus begitu sama orang," bisiknya pelan. Fira menghela napas pelan, berusaha tersenyum ramah. Kemudian kembali mengulangi pertanyaannya itu. "Kamu ada perlu apa sama saya?" kali ini suaranya lebih ramah. Bagas tersenyum tipis, matanya tak lepas dari menatap Fira. Hal inilah juga yang membuat Fira merasa risih dan tak suka. "Hemm," beruntung ayah Fira keburu datang. "Eh Bagas, kamu ada perlu sama siapa?" tanya Ayah Fira heran melihat Bagas ada di sini pagi-pagi. "Ini om ada perlu sama Mbak Fira, boleh kan saya bicara sebentar saja?" Bagas menjawab dengan pertanyaan, matanya kembali melirik Fira sekilas. Tapi Fira memasang raut judes. "Wah kayaknya gak bisa, soalnya kami sedang buru-buru mau pergi. Nah nanti saja sore kamu ke sini lagi, atau ngobrol sama mamanya Fira aja, gimana?" Ujar Ayah Fira tidak enak hati. Raut wajah Bagas terlihat jelas kecewa, dia ingin mengobrol dengan Fira sebenarnya. Fira tersenyum senang, karena tak perlu berbincang dengan Bagas. "Baiklah kalau begitu, nanti sore saja saya kesini lagi," setelah beberapa saat terdiam, akhirnya Bagas menjawab. "Mbak tungguin saya nanti sore ya?" ujar Bagas senang, bibirnya tersenyum. Fira memasang raut datar, tak mau menanggapi Bagas yang dinilainya sedang caper. "Untuk apa saya nungguin kamu?" Sahut Fira malas. "Ra!" Ayahnya menatap tajam putri itu, tak suka melihatnya bersikap ketus dan tak sopan begini kepada tamu. Fira merengut, lalu minta maaf kepada Bagas. "Maafkan aku ya udah judesin kamu, iya kalau kamu ada perlu sama saya nanti aja sore ke sini," ujar Fira dengan lembut plus senyuman meski terpaksa. Terpaksa, demi menghormati ayahnya. Bagas tersenyum senang mendengar Fira yang bicara dengan nada lembut. "Saya pasti datang kemari Mbak, terimakasih ya," mata Bagas berbinar senang. Setelahnya, Bagas pamit dan pergi. "Ra apa kamu dekat sama Bagas?" tanya ayahnya. Fira menggeleng kuat, "Nggak! Aku pernah cerita sama kian kan tentang pertemuan kami yang tidak sengaja waktu itu. Ya jadi cuma sekedar itu saja," sahutnya cepat. "Tapi sepertinya dia suka kamu!" Ayahnya menatap Fira penuh selidik. "Apaan sih!" Fira cemberut. "Mama lebih suka Yudha. Dia sudah matang, baik dan kita sudah mengenalnya sejak lama. Dia cocok sama kamu, Ra." Ibunya menyahuti dengan cepat. Fira mendengus, ibunya selalu saja menghubungkannya dengan Yudha. Lagian, Fira belum mau menikah lagi. Andai selesai urusannya dengan Leo. "Bu, jangan dulu bicara seperti itu!" terdengar suara ayah Fira menyahuti. Ibunya langsung diam. "Ya sudah ayo pergi For," lanjut ayahnya. Fira dan ayahnya pamit kepada ibu dan juga Rayyan dan Tiara, lalu pergi. Di pengadilan tampak Yudha sudah menunggu. Tapi ternyata, Leo tidak datang dalam memenuhi panggilan Persidangan. Fira sedikit kecewa, karena Leo tak datang. "Ini akan lebih bagus, karena dengan ketidak hadiran Leo justru akan lebih mempermudah semuanya," ujar Yudha, saat mereka hendak pulang. Fira hanya menyahuti dengan anggukan kecil saja. "Fir aku ingin membicarakan sesuatu denganmu, hemm tentang masalah pribadi, boleh kan?" Yudha mengembuskan napas pelan, sedikit grogi sepertinya. Fira menatapnya sekilas, "Silahkan," jawabnya. Lalu memalingkan wajah ke arah lainnnya. "Di rumahmu saja boleh?" tanya Yudha. "Tentu." Fira mengangguk pelan. "Fir, ayo!" terdengar suara ayahnya yang sudah kembali dari toilet, katakan tadi kebelet pipis. "Yah saya mau mampir dulu ke rumah, ada sesuatu yang harus dibicarakan dengan Fira," ujar Yudha minta izin kepada ayah Fira. "Oh ayo-ayo, sekalian kita main catur dulu hehehe," sahut ayahnya yang memang sudah akrab dari dulu dengan Yudha. Yudha merasa senang dengan tangan terbuka ayah Fira. Mereka pun pulang. Yudha naik mobilnya, mengikuti mobil Fira dari belakang. Sampailah mereka di rumah. "Mama!" terdengar suara pekikan kedua anaknya yang diiringi dengan sambutan keduanya yang menunjukkan tubuh memeluk Fira. "Kesayangan mama," ujar Fira yang memeluk keduanya erat. "Mbak Fira!" terdengar suara Bagas dari ambang pintu. Hah Fira menoleh ke arah sumber suara. Tampak, Bagas berdiri dengan senyuman tipis. Tapi saat matanya melirik Yudha yang sudah berdiri di samping Fira, raut senangnya berubah suram. Sepertinya Bagas pikir Yudha adalah suami Fira. Sementara itu, Yudha menatap lekat Bagas. Hatinya tiba -tiba saja merasa tidak nyaman. "Dia siapa Ra?" Yudha berkata pelan, setengah berbisik. Fira menoleh ke arah Yudha. "Bagas, orang yang mengontrak rumahku," jawabnya. "Oh, tapi kenapa sepertinya ada yang lain ya," gumam Yudha pelan, namun Fira bisa mendengarnya. "Yang lain apa?" Fira menatapnya penasaran. Yudha menggeleng pelan dengan bibir yang tersenyum tipis. "Jangan dipikirkan," jawabnya, membuat Fira penasaran. Tetapi, dia tak bertanya lagi. "Kok di luar terus, ayo masuk!" Ayah Fira mempersilahkan Yudha untuk masuk. Mereka pun melangkahkan kaki menuju ke dalam rumah. "Gas udah lama nungguin?" tanya Ayah Fira. "Baru saja om," jawab Bagas sopan, tapi matanya melirik Fira dan Yudha coba meneliti. "Bohong, udah lama itu Om Bagas di sini. Kita bahkan, udah main ular tangga sama monopoli tadi!" Rayyan menyahuti. Fira menahan tawanya mendengar Bagas mau menemani Rayyan bermain ular tangga dan monopoli. "Iya udah dua jam tuh Bagas nungguin Fira!" timpal Ibunya Fira yang tiba-tiba datang dari arah dapur. Bagas nyengir malu, sambil garuk-garuk kepala. Mendengar itu, Yudha jadi berpikir kalau Fira dan Bagas ada sesuatu. Dia semakin nggak nyaman saja. Semuanya masuk dan berkumpul di ruang tamu. Fira dan ibunya menyuguhkan kopi dan camilan. Mereka berbincang ringan beberapa saat. Yang ternyata lebih di d******i celotehan Rayyan. "Fir kita bisa bicara empat mata?" mata Yudha menatap lekat Fira. Lagi-lagi Fira merasa kikuk dan tak nyaman dengan tatapan Yudha. Dan itu, menjadi perhatian Bagas. Bagas merasa interaksi mereka bukan seperti suami dan istri. "Ditemani anak-anak aja ya," jawab Fira. Dia merasa risih jika harus berduaan dengan pria yang bukan muhrimnya. "Oke," sahut Yudha. "Om ini bukan suaminya Mbak?" Bagas sudah berbunga-bunga dengan dugaannya. "Bukan!" Sahut Fira cepat. Bagas tersenyum lega, "Yess!" kegirangan dalam hati. Bagas dan Yudha saling tatap untuk sekilas. Tatapan penuh persaingan sepertinya. Kedua orang tua Fira pun berlalu untuk memberikan waktu mereka berbicara. Sementara Rayyan dan Tiara diminta menemaninya sambil main ular tangga. "Kenapa kamu masih disini?" tanya Yudha kepada Bagas. Yudha sedikit minder melihat Bagas, yang masih muda, fresh dan berparas tampan dengan penampilan anak muda kekinian. Padahal, Bagas hanya mengenakan celana kargo pendek dengan paduan kaos polos warna abu tua. Tapi, tetap saja terkesan wah gitu. Yudha tidak tau saja, kalau Bagas pun merasa minder dengan penampilan Yudha. Pria matang yang terkesan friendly dan tentu saja mapan, ditambah wajahnya yang memang tampan. "Apa kalian saling suka? Kenapa dari tadi terus saja saling tatap?" ceplos Fira sambil menahan tawanya. Dia sampai merasa geli sendiri dengan pertanyaannya. "Tidak!" sahut keduanya cepat, membuat Rayyan dan Tiara menoleh karena heran bercampur kaget. Fira geleng-geleng kepala. "Bagas kamu bisa meninggalkan kami berdua?" Yudha berkata sopan. "Oh tentu om!" Bagas segera beranjak dari sofa, dan duduk di lantai tepat di samping Rayyan. Dia memutuskan ikut main ular tangga saja dengan kedua anak Fira. Yudha mendengus, geleng-geleng kepala dengan tingkah Bagas. Fira berusaha menahan tawanya, melihat tingkah Bagas. "Fir, kamu nggak suka dia kan?" Yudha melirik Bagas, sebagai isyarat mata. "Enggaklah, apaan sih!" Fira berdecak mendengar perkataan Yudha. Bagas yang menang pasang telinga, bisa mendengar perkataan Yudha dan Fira meski pelan. Dahinya mengernyit. "Apa maksud perkataan mereka?" Pertanyaan ini bergelayut di dalam benaknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD