Kemarahan Alma

1898 Words
Alma dan Bayu akan meninggalkan rumah sakit dengan menaiki mobil milik mereka, namun tiba-tiba pandangan Alma tak sengaja melihat sang adik tampak kesusahan menaiki motor yang dikemudikan oleh suaminya. Hal itupun juga tak luput dari perhatian Bayu yang merasa biasa saja padahal istrinya saat ini merasakan kekesalan yang sangat luar biasa. "Eh sayang! Kamu mau kemana?" Seru Bayu yang kalah cepat, kini Alma sudah berjalan cepat menghampiri Jessica dan Hans, wanita itu pasti akan melayangkan protes sebab adik kesayangannya yang sebelumnya tidak pernah menaiki motor kini malah dibonceng menggunakan motor oleh suaminya, dalam keadaan hamil pula, oh Tuhan, rasa-rasanya Alma ingin sekali membelikan adik iparnya itu mobil supaya tidak lagi menaiki motor yang cukup membahayakan kandungan istrinya itu. "Sayang! Kamu pulang sama kakak aja, kakak nggak mau kamu pulang naik motor kayak gini, naik motor itu bahaya Jessi, kamu sebelumya nggak pernah naik motor kayak gini." Ujar Alma pada Jessica, Hans dan Jessica pun tampak terkejut akan kehadiran Alma. "Alma! Sayang kamu apa-apaan sih? Biarin Jessi sama suaminya." Seru Bayu yang baru saja tiba. "Biarin gimana maksud kamu mas? Jessica itu lagi hamil, nggak seharusnya dia naik motor kayak gini, malam-malam lagi. Udara malam nggak baik buat kesehatan dia. Apa dr. Hans yang notabene adalah dokter kandungan nggak ngerti soal hal itu? Apalagi selama ini Jessi selalu naik mobil mewah, dia nggak pernah naik motor butut kayak gitu." Alma menunjuk motor sewaan yang Hans gunakan dengan tatapan penuh kekesalan. Hans sendiri merasa tak enak hati, terlebih lagi ini masih dikawasan umum dan diperhatikan banyak orang. Ucapan Alma memang cukup membuatnya tersinggung, namun Hans tengah berusaha untuk tak terlalu memikirkannya. Hans lalu menatap istrinya dengan tatapan penuh makna, sedangkan Jessica yang ditatap seperti itu segera sadar dengan apa yang harus ia lakukan. "Kak, aku nggak masalah naik motor. Lagian apartemen dr. Hans deket banget sama rumah sakit, nggak sampai sepuluh menit juga udah sampai. Jadi kakak nggak perlu cemas, aku nggak masalah kok." Ujar Jessica pada Alma membuat Alma semakin tak mengerti dengan sikap sang adik padanya. Entah kemana Jessica yang dulu, kenapa sekarang adiknya tiba-tiba jadi berubah seperti ini. "Kamu serius? Kamu bisa ikut sama kakak sayang, naik mobil akan lebih aman dari pada naik motor." Jessica menatap mobil milik sang kakak dengan penuh keinginan, namun apalah daya, ia tak ingin membuat suaminya marah. Entah kenapa mengingat perkataan Hans yang akan menceraikannya jika ia tak mau menurut membuat hati Jessica terasa seperti diremas-remas. Apalagi hak asuh anak akan direnggut paksa oleh dokter itu. Jessica bisa saja melakukan segalanya menggunakan kekuasaannya, namun lagi-lagi ia sadar jika semua ini terjadi lantaran disebabkan oleh dirinya. Hans terpaksa menikahinya karena Jessica yang menjebaknya. "Masuk saja ke dalam mobil kakak kamu, biar saya membawa motornya sendiri." Hans tau apa yang Jessica rasakan saat ini, oleh sebab itu kenapa ia menyuruh sang istri untuk masuk ke dalam mobil kakaknya. "Tuh suami kamu udah kasih izin, sekarang ikut kakak aja ya..." Bujuk Alma seraya meraih tangan Jessica, namun dengan cepat, Jessica segera menjauhkan tangannya dari Alma. "Aku nggak apa-apa kak beneran. Aku naik motor aja, lagian kami berdua udah biasa, aku juga pakai jaket tebel, jadi nggak akan kena angin malam, kakak jangan lebay gitu, aku udah jadi istri orang sekarang. Ayo dok kita pulang! Aku udah capek banget." Hans pikir Jessica akan menaiki mobil milik Alma, tapi diluar dugaannya, sang istri malah naik keatas motor yang ia tumpangi dan menyuruhnya untuk segera pulang ke apartemennya. "Kalau kakak khawatir sama aku, kakak bisa ikutin aku dari belakang." Imbuh Jessica. "Permisi bu, dr. Bayu, kami pulang dulu! Selamat malam." Pamit Hans dengan penuh santun. Alma yang masih kesal pun tampak mengepalkan kedua tangannya. Sepeninggal Jessica dan Hans, ia masih merasa ada yang tidak beres dengan hubungan mereka berdua. Entahlah, firasat yang ia rasakan begitu kuat, Alma benar-benar sangat mencemaskan adiknya. "Udah yuk kita pulang! Jessi pasti baik-baik aja, Hansel itu orang baik, dia pasti bisa jagain Jessi." Tutur Bayu pada sang istri sembari merangkul bahu Alma yang masih tampak menegang karena marah. "Aku yakin, aku yakin ada yang nggak beres sama si Hansel. Adik kecilku yang malang... Gimana bisa coba dia makan makanan yang nggak dia suka, terus tadi apa? Dia naik motor, seumur-umur Jessica nggak pernah berani naik motor, tapi tadi apa? Pasti Hans udah paksa dia. Hans maksa Jessi untuk hidup sederhana menyesuaikan kemampuannya, padahal Jessi..." "Sayang udah... Kamu nggak bisa berpikiran negatif terus tentang Hans kayak gini. Sekarang Jessi udah sah jadi istrinya Hans, jadi Hans berhak untuk mengatur kehidupan Jessica. Kamu nggak berhak untuk ikut campur dalam rumah tangga mereka, selama Jessi baik-baik aja kita nggak boleh terlalu dalam mengusik rumah tangga mereka." "Ta-tapi-" "Alma please... Dengerin suami kamu sekarang! Biarin aja mereka hidup seperti apa, mereka udah punya rumah tangga sendiri. Kamu atau aku nggak punya hak sama sekali untuk ikut campur, aku tau kamu sayang banget sama Jessi, tapi sebagai seorang kakak ipar, kamu juga harus bisa menghormati keputusan Hansel." Sahut Bayu membuat Alma akhirnya mengalah dan tak lagi mengeluarkan argumennya. Ya Bayu memang benar, Alma memang tak boleh banyak ikut campur, tapi tetap saja Alma tak akan bisa melepaskan adiknya begitu saja sebelum melihat adiknya benar-benar bahagia. *** Tiba di apartemen, Hans langsung menuju kamarnya guna mengambil kaos dan celana pendek yang biasa ia kenakan untuk tidur. Pria itu berjalan menuju kamar mandi yang ada di dapur untuk membersihkan tubuhnya. Sedangkan Jessica kini tampak duduk diatas sofa yang ada diruang tengah, mengingat perkataan Alma tadi yang terus berseliweran didalam kepalanya. Andai, andai kakaknya tahu yang sebenarnya, mungkin Alma akan mengamuk dan menghajar Hans habis-habisan karena sudah membuat Jessica menderita akibat hidup susah. "Mi... Jessi kangen sama mami, mami kenapa nggak pernah kabarin Jessi? Apa sebegitu pentingnya pekerjaan dari pada anak sendiri? Hiks, Jessi pengen banget makan daging sapi Kobe mi, tapi, tapi belum kesampaian. Jessi mau beli sendiri tapi takut sama dr. Hans." Airmata Jessica luruh begitu saja, ia yang dasarnya sudah cengeng, kini seolah semakin cengeng semenjak dinyatakan hamil oleh dokter. Namun akhir-akhir ini ia terlalu sering menyembunyikan airmatanya karena tak ingin menyusahkan atau merepotkan suaminya. Hans bilang ia tak tahan melihat tangisan wanita karena hal itu sungguh menyebalkan, jika Jessi menangis, maka Hans pasti akan pergi meninggalkannya sendirian. "Baby apa kabar? Maaf kalau mama jarang nyapa kamu, kamu pasti ngerasa terabaikan. Maaf belum bisa nurutin keinginan kamu, kita harus belajar hemat dan hidup sederhana kayak papamu. Papa nggak punya banyak uang untuk bisa membahagiakan kita, jadi kamu harus nurut dan nggak boleh banyak minta macem-macem yah!" Tutur Jessica pada calon anaknya, wanita itu mengelus pelan perutnya yang masih rata karena kandungannya baru berumur dua bulan, namun meski begitu, perut bawahnya sudah terasa keras ketika disentuh. Jessica pikir dulu ia akan selalu berada dalam kemewahan, hidup glamour bergelimang harta selama-lamanya sampai akhir hidupnya. Pria yang menikahinya pun mampu membahagiakannya dengan segala materi dan kemewahan yang selalu ia dambakan disepanjang hidupnya. Namun kini mimpi hanya tinggalah mimpi, impian pernikahannya yang harusnya bak putri kerajaan saja sama sekali tak terealisasikan. Nyatanya ia menikah dengan seorang dokter kandungan yang bahkan sangat pelit dan begitu perhitungan kepadanya. Hans mungkin saja memiliki cukup uang untuk hidup sederhana, namun pria itu tidak memiliki banyak uang untuk mampu memenuhi kehidupan glamour Jessica. Hans pun memiliki prinsip dan pendirian yang cukup tinggi, jika Jessica melawan maka Hans akan merebut bayinya nanti, dan Jessica tentu saja tak mau bila hal itu sampai terjadi. Oleh sebab itu kenapa sekarang ia lebih memilih untuk mengalah dan mengikuti cara hidup Hans meskipun itu terpaksa. Hans yang baru keluar dari kamar mandi pun tampak terkejut saat melihat istrinya masih duduk diatas sofa ruang tengah. Biasanya Jessica akan langsung masuk ke kamar dan mengganti pakaian. Tapi sekarang Jessica sepertinya terlihat murung, apalagi wanita itu tampak memegangi perutnya, Hans jadi khawatir dan ia pun segera mendekati istrinya. "Ada apa? Ada yang sakit?" Tanya Hans penuh perhatian seraya duduk disamping Jessica, Jessica agak kaget ketika mendengar suara bariton suaminya. Lalu ia menatap kearah Hans, kembali terkejut saat melihat rambut basah dokter tampan itu yang tampak begitu seksi dan menggoda, apalagi Hans begitu wangi. Jessica sangat suka dengan wangi tubuh Hans. Jessica masih diam, namun Hans sudah cekatan memeriksa denyut nadi istrinya. Tidak ada yang salah, lalu ia beralih memeriksa suhu tubuh Jessica, tidak ada masalah juga. Lalu Hans tiba-tiba saja memegang perut istrinya, tentu hal itu langsung membuat bulu kuduk Jessica berdiri, tidak ini terlalu menegangkan. "Kamu kelelahan? Atau kamu sedang kepikiran sama kakak kamu?" Tanya Hans pada Jessica, pria itu tampak biasa saja, padahal jantung Jessica rasanya mau copot sekarang. "Lelah juga, mikirin kak Alma juga. Aku tau dia sayang sama aku makanya dia bersikap berlebihan. Maaf kalau tadi ucapannya nyinggung perasaan dokter." Ungkap Jessica tak enak hati, padahal dulu ia tidak seperti ini, namun hidup selama hampir satu bulan bersama Hans ternyata banyak merubah sikap dan pemikirannya. "Kamu nggak salah, jadi jangan minta maaf. Sekarang sebaiknya kamu ganti baju, lalu istirahat. Nanti saya pijat kaki kamu." "Nggak perlu, dokter pasti capek." "Kamu yang lebih lelah karena nungguin saya. Saya ambilkan baju kamu dulu, ayo!" Hans bahkan kini sudah terbiasa mengurusi Jessica seperti anak kecil. Bukannya pakai baju sendiri, Hans bahkan sering sekali memakaikan istrinya baju ketika menjelang tidur. "Besok saya mau ajak kamu ke rumahnya dr. Noct, dia adalah rekan sejawat saya. Rekan kerja rasa saudara." "Emangnya dokter nggak ke rumah sakit?" "Besok nggak ada jadwal praktek, tapi ada operasi pukul satu siang. Jadi kita ke rumah dr. Noct pagi aja." "Hm, boleh." Angguk Jessica, melihat itu Hans pun tersenyum simpul. Jessica yang sekarang lebih kalem dan penurut, sangat berbeda sekali dari awal-awal mereka bersama. "Oh ya, apa ada keluhan hari ini?" Tanya Hans. 'Ada, aku mual waktu makan makanan yang kamu bawa tadi, tapi aku nggak mungkin bilang sama kamu.' ungkap Jessica dalam hati. Melihat keterdiaman istrinya membuat Hans tampak memicingkan mata. "Kenapa? Kalau ada keluhan bilang aja terus terang!" "Nggak apa-apa cuma kram-kram dikit kok, apalagi tadi duduk terlalu lama." "Kram perut di awal kehamilan itu wajar, Kram perut yang terjadi awal kehamilan dapat merupakan gejala yang dirasakan ibu ketika embrio menempel di dinding rahim atau disebut juga implantasi. Proses ini kadang menimbulkan rasa nyeri dan kram pada perut. Namun, kram perut nggak berlangsung lama dan nggak terlalu parah." Jelas Hans pada Jessica. "Hm, nggak terlalu sakit emang." "Tapi pasti nggak nyaman kan? Yang penting kamu juga harus perhatikan gerak gerik kamu, jangan berjalan cepat atau bahkan sampai berlari-larian." "Enggak... Tenang aja." "Berbaringlah! Saya pijat sebentar, lalu kita istirahat." "Jangan kayak semalem, aku nggak mau tidur sendirian. Semalem kamu boboknya di bawah." Jessica seperti ingin menangis, namun Hans segera menenangkannya. "Semalam saya kegerahan, jadi maaf kalau harus tidur dilantai. Sekarang saya akan tidur sama kamu, nggak akan pindah-pindah lagi." Padahal semalam Hans sedang mati-matian menahan keinginannya ketika melihat paha mulus Jessica yang tersingkap, kemarin istrinya itu memaksa pakai gaun malam karena sedang ingin memakainya. Jessica memang sudah terbiasa tidur mengenakan gaun malam, namun semenjak menikah dengan Hans, ia harus mengubah kebiasaannya itu. "Awas kalau dokter bohong!" "Enggak-enggak. Udah tidur yuk!" Ajak Hans dan Jessica pun akhirnya menurut. Hans sejatinya adalah dokter dan pria yang sangat perhatian kepada siapapun, namun terkadang pria itu tak memiliki kepekaan sehingga membuat Jessica merasa kesal. Namun perhatian Hans yang selalu lembut dan penuh kehati-hatian, rupanya telah mampu membuat Jessica menaruh perasaan kepada suaminya itu. Terlebih lagi Hans memiliki paras yang sangat rupawan dan tubuh yang teramat seksi. 'Untung aja ganteng kan?' gumam Jessica dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD