9 - Nabrak

1057 Words
Cekiiit! Fira ngerem mendadak, sungguh terkejut karena hampir nabrak motor yang ada di depannya. Bukan hampir, malahan motor itu sudah keserempet dan terguling. "Astagfirullah!" teriak Fira, bergegas dia menghentikan mobilnya dan melihat korban. Surya kakaknya, tak kalah syok. Sungguh terkejut, karena adiknya nabrak orang. Dia merasa bersalah sekali, karena membiarkan Fira nyetir. Saat ini mereka sudah keluar dari kota B, dan berada di jalanan yang tidak jauh dari daerah tempat Ibu Fira. Sekitar lima belas menitan lagi, maka akan sampai ke rumah ibunya. Eh, malah ada insiden ini. Seorang pengendara motor, dengan helm Full facenya tergeletak sambil merintih kesakitan. "Mas, maaf saya gak sengaja!"Fira jongkok di sampingnya dengan raut cemas dan dipenuhi ketakutan. Pria yang masih memakai helm itu menggerutu pelan, " Makanya kalau di jalan itu hati-hati mbak! Untung saja saya masih hidup, mana saya masih perjaka ting ting, lagi!" cibirnya ketus, sambil membuka helmnya. Fira terpana mendengar perkataan pemuda yang dia anggap narsis itu. Pemuda itu masih mencibir, sampai saatnya dia melepas helm dan tatapannya bertemu dengan tatapan Fira. "Wah mbak cantik juga ya rupanya, hehehe," pemuda itu tertawa cengengesan. Fira mendengus sebal mendengar perkataan pemuda ingusan itu, ya karena usianya pasti lebih muda dari Fira. "Sepertinya kamu gak apa-apa ya? Itu buktinya bisa bicara sambil cengengesan," sahut Fira ketus. "Aduh kakiku sakit banget Mbak, lihat meski gak berdarah begini, tapi memar-memar, pokoknya mbak harus tanggung jawab! Aku gak mau tau!" ujar pria itu dengan nada merajuk. Fira mendesah, memang benar kalau kakinya yang putih berbulu itu memar ada ada baret- baret sedikit, karena memang dia memakai celana kargo selutut. "Itu kenapa juga pake celana pendek ke jalan," sahut Fira. "Ya terserah saya dong mau pakai celana pendek ke, kolor ke atau gak pake celana juga," sahutnya menyebalkan. "Dasar nyebelin!" cibir Fira pelan, bisa-bisanya lelaki itu bilang seperti itu. Tapi dia malah nyengir cengengesan sambil curi-curi pandang kepada Fira. Dan Fira beberapa kali memergokinya ,membuat dia kesal dengan tingkah bocah itu. "Hey kamu kan Bagas?" tanya Surya kakaknya, yang baru ngeh. "Eh Om Surya, kok ada disini?" sahutnya, sambil berusaha berdiri. Namun cukup kesusahan, karena kakinya terasa sakit. "Aduh mbak gak peka ya, lihat aku kesakitan begini, bantuin kenapa sih!" ujar pria yang disapa Bagas itu kesal. Fira sudah mengangkat tangannya, namun urung. Karena, kakaknya keburu membantu. "Nggak usah Fir, biar kakak aja!" sahut Surya, dengan cepat menggandeng Bagas. "Idih Om Surya gangguin orang aja," cibir Bagas pelan. "Dasar anak kecil! Kamu mau godain adikku rupanya, hahaha!" Surya tergelak. Fira mendengus sebal, sedangkan Bagas ikut terkekeh. "Jadi mbak judes ini adiknya Om ya?" tanya Bagas. "Iya, kamu bisa bawa motor gak?" tanya Surya, mengingat keadaan kaki Bagas yang sepertinya lumayan parah. "Kayaknya nggak bisa, biar Mbak Fira aja yang nganterin aku sampai ke rumah," sambil melirik Fira ,ada senyuman tipis dari sudut bibirnya. Rasanya Fira malas sekali, tapi dia harus tanggung jawab. Ini adalah kesalahannya. "Baiklah kamu ikut saja naik mobil, nanti aku yang akan mengantarmu pulang, kamu sebutkan saja dimana alamat lengkapmu," ujar Fira. "Tidak usah Fir, dia biar naik motor saja sama kakak," ujar Surya menimpali. "Tapi sepertinya, aku gak kuat naik motor!" dengan cepat Bagas menyahuti, dia ingin naik mobil bareng Fira yang sebenarnya. "Jangan manja kamu! Jangan modus juga, dia itu pemilik rumah yang kamu tinggali," ujar Surya. Fira dan Bagas langsung saling pandang. "Dia yang ngontrak rumah aku?" tanya Fira. "Dia yang punya rumah?" tanya Bagas. Mereka berkata bersamaan. "Iya!" jawab Surya. Hati Bagas yang sudah berbunga-bunga, eh langsung kandas dan layu sebelum berkembang. Soalnya, setahunya pemilik rumah yang dia sewa itu seorang ibu dengan dua orang anak. Dia memang belum pernah bertemu dengan Fira, karena Surya dan kedua orang tuanya lah yang mengurus tentang penyewaan rumah itu. "Oh jadi kamu yang nyewa rumah saya? Kebetulan, saya ingin membicarakan sesuatu dulu dengan kamu," ujar Fira. Bagas mengangguk, " Baiklah!" sahutnya lesu. "Kamu kenapa kelihatan lesu begitu?" tanya Fira khawatir, ya takut itu efek dari kecelakaan tadi. "Cuma sedikit pusing, mungkin gara-gara kecelakaan barusan," jawabnya. "Kalau begitu kita ke dokter dulu aja, baru aku nganterin kamu." Fira menyahuti cepat, dia segera melangkahkan kaki menuju sisi pintu mobil, lalu membuka pintu mobilnya. Sementara, Surya membantu Bagas untuk memapahnya masuk ke dalam mobil. Surya juga menghubungi temannya yang kebetulan kerja di bengkel, untuk membawa motor Bagas ke bengkel. "Hati-hati ya, kakak akan pulang duluan gak apa kan?" tanyanya. "Iya nggak apa-apa, lagian udah deket rumah juga!" jawab Fira cepat. Fira mulai melajukan mobil menuju ke rumah sakit terdekat, membawa Bagas berobat dulu. Sedangkan Surya langsung pulang setelah memastikan motor Bagas dibawa ke bengkel dengan aman. "Kamu kenapa dari tadi ngeliatin saya terus!" ketus Fira. Bagas terkekeh, "Mbak baper ya, hehehe," sahutnya. Bagas sengaja memiringkan duduknya menjadi menghadap Fira. Fira mencebikkan bibir, "Ngapain aku harus baper sama anak ingusan kayak kamu," ujarnya. "Anak ingusan! Aku udah dewasa Mbak!" sahutnya, tak suka disebut anak ingusan. Fira hanya mencebik, tak peduli dengan Perkataan Bagas. Sementara itu, Bagas terus mengoceh. Membicarakan banyak hal yang sama sekali tak mau Fira dengar. Dia jadi ingat Arman sahabatnya, Bagas seperti Arman suka bicara banyak, dan terkadang asal celetuk. "Hey, saya sama kamu itu gak saling kenal, bukan teman ataupun sahabat.Tapi, kamu terus saja curhat dari tadi," tegur Fira. "Heheh, iya juga ya. Kalau begitu bagaimana kalau mulai sekarang kita temenan aja? Atau Mbak bisa menganggap aku adik," ujar Bagas cengengesan. "Mana mau saya punya adik macam kamu!" Fira meliriknya judes. "Issh dasar judes!" cibir Bagas. Setelahnya mereka tak lagi bicara. Kenapa? Ya karena sudah sampai ke rumah sakit. Fira berpikir sejenak, " Saya akan memanggil perawat yang akan membantu kamu," lalu bergegas memanggil perawat yang ada di UGD. Dia tak mau memapah Bagas, karena memang dia orang asing, pria yang bukan muhrimnya. Bagas tersenyum memerhatikan Fira yang berlalu menuju UGD, dengan tatapan berbeda. Setelah dari rumah sakit, Fira mengantar Bagas pulang ke rumah yang merupakan rumah milik Fira yang disewa Bagas. "Masuk dulu," ujar Bagas saat sampai di depan pintu gerbang rumahnya. Fira menggeleng pelan. "Besok siang saya kesini lagi, sekarang sudah menjelang malam. Saya gak mau ada prasangka buruk dari orang sekitar," jawab Fira. Dia menurunkan Bagas di depan gerbang rumah. "Baiklah, aku tidak akan kemana-mana. Aku akan menunggumu," sahutnya. Fira terpana, karena ternyata Bagas bisa berjalan lumayan cepat meski agak pincang. Sementara tadi, dia merajuk ingin dipapah. "Dasar modus!" Fira geleng-geleng kepala. Lalu, melajukan kembali mobilnya untuk pulang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD