SELALU SALAH

1631 Words
    Mansion yang tadinya penuh dengan canda tawa anak anak, kini kembali sepi seperti sedia kala. Baru beberapa jam Shafa pulang ke mansion, semua berubah tidak seperti semula. Sekarang kamar Adrian dan Shafa berada di lantai dasar. Itu bertujuan untuk mempermudah gerakan Shafa jika ingin menuju taman seorang diri tanpa harus minta tolong. Meja dapur yang semula tinggi sebatas pusar, kini menjadi lebih rendah. Ini di tujukan agar Shafa lebih mudah saat ia ingin memasak. Semua di ubah sedemikian rupa agar Shafa merasa nyaman. Serta bisa memulai hari seperti biasanya. Entah sejak kapan, Shafa pun tidak tahu.     Hal ini malah membuat Shafa merasa di kasihani oleh semua orang. Shafa merasa seperti di remehkan. Di dalam kamar, Shafa mencoba melakukan semua sendiri tanpa harus meminta bantuan Adrian. namu Adrian selalu sigap membatu Shafa dan menyiapkan segala sesuatu yang di butuhkan Shafa. “Ad ,,, apa aku terlihat begitu menyedihkan?” tanya Shafa dengan nada datar. “Tidak sayang,,, kamu sama sekali tidak menyedihkan. Tapi kamu adalah permata, yang harus di perlakukan dengan baik dan lembut.” Ujar Adrian dengan penuh kelembutan “Pembohong.” Ucap Shafa. “Tidak sayang, aku sama sekali tidak berbohong. Aku mengatakan yang sebenarnya.” Adrian menyangkal ucapan Shafa. “Teruskanlah semua kebohonganmu itu Ad. Lanjutkanlah sandiwara yang lebih dulu kau mulai.” Shafa berkata dengan kasar. “Terserah apa katamu sayang,,, aku melakukan ini semua benar benar tulus. Maaf jika di awal pernikahan, aku tidak memperlakukan kamu dengan baik. Maaf selama ini aku telah berbuat kasar kepadamu. Maaf aku telah menyakitimu terlalu dalam. Maaf aku telah menuduhmu yang tidak tidak. Maaf aku telah membodohimu dan memanfaatkan kepercayaanmu. Maaf untuk semua yang telah aku lakukan. Maaf” Adrian mengutarakan apa yang dia rasakan . “Simpan saja permintaan maafmu itu. Disini kita hanya berdua saja, tidak akan ada yang tahu jika kamu menjadi dirimu sendiri.Bersikaplah seperti Adrian yang  kejam. Aku tidak ingin melihatmu memakai topeng saat berdua. Kamu bisa menjadi dirimu sendiri tanpa harus berpura pura.” Ucap Shafa secara gamblang. “Bagaimana caranya agar kamu percaya kepadaku sayang? Katakan padaku, aku akan melakukan semua keinginanmu.!” Ucap Adrian. “Kamu ingin tahu apa keinginanku?”  Adrian menganggguk. “Aku ingin seperti dulu, aku ingin kembali lagi ke tempatku. Aku ingin kembali ke masa sebelum aku bertemu denganmu. Apa kamu bisa mengabulkan semua keinginanku itu?” Adrian hanya bisa diam. Ia tidak bisa lagi berkata kata. Wajar jika Shafa semarah ini. karena dari awal memang merupakan kesalahannya. Perlakuan Shafa kepadanya ini tidak sebanding dengan apa yang telah ia perbuat kepada Shafa selama ini. “Katakan Ad! Apa kamu bisa mengabulkan semua keinginanku?” Shafa bertanya sekali lagi. “Maafkan aku,,” dengan raut penuh penyesalan serta tatapan sayu, hanya itu yang mampu di ucapkan oleh Adrian. ”Sudahlah Ad ,,, semua permintaan maafmu itu hanya bulshit,,,. Aku sudah bosan mendangarnya.” Ucap Shafa dengan tatapan yang tajam serta bola mata yang memerah menahan air mata. “Baiklah ,,, semua terserah padamu. Tapi biarkan aku melakukan apa yang aku inginkan. Termasuk menyiapkan semua kebutuhanmu.” Dengan jelas Adrian menegaskan. “Tidak Ad,, aku tidak mau.!” Tolak Shafa yang tidak kalah tegas. “kenapa?” Adrian seakan ingin tahu  alasan yang sebenarnya. Jangan lakukan itu Ad, mungkin hatiku akan goyah jika kamu bersikap lembut kepadaku. Aku tidak ingin terjatuh pada lubang yang sama. Ucap Shafa di dalam hati. Shafa hanya terdiam tidak ingin menjawab pertanyaan Adrian. “Kenapa kamu terdiam? Apa kamu sudah kehabisan kata kata? atau mungkin kamu takut jatuh cinta kepadaku? Bahkan mungkin kamu sudah mencintaiku?” ucap Adrian berusaha memojokkan Shafa. “Kalau aku jawab iya kenapa? Apa yang akan kamu lakukan?” jawab Shafa yang sudah tidak tahan lagi. Adrian terdiam mendengar jawaban yang di berikan oleh Shafa. “ Bukankah ini memang tujuanmu Ad,? Membuatku jatuh cinta kepadamu, lalu kamu bisa memanfaatkanku  sesukamu. Kamu benar Ad, aku memang terlalu naif karena mempercayaimu. Aku memang gadis bodoh seperti yang selalu kamu bilang. Selamat anda telah berhasil membuat membuat hatiku patah dan hancur tuan Adrian yang terhormat.” Dengan air mata yang sudah menganak sungai, Shafa mengatakan semua yang selama ini ia pendam. Adrian hanya  terdiam mendengarkan semua keluh kesah Shafa tentang dirinya.     Adrian merasa hatinya begitu sakit, dadanya terasa sesak melihat Shafa menangis karena dirinya. Adrian langsung mendekap erat tubuh Shafa. Seakan takut jika Shafa melarikan diri. Shafa berontak, Shafa berusaha memukul d**a Adrian sekuat tenaga, ia enggan di peluk oleh Adrian. Namun tenaga Shafa tidak mampu untuk melawan Adrian. “ Kumohon,,, biarkanlah tetap seperti ini untuk sejenak saja!!” ucap Adrian memohon. Shafa menghentikan gerakan tangannya. Tubuh Shafa mulai lemas seakan tidak memiliki tenaga lagi. Tenaga yang di miliki Shafa sudah terkuras habis karena emosi yang sudah meluap. mereka berdua berpelukan hingga Shafa tertidur di dalam dekapan Adrian.     Shafa terbangun di tengah malam. Jika sebelumnya Shafa terbangun untuk menunaikan ibadah tahajud. Tapi kini gadis itu terbangun karena tenggorokan yang sudah kering. Dilihatnya air minum di atas nakas sudah tandas. Ia ingin mengambil air di dapur sendiri. Shafa perlahan duduk di tepi ranjang, kemudian meraih kursi roda yang tidak jauh dari ranjang.     Perlahan Shafa berusaha untuk dapat duduk di atas kursi rodanya. Shafa berpegangan pada lengan kursi roda, kemudia Shafa mencoba mengangkat tubuhnya menggunaka lengan tangannya. Karena lengan Shafa masih belum terlatih untuk menopang tubuh Shafa, akhirnya Shafa kehilangan keseimbangan dan terjatuh di lantai. “BRAKKK “ suara kursi roda yang terbentur tembok dan berguling. Adrian terjaga dari tidurnya karena suara kursi roda yang terbentur cukup keras. Adrian menoleh ke samping, tidak melihat keberadaan Shafa karena Shafa sudah duduk terjatuh. Adrian melihat kursi roda yang sudah berguling, segera bangkit menelusuri apa yang terjadi dan menolong Shafa yang terjatuh di atas lantai. “Kenapa kamu tidak membangunkanku sayang? Kamu mau kemana, biar aku antar” kata Adrian sambil memapah Shafa ke tempat tidur. “Tidak perlu, aku bisa sendiri” ucap Shafa dengan ketus. “Apa yang kamu bisa? Bukankah kamu sudah mencobanya? Tapi lihatlah!! Kamu malah terjatuh ke lantai.” Ujar Adrian yang mulai tersulut emosi. “Aku memang tidak bisa melakukan apa pun Ad,,,. Aku hanya bisa merepotkanmu dan semua orang. Untuk apa kamu masih mempertahankanku?  Kenapa kamu tidak mengizinkanku untuk bersama mami Rina saja?” tanya Shafa yang mulai terbawa emosi. “ Bukan itu maksudku Shafa,,, kamu sama sekali tidak merepotkanku. Tapi aku hanya ingin kamu anggap Shafa,,,. aku ingin kamu bergantung kepadaku seperti halnya kebanyakan para istri lain yang bergantung kepada suaminya.” Adrian menjelaskan maksudnya “ Bergantung padamu? Maaf Ad,,, dari awal aku tidak ingin merepotkan siapa pun. Aku tidak ingin bergantung kepada siapa pun. Termasuk kepadamu.” Tegas Shafa “ Jangan keras kepala Shafa,,, aku hanya ingin menjadi suami yang baik untukmu. Tolong kamu hargai usahaku. Kamu tahu,,?  Tidak mudah bagiku melakukan hal yang tidak pernah ku lakukan.” Adrian mencoba membuat Shafa mengerti. “Kalau kamu tidak ikhlas melakukan itu semua, kamu bisa berhenti. Aku tidak pernah memintamu melakukan hal itu untukku.” Shafa semakin emosi. “ Bagaimana caranya untuk bisa membuatmu mengerti maksudku Shafa?” Adrian mulai putus asa, karena setiap dia menjelaskan, itu semakin membuat Shafa salah mengartikan. “ Terserah apa katamu, aku akan tetap melakukan apa yang aku inginkan. Dan kamu tidak boleh menolak itu”  ucap Adrian yang tidak ingin di bantah lagi. “Apa hakmu melarangku menolak keinginanmu?” tanya Shafa “Apa hakku? Jelas aku berhak semua atas dirimu termasuk melarangmu untuk menolakku. Karena kamu istriku. Bukankah Tuhanmu memerintahkan kamu untuk taat kepada suaminya?”  Shafa merasa tertohok dengan kalimat Adrian. Karena emosi, Shafa melupakan kodratnya sebagai istri Adrian. Shafa juga melupakan ketentuan dari Tuhannya sebagai  istri. Shafa terdiam. Tidak lagi menyangkal ucapan Adrian. “Katakan kepadaku, apa yang ingin kamu lakukan sehingga kamu terjatuh seperti itu?” Kali ini Adrian berkata lebih lembut. ”Aku ingin air.” Ucap Shafa sambil memalingkan muka. Tidak ingin melihat wajah Adrian.     Adrian melihat teko air yang berada di atas nakas. Ternyata teko tersebut sudah kosong. Adrian segera mengambil teko tersebut, dan membawanya ke dapur untuk mengisi kembali teko yang di bawanya. Setelah Shafa menuntaskan rasa dahaganya. Adrian mengajak Shafa segera berbaring. Keduanya tidur dengan posisi saling membelakangi satu sama lain. Satu jam lamanya, namun kedua mata Shafa tak jua dapat terpejam. “ Kamu belum tidur?” tiba tiba Adrian bertanya. “ hmm” Shafa menjawab dengan deheman saja. “ Maafkan perkataanku yang tadi.” Ucap Adrian dengan mengubah posisi tidurnya menghadap ke arah Shafa. “ ya “  Shafa menjawab dengan singkat. “ Hanya itu saja?” Adrian kembali memecah heningnya malam. “ Lalu apa maumu?” Shafa tidak mengerti dengan yang Adrian maksud. “ya,, di tambah kata apa kek,,, biar tidak terkesan irit bicara.” Ucap Adrian. “ Terus,,?” Shafa kembali bertanya dengan singkat. “ Shafa izinkan aku belajar memahami dirimu, izinkan aku berbuat banyak hal untukmu, aku tidak akan  memaksamu untuk menerimaku. Aku tahu, tidak mudah bagimu untuk mempercayai semua ucapanku. Tapi biarkan aku membuktikan kesungguhanku kepadamu!” Ucap Adrian serius. “Lakukan saja sesukamu Ad,,,”Shafa menjawab ucapan Adrian dengan posisi dirinya masih memunggungi Adrian. “Sungguh,,,” tanya Adrian memastikan.. “Jika aku melarangmu, pasti kamu tetap dengan pendirianmu dan berakhir memaksaku. Lalu untuk apa kamu meminta izinku?” Ucap Shafa. “Itu memang benar sekali, aku akan tetap melakukannya walaupun setiap hari harus berdebat denganmu. Aku tidak akan menyerah.” Ujar Adrian dengan mantap. “Baiklah, sekarang kita istirahat. Kamu pasti capek sedari sore marah marah terus.” Adrian mendekat ke arah Shafa ingin memeluk istrinya itu. “Siapa yang lebih dulu membuatku marah?” Shafa menyahut perkataan Adrian. Sejak Shafa di vonis lumpuh, Shafa menjadi mudah marah dan sensitif. “Sudahlah,,, jangan mulai lagi. Sekarang sudah sangat larut. Aku capek ingin tidur.” Ucap Adrian yang tidak ingin melanjutkan perdebatan. Adrian harus berusaha keras agar bisa dekat dengan Shafa.      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD