KEMBALI TERSENYUM

1679 Words
    Tiga hari sudah setelah kabar buruk yang di dengar Shafa. Kini Shafa duduk termenung di atas kursi roda yang berada di area taman rumah sakit. Dengan mami Rina yang masih setia menjaga Shafa. Merawat Shafa layaknya seorang ibu merawat anaknya. Jika dulu Shafa merupakan sosok yang ceria, maka tidak dengan sekarang. Shafa hanya berbicara seperlunya saja kepada semua orang. Shafa yang sekarang berubah menjadi Shafa yang datar dan dingin. “Sayang apa kamu membutuhkan Sesuatu?” tanya mami Rina yang sedari tadi berada di belakang Shafa sambil memegang kendali kursi roda. Shafa hanya menggelengkan kepala. Ia tidak menginginkan apapun.     Shafa hanya fokus melihat burung yang berterbangan dan hinggap di dahan pohon rumah sakit. Alangkah senangnya jika Shafa menjadi seekor burung yang bisa terbang bebas. Terbang kesana kemari sesuka hati menikmati angin yang berhembus, serta menatap indahnya dunia. Tapi semua hanya angan belaka.     Shafa beralih mengedarkan pandangan, Shafa menangkap sosok yang mengawasinya dari jauh. Entah siapa itu, dan mengapa? Shafa tidak lagi peduli dengan itu semua. Siapapun mereka, pasti semua juga karena Adrian. pria itu berhasil membuat Shafa selalu di awasi dimanapun dan kapanpun. Masa bodoh dengan semua orang selalu mengawasinya.     Shafa melihat matahari mulai meninggi, Shafa mendorong roda kursinya dengan kedua tangan, tanpa ingin meminta bantuan mami Rina. Mami Rina mengetahui Shafa hendak pergi dari taman tersebut, kemudian beralih mendorong kursi roda Shafa. “Kamu ingin kemana sayang?” mami Rina bertanya dengan lembut. “kamar” ucap Shafa singkat.     Di dalam kamar inap Shafa ada Adrian yang sudah menyiapkan keperluan Shafa untuk menunaikan tugasnya. Sedikit demi sedikit, Adrian belajar memahami Shafa. berusaha mengerti apa kebiasaan Shafa dan bagaimana. Adrian juga belajar memahami keyakinan Shafa. semua itu di lakukan semata mata untuk mengenal Shafa lebih dekat serta untuk melindungi gadis mungil tersebut. semua kebutuhan Shafa di siapakan oleh Adrian secara pribadi. Termasuk menyiapkan makan dan bajunya. Seperti Shafa melayani Adrian selama ini, hanya saja Adrian tidak bisa memasak.     Adrian mendekat saat melihat Shafa sudah di depan pintu. Membantu Shafa yang hendak menunaikan kewajibannya. ” Ayo aku bantu, aku tidak akan menyentuhmu.” Ucap Adrian yang mengambil alih pegangan kursi roda Shafa. Shafa hanya melihat Adrian sekilas, tanpa ingin menanyakan apapun. usai Shafa melakukan kewajibannya, terdengar seorang perawat masuk ruangan. “Selamat siang tuan, nona. Hari ini kondisi pasien sudah lebih baik. Pasien sudah di perbolehkan untuk pulang. Satu minggu lagi pasien harus kembali untuk cek up. Ini resep obat yang harus di tebus di apotek” Perawat tersebut kemudian berlalu meninggalkan ruangan Shafa setelah memberikan resep obat Shafa, dan beralih ke ruangan yang lain.     Adrian segera berkemas dan menelfon Rico agar segera mnejemputnya serta Shafa. Adrian sungguh bersemangat setelah mendengar kabar dari perawat bahwa hari ini Shafa sudah di perbolehkan untuk pulang. Adrian seketika menghentikan acara berkemas saat mendengar permintaa mami Rina kepada Shafa. “Sayang,,, bolehkah mami meminta sesuatu kepadamu?” tanya mami Rina. Shafa hanya mengangguk. “Sayang ,,, mami mohon ,, kamu ikut mami pulang ke kediaman Wiliam ya,,!!” mohon mami Rina. “Tidak nyonya ,,, tidak akan aku izinkan. Shafa sudah menjadi tanggung jawab saya.” Tolak Adrian yang menatap tajan kepada mami Rina. “Nak Adrian ,,, mami mohon. Biarkan mami merawat dan menjaga Shafa di rumah kami!” mami Rina kembali memohon dengan tatapan sayu. “Tidak nyonya, sekali tidak tetap tidak!!” jawab Adrian dengan tegas. “Sayang mami mohon kepadamu nak ,,,,” kali ini mami Rina memohon kepada Shafa. “Untuk apa mami repot repot mau merawat Shafa yang lumpuh ini? Shafa sudah tidak berguna lagi mi.” Ucap Shafa dengan nada datar. “Tentu saja mami mau merepotkan diri demi anak mami. Kamu itu putri mami nak ,,!” mami masih berusaha membujuk Shafa agar mau di rawat di kediaman keluarga Wiliam. “Maaf mi ,, Shafa tidak bisa mengabulkan permintaan mami. Dalam keyakinan Shafa, Shafa sudah menjadi tanggung jawab Adrian sebagai suami Shafa,” Shafa menjawab dengan tegas.     Mami Rina hanya pasrah dengan jawaban yang di berikan oleh Shafa. dan ia membiarkan Shafa pulang ke mansion Adrian. Adrian terlihat sangat lega dengan jawaban Shafa. Adrian sudah yakin kalau Shafa akan menjawab seperti itu. “Baiklah kalau begitu, mami akan pulang lebih dulu. Mami sudah lelah. Jaga dirimu baik baik sayang,, sesekali mami akan menjengukmu di sana.” ucap mami Rina.Shafa merasa ada yang aneh dengan mami Rina. Tapi Shafa tidak menghiraukannya. Mungkin karena jawaban Shafa tidak sesuai yang di inginkan mami Rina. Mami Rina memutuskan untuk pulang terlebih dulu, dengan alasan kalau dirinya sudah merasa lelah, karena beberapa hari ini menjaga Shafa di rumah sakit.     Sesampainya Shafa di mansion Adrian, Shafa di gendong Adrian saat keluar dari dalam mobil. Kemudian di letakkan di kursi roda. Adrian mendorong kursi roda tersebut ke dalam mansion. Shafa merasa ada yang aneh, tidak ada satupun pengawal yang berjaga di luar rumah. Kemudian Adrian membawa Shafa menuju taman belakang, tempat favorit Shafa saat sedang gundah. “KEJUTAN,,”  semua orang berkumpul bersama di taman belakang. Shafa melihat satu persatu orang yang berada di sana.kemudian terdengar suara gaduh khas anak anak. Shafa menoleh ke belakang. Benar saja ad sekitar 20 anak berkisar antara dua sampai dua belas tahun berlari ke arahnya sambil memegang balon dan mawar putih di tangannya. Setiap anak membawa setangkai mawar putih dan di berikan kepada Shafa.     Shafa merasa teersentuh dengan kehadiran anak anak di sana. Shafa tersenyum lebar, melihat senyum ceria semua anak . Shafa menangis karena terharu akan kejutan yang diberikan anak anak tersebut. Adrian senang, karena usahanya membuat Shafa kembali mengukir senyumnya berhasil. “Kakak kenapa menangis? Nanti kakak jadi jelek loh,,!” kata seorang anak perempuan berambut cokelat sebahu. “Kakak gak menangis kok,,, kaka hanya senang.” Ucap Shafa jujur. “kak kalau seneng itu tersenyum gini hi,,, bukannya menangis.” Kata gadis itu mengajari Shafa tersenyum memperlihatkan gigi ompongnya. Shafa seketika tertawa melihat tingkah anak tersebut. “Nama kamu siapa sayang?” tanya Shafa kepada gadis bocah itu. “Namaku fani kak.” Kata fani memperkenalkan dirinya. “Kalau kakak, namanya siapa?” fani brtanya balik kepada Shafa. “Nama kakak Shafa.” Shafa menjawab dengan ramah. Seolah ia melupakan kesedihannya. “Nama kakak cantik, kayak orangnya.” Kata fani asal ngomong. Shafa sangat gemas dengah celoteh anak di depannya, dan mengacak rambut gelombang Fani. “kak jangan gini dong,,, nanti aku gak cantik lagi” kata fani protes dengan bibir mengerucut. “Kamu tetep cantik kok,, siapa yang bilang kamu jelek? Sini biar kakak  kakak hajar,” ucap Shafa menenangkan Fani yang hendak menangis. “Benarkah,,!” tanya Fani dengan mata yang berbinar. Shafa mengangguk membenarkan ucapannya tersebut. “Makanan datang,,,” terdengar suara cempreng Siti dari dapur. Terlihat Siti membawa banyak mangkuk di atas nampan. “Hore!! Kita makan enak,,,” teriak semua anak yang ada di sana. Shafa melihat Siti dan pelayan lain sedang membagikan semangkuk bakso kepada semua orang yang ada di sana. Shafa tersenyum melihat semua orang makan bersama dengan gembira. “Lihatlah fa,,, kamu masih bisa berguna untuk mereka. Kamu masih bisa berbagi dan membuat mereka tersenyum.” Ucap Siti yang sudah berada di samping Shafa. Shafa hanya mengangguk membenarkan ucapan Siti. “Bangkitlah fa ,,, jangan terlalu lama terpuruk. Buktikan kalau kamu bisa, kamu wanita yang kuat Shafa. bukankah kamu percaya adanya tuhan? Yakinlah tuhan akan membantumu.” Siti memberi wejangan kepada Shafa. ucapan Siti memang benar. Shafa harus bangkit lagi, demi orang orang yang di sayanginya. “Kak bolehkah aku membawanya pulang ke panti?” tanya seorang bocah laki laki berumur lima tahun. “Boleh,, memangnya kenapa?” tanya Siti penasaran. Pasalnya dari tadi bocah tersebut tidak memakan makanan yang di bagikan. “Aku mau kasih ke Ella nanti.” Jawab bocah itu. “Memangnya siapa ella? Kenapa dia tidak ikut kesini?” kali ini Shafa yang bertanya. “Ella itu kakakku kak, dia tidak ikut karena dia sakit. Jadi harus istirahat di panti.” Jawab bocah itu menceritakan tentang kakaknya Ella. “Kenapa tidak di bawa kerumah sakit?” Shafa kembali bertanya. Bocah itu hanya menggelengkan kepalanya tidak mengerti. “nama kamu Siapa?” Siti betanya. “namaku Eddy kak.” Jawab Eddy “Baiklah Eddy, sekarang kamu makan saja makanan ini. nanti biar kak Siti siapkan makanan untuk di bawa pulang nanti, dan berikan kepada Ella. Mengerti!!” ucap Shafa. Eddy mengangguk mengerti. “Terima kasih kakak cantik.” Ucap eddy “Sama sama” ucap Shafa. “Sit,, kamu bungkus makanan yang banyak, dan berikan kepada mereka saat pulang nanti.” Perintah Shafa kepada Siti. “Baik boss” ucap Siti sambil hormat kepada Shafa. Seorang wanita paruh baya menghampiri shafa yang sedang duduk di kursi roda. “Nak Shafa terima kasih banyak sudah mau mengundang ibu dan anak anak untuk datang kemari.” Ucap wanita tersebut. “Maaf dengan bu,,,,?” Shafa tidak melanjutkan kalimatnya karena tidak tahu namawanita paruh baya tersebut. “Marni.” Ibu Marni menyahut karena Shafa kebingungan tidak tahu berbicara dengan siapa. “Bu Marni sebenarnya bukan saya yang mengundang kalian kemari. Mungkin suami saya yang melakukannya. Saya baru saja keluar dari rumah sakit. Dan saya tidak tahu sama sekali dengan acara ini.”Shafa menjelaskan. “Bagi ibu sama, suami istri itu satu dan saling melengkapi satu sama lain. Ketahuilah tuan Adrian melakukan ini semua semata mata hanya ingin anda tersenyum kembali. Kekurangan fisik seseorang tidak menjadi tolak ukur, apa saja yang bisa dan tidak bisa di lakukannya. Asal kita terus berusaha, tidak ada yang tidak mungkin walaupun fisik kita tidak sempurna.” Ucap ibu Marni. Shafa terenyuh dengan wejangan yang di berikan ibu Marni. Tidak seharusnya Shafa merasa sendirian dalam keterpurukannya saat ini. masih banyak orang orang yang jauh lebih terpuruk dari dirinya. Benar kata ibu Marni, Shafa harus kuat dan sabar. Shafa mulai yakin bahwa dirinya akan bisa kembali berjalan seperti semula. Asal ada tekat yang kuat di sertai ikhtiar untuk bisa sembuh.     Suara tawa anak anak, serta nasehat yang Shafa dapatkan hari ini. membuat Shafa bersemangat lagi. Asal kita bisa ikhlas dalam menjalani segala ujian, pasti akan jauh lebih mudah dari yang di bayangkan. Dan kebahagiaan akan senantiasa datang dengan cara yang amat sederhana.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD