Kesedihan Jessica

1814 Words
Malam ini Hans begitu sangat sibuk menangani operasi sampai ia lupa dengan Jessica yang sedang menunggunya di ruang kerja miliknya. Hans sebenarnya tidak suka jika Jessica ikut pergi ke rumah sakit dengannya, ia takut istrinya itu akan membuat ulah seperti beberapa hari yang lalu, tapi karena ia tidak bisa meninggalkan Jessica sendirian di rumah, jadi mau tidak mau Hans pun harus membawa istrinya itu ke rumah sakit tempatnya bekerja. "Dokter!" Pandangan Hans langsung teralihkan ketika ia mendengar seseorang memanggil dirinya. "dr. Hans!" "Oh Naysila." Hans tersenyum simpul saat melihat sosok dokter muda yang pernah menjadi juniornya. Naysila bahkan pernah membuat Hans terkagum-kagum karena prestasi dan kerja kerasnya, Naysila adalah sosok gadis tangguh yang mendapatkan beasiswa kedokteran dan iapun berasal dari keluarga yang kurang mampu. "Kayaknya lama deh nggak lihat wajah dokter." Ujar Nay. "Oh ya? Kamunya aja kali yang baru dipindah tugaskan disini." "Oh iya, hehe... Kangen nih dok, traktir dong." Pinta Nay. "Boleh-boleh, buat anak baik, apa sih yang enggak." Hans mengacak rambut Nay gemas, bagi Hans Nay sudah seperti adiknya sendiri namun Nay malah menganggapnya berbeda. "Ihhh... Dok apaan sih?" Nay selalu merasa salting dengan sikap Hans, padahal sekarang Hans sudah punya istri, dan Nay pun mengetahui akan hal itu, namun itu tetap tidak peduli. *** Hans benar-benar gila, ia melupakan istrinya yang tengah kelaparan menunggunya di ruang kerja. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam dan Jessica masih belum makan malam karena ia menunggu Hans. Wanita hamil itu menangis merutuki nasib sialnya yang benar-benar sangat sial sekali. Tau begini, lebih baik tak perlu adanya pernikahan saja. Sudah hidup susah, makan susah, suaminya juga abai. Lengkap sudah penderitaan Jessica kalau begini. Ia tahu jika semua ini adalah salahnya, tapi... Jika sudah begini mau bagaimana lagi. 'Jes Lo gimana sekarang? Kok Lo malah mutusin buat berhenti jadi artis sih? Lo udah gila?' sahabat baik Jessica bernama Jinny tiba-tiba menelepon setelah sekian lama, ia menelepon karena mendengar kabar jika Jessica vakum dari dunia entertainment. 'Ya gue malu lah Jin, gimana gue bisa balik jadi artis kalau kondisi gue kayak gini. Gue nggak bisa Jin, gue nggak bisa.' 'Yah sayang banget kalau karir Lo harus berakhir sampai disini, padahal Lo tuh berbakat banget Jes, apalagi fans Lo udah banyak, sayang banget kalau Lo harus vakum.' 'Dari pada kena gosip nggak jelas, gue mending vakum aja. Gue butuh ketenangan sekarang dan gue nggak mau terlibat banyak masalah. Gue juga mau fokus sama anak gue.' jelas Jessica membuat Jinny akhirnya mengerti. 'Gue ngerti Jes, gue ngerti sama perasaan Lo. Gue dukung apapun keputusan Lo, jalan apapun yang Lo ambil, itu pasti yang terbaik buat lo.' 'Iya makasih Jin.' 'Ya udah gue tutup dulu teleponnya ya, gue masih ada take nih.' 'Hm, sukses terus ya!' 'Lo juga.' Sambungan telepon Jessica pun berakhir dan kini ia beralih menelepon sang kakak karena ia sudah tak kuat lagi menahan rasa laparnya. Masalah soal Hans Jessica sudah tidak peduli lagi, mau pria itu marah sekalipun terserah. 'Kak hiks.' Jessica menangis, sudah ia tahan air matanya namun tetap saja ia tak bisa. 'Iya ada apa sayang?' tanya Alma dari seberang sana. 'Kakak...' Jessica tak sanggup melanjutkan ucapannya karena tangisannya semakin keras, hal itu tentu saja membuat Alma sangat khawatir. "Jessi!" Hans tiba-tiba saja datang membuat Jessica terkejut dan menjatuhkan ponselnya secara tidak sengaja. Hans yang panik mengingat keberadaan Jessica langsung saja berlari meninggalkan Naysila menuju ruangannya. Dokter tampan itu tampak cemas dan khawatir sekali dengan istrinya, ia merasa bodoh dan bersalah karena sudah meninggalkan Jessica selama berjam-jam lamanya tanpa makanan dan cemilan. Jessica sempat menatap Hans, lalu iapun segera memalingkan wajahnya karena merasa sangat kesal dengan suaminya itu. Jessica lantas cepat-cepat meraih ponselnya dan menutup sambungan teleponnya dengan Alma. "Maaf saya terlambat, ada sedikit masalah tadi jadi saya telat. Kamu pasti lapar, sa-saya bawakan makanan. Ayo kita makan, ayo!" Hans benar-benar merasa sangat bersalah. Lihatlah istrinya bahkan sampai menangis seperti ini pasti karena kelaparan menunggu dirinya membawakan makanan. Jessica sendiri malas bicara dan menatap Hans, Hans terlalu menyebalkan makanya ia tak ingin melihat wajahnya. "Saya bawakan sup daging, nugget, tempura dan juga makanan penutup, ada pudding. Nah ini semua saya beli khusus untuk kamu, kamu pasti sangat suka dengan pudding strawberry terenak di kantin rumah sakit." Jessica tahu betul harga pudding itu paling mahal di kantin rumah sakit, pasti Hans membelikannya pudding itu karena merasa bersalah padanya, entahlah. Jessica juga sedang ingin makan pudding itu, alhasil sekarang moodnya pun jadi berangsur membaik. "A... Ayo! Buka mulut kamu!" Seperti biasa Hans pasti akan selalu menyuapinya, terserah makanan apapun yang sedang ia telan sekarang yang jelas Jessica sangat lapar sekali sehingga ia tidak protes sama sekali, terlebih lagi Hans yang menyuapinya jadi makanan yang terlihat biasa saja selalu terasa enak dilidah Jessica. "Kamu lama, aku kelaparan." Gumam Jessica dengan mata berkaca-kaca. "Maafkan saya Jes sungguh saya minta maaf, saya tidak bermaksud untuk meninggalkan kamu." "Kamu pasti lupa kalau bawa aku kemari, kamu pasti udah makan sama orang lain kan? Kamu sengaja beli pudding mahal supaya aku nggak marah sama kamu kan? Karena kamu merasa bersalah, aku bener kan?" Tepat sekali, Jessica tidak salah lagi. Hans tak habis pikir kenapa tebakan Jessica bisa tepat sasaran seperti ini. Istrinya itu bahkan seperti seorang cenayang. Hans pun tak bisa berkata-kata, dokter itu hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sungguh Hans benar-benar merasa sangat bodoh. "Aku selama ini nunggu disini, kalau aku sampai pingsan gimana? Aku menderita tapi kamu malah udah makan sama orang lain." Jessica masih tampak menggerutu, sedangkan Hans benar-benar tidak bisa menjawab apa-apa. "Saya tau saya salah, saya benar-benar lupa tadi." Ungkap Hans dengan tulus, melihat itu Jessica pun akhirnya mengangguk pelan. Hans sudah mengakui kesalahannya dan hal itu sudah cukup membuat Jessica merasa lega. "Sekarang makan, habiskan semuanya ya!" Hans pun kembali menyuapi Jessica, makanan yang Hans berikan padanya sebenarnya adalah makanan yang tak Jessica sukai, namun melihat ketulusan suaminya, Jessica pun tak tega dan memakannya meskipun terpaksa. "Lumayan tadi dapat diskon karena saya yang beli." Imbuh Hans membuat Jessica menatap pria itu intens. "Puddingnya?" "Iya, yang awalnya harganya tiga ratus ribu didiskon dua puluh persen, jadi cukup bayar dua ratus empat puluh ribu saja." Hans terlihat tertekan saat mengatakannya dan hal itu membuat Jessica benar-benar merasa tidak nyaman. "Kamu masih ada uang? Kalau uang kamu tinggal dikit, bisa pakai uang aku, i-" "Jes please..." Sahut Hans dengan tatapan tak suka. "Kenapa sih dok? Bukannya kita suami istri itu harus saling ngebantu ya? Aku nggak masalah kalau kamu pakai uang aku, tapi kenapa kamu selalu aja nggak pernah mau?" Tanya Jessica dengan nada kesal. "Tugas seorang suami adalah bertanggung jawab terhadap keluarganya terutama istrinya. Uang yang saya kasih memang tidak seberapa, tapi saya harap kamu bisa bijak dalam mempergunakannya untuk rumah tangga kita. Soal penghasilan kamu itu bukan hak saya, jadi saya tidak mau mengambil sepeserpun uang yang bukan menjadi hak saya. Tolong kamu mengerti, ini memang prinsip saya. Simpan saja uang kamu, atau gunakan uang kamu untuk hal positif, hal itu akan sangat berguna. Tapi jika untuk foya-foya atau membelanjakan sesuatu secara berlebihan, saya benar-benar tidak suka, meskipun itu uang kamu, lebih baik kamu tabung saja. Kamu menikah dengan saya, maka kamu harus mau mengikuti aturan saya. Atau jika kamu tidak sanggup, maka kita kembali ke perjanjian awal, kita menikah lalu bercerai setelah anak itu lahir dan hak asuh anak jatuh ke tangan saya." Hans mengucapkannya dengan santai, tapi tetap saja hal itu membuat Jessica tak suka mendengarnya. Jessica tidak ingin dipisahkan dari anaknya, naluri keibuannya seolah meronta dan ia tidak mau jika hal itu sampai terjadi padanya. "Sudah cukup kita membahas masalah ini, sekarang lebih baik kamu makan dengan tenang." Melihat mata Jessica yang berkaca-kaca sebenarnya membuat Hans merasa tak tega, tapi dokter itu seolah gengsi dan ia masih tetap memasang wajah staycoolnya. Setelah itu tak ada pembicaraan sama sekali diantara mereka, suasana tampak hening, namun beberapa menit kemudian tiba-tiba saja pintu ruangan Hans terbuka menampilkan sosok Alma yang datang dengan tatapan paniknya. "Jessi! Kamu kenapa sayang?" Alma tiba-tiba mendekat kearah sang adik, sedangkan Hans tampak terkejut melihat kedatangan kakak iparnya itu. Jessica sebenarnya ingin sekali menangis dipelukan Alma, apalagi dia adalah wanita yang cengeng dan selalu mencari perlindungan pada keluarganya. Namun mengingat Hans membuat Jessica urung melakukan keinginannya. Bukan hanya Alma, tapi sesaat kemudian Bayu juga datang membuat Hans semakin terkejut. "Bilang sayang ada apa? dr. Hans lakuin apa sama kamu? Dia jahatin kamu? Dia apain kamu? Kakak tadi panik banget waktu kamu telepon sambil nangis-nangis, kakak takut kamu kenapa-kenapa, makanya kakak langsung kesini, untung aja kakak sama masmu lagi ada dideket sini. Ayo sayang bilang! Ada kakak disini jangan takut Jessi..." Alma memang selalu begitu, itu karena ia memang sangat menyayangi adik satu-satunya itu. Alma tentu tak akan tinggal diam jika sang adik sampai terluka walau hanya sedikit saja. Hans pun mulai tak enak hati, mungkin saja istrinya tadi menghubungi sang kakak ketika sedang sangat kelaparan, Hans sama sekali tak menyalahkan Jessica justru ialah yang masih merasa sangat bersalah. "Maaf kak kalau tadi aku bikin kakak panik, aku cuma kangen sama kak Alma, makanya tadi aku sampai nangis segala." Dusta Jessica membuat Hans langsung menatap istrinya dengan tatapan terkejut, Hans tahu betul jika Jessica sedang berbohong saat ini. "Dek... Kamu serius? Serius cuma kangen aja sama kakak? Kamu beneran nggak lagi kenapa-kenapa kan?" Tanya Alma mencari kebohongan dimata sang adik. "Enggak kak, aku nggak bohong. Aku baik-baik aja, dr. Hans baik banget kok sama aku, dia bahkan mau nyuapin aku terus. Dia mau aku repotin terus padahal jadwalnya padat di rumah sakit. Dia selalu mau nurutin apapun kemauan aku." Mendengar itu, Hans tentu saja merasa tak nyaman dibuatnya, sudah jelas-jelas jika ia sering menentang keras keinginan istrinya, tapi kenapa Jessica justru malah berdusta. "Kamu yakin?" Tanya Alma sekali lagi, padahal ia juga sempat melihat makanan yang terdapat di piring milik Jessica, makanan yang jelas-jelas tak Jessica sukai tapi masih saja dimakan olehnya. Alma merasakan sesuatu yang tidak beres disini tapi ia tidak tahu apa. "Yakin kak." Angguk Jessica dengan mantap. "Tap-" "Sayang udah! Jessi nggak kenapa-kenapa jadi kamu nggak perlu berlebihan kayak gini. Malu tau sama dr. Hans, dia nggak mungkin sampai ngapa-ngapain Jessica. Buktinya Jessi bilang dr. Hans baik banget kan sama dia. Kamunya aja yang terlalu berlebihan." Sahut Bayu membuat Alma akhirnya hanya bisa menahan seluruh perkataanya. Alma yakin ada yang tidak beres cuma ia belum tahu apa. Feeling-nya mengenai Jessica selalu kuat, apalagi sebelumnya sang adik tidak pernah bersikap seperti ini padanya. Biasanya Jessica akan bersikap manja padanya dan mengadukan segala hal apapun padanya. Tapi sekarang Jessica seolah sedang menutup-nutupi sesuatu darinya. "dr. Hans maaf ya! Maafin istri saya karena udah berpikir yang macam-macam soal kamu. Dia cuma terlalu khawatir sama adiknya." Ungkap Bayu pada Hans dengan tatapan penuh sungkan. "Nggak dok, nggak apa-apa. Jangan diambil pusing, saya nggak ada masalah kok." Balas Hans dengan sungkan pula, sedangkan Alma kini hanya bisa merangkul bahu sang adik seraya menatap miris piring berisi makanan yang tak Jessica sukai sama sekali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD