MERINDU

1425 Words
    Belum lama Shafa pergi meninggalkan Adrian sendiri di mansion. Adrian sudah merindukan Shafa yang baru empat jam tidak bertemu. Adrian ingin sekali mengikuti kemana pun Shafa pergi. Tapi Adrian masih ada meeting sore ini. “Tuan, sudah waktunya untuk meeting. Silahkan menuju ruang meeting.” Rico mengingatkan jadwal Adrian sore ini. “Rico, siapkan pesawat pribadi untukku setelah meeting selesai. Aku akan menjenguk istriku.” Perintah Adrian kepada Rico. Rico hanya geleng kepala, sepertinya tuannya ini benar-benar di mabuk asmara.     Selama dua jam Adrian mengikuti meeting, rasanya sudah sangat lama. Fikiran Adrian tidak lagi berada di ruang meeting lagi, melainkan mengembara di mana Shafa lah yang menjadi tujuannya.     Kenapa meeting ini terasa sangat lama sekali? Dan Shafa masih belum membalas semua chat yang aku kirim. Sedang apa Shafa saat ini. apakah dia juga merindukanku? Apakah dia juga selalu memikirkanku? Apakah dia sudah mulai mencintaiku lagi? Akankah perasaanku akan terbalas?     Begitu banyak yang di fikirkan Adrian tentang Shafa. sedari awal meeting, Adrian hanya melamun. Tidak satupun pertanyaan yang di jawab oleh Adrian. beruntung ada Rico yang menemani Adrian meeting. Sehingga semua pertanyaan dalam meeting tersebut di jawab oleh Rico.      Rico sendiri mulai tidak mengerti dengan bossnya kali ini. biasanya Adrian dapat memilah mana urusan pribadi dan mana urusan pekerjaan. Adrian yang selama ini sangat profesional dan perfect dalam kerja, kini sudah tidak ada lagi. Bahkan para karyawan sempat berbisik dengan kinerja Adrian saat ini. karena ini memang kali pertama Adrian tidak profesional dalam meeting. Untung saja ini merupakan meeting bulanan, dan laporan rutin setiap akhir bulan.     Adrian berkali kali melihat arloji yang melingkar indah di pergelangan tangannya. Sambil sesekali melihat layar ponsel, apakah ada balasan chat dari Shafa. ternyata masih saja sama. Tidak ada satupun chat yang di balas oleh Shafa. Adrian mulai sedikir kesal. Dan Adrian pun berdiri. “Meeting hari ini cukup sampai di sini saja. Untuk semua laporan, kirimkan saja kepada Rico.” Adrian segera pergi meninggalkan ruang meeting dan kembali ke ruangannya untuk mengambil jas serta dompet yang berada di dalam kantornya.     Adrian segera pergi dari kantor dan langsung menuju mobilnya. Rico membukakan pintu mobil untuk bossnya itu. Dan Adrian segera masuk ke dalam mobil yang di kemudikan oleh Rico. Rico segra melajukan mobil menuju bandara seperti yang Adrian perintahkan tadi siang sebelum memulai meeting.     Ya ,,, Adrian nekat pergi untuk menemui Shafa yang saat ini berada di luar kota.setengah jam perjalanan, kini Adrian dan Rico sudah berada di bandara dengan pesawat yang sudah siap untuk lepas landas. Adrian segera kaluar dari dalam mobil, begitu juga Rico. Rico memberikan kunci mobil kepada salah satu bodyguard yang ikut bersamanya. Dan berlalu mengikuti Adrian yang sudah masuk ke dalam awak pesawat.     Adrian duduk di kursi sofa yang empuk sambil menikmati segelas wine yang tersedia di dalam pesawat tersebut. hanya untuk sekedar mengalihkan sedikit kegundahan Adrian saat ini. Adrian sendiri juga tidak mengerti kenapa Shafa sangat mempengaruhi dirinya. Padahal, ia sempat membenci orang yang berstatus sebagai istrinya tersebut.     Satu jam berada di dalam pesawat. Serasa satu bulan bagi Adrian. ini sungguh terlalu lama. Adrian ingin segera bertemu dengan Shafa. jantungnya berdebar dengan cepat, setiap kali ia memikirkan semua tentang Shafa.Adrian ingin berada di sisi Shafa setiap saat. Semenjak Adrian melihat kecelakaan yang menimpa Shafa, Adrian merasa tubuhnya ikut sakit. Adrian juga merasakan sakit saat tahu, Shafa hanya di jadikan alat balas dendam seseorang kepada dirinya.     Adrian segera bersiap untuk turun, saat pesawat sudah landing. Rico sudah menyiapkan sebuah mobil untuk digunakanya bersama Adrian. Rico mengemudi dengan bantuan maps yang ada di poselnya. Sebab ponxel yang di gunakan Rico terhubung dengan pelacak yang ada di dalam ponsel Shafa.Satu jam perjalanan menggunakan mobil, akhirnya Rico dapat menemukan tempat yang Shafa gunakan selama berobat di sana.     Rico dan Adrian telah berada di sebuah rumah yang sederhana dengan pelataran yang cukup luas untuk parkir tiga buah mobil. Adrian segera turun dari mobil dan menuju pintu Rumah tersebut. “tok ,,, tok ,,, tok” Adrian mengetuk pintu rumah tersebut. “Sela ...” Siti terkejut dengan apa yang ia lihat, hingga tidak mampu untuk melanjutkan kalimatnya. “Siapa Sit? Kenapa ada tamu malam malam begini?” teriak Shafa dari belakang. “Anu ... anu ...” Siti tidak bisa menjawab pertanyaan Shafa, karena terkejut. Dan jangan lupakan pandangan tidak suka Adrian kepada Siti. “Ad ... kamu di sini?” Shafa juga tak kalah terkejut dengan apa yang dilihatnya. “Iya sayang, aku di sini. Aku sungguh mengkhawatikanmu.” Ucap Adrian yang sudah memeluk Shafa sejak Shafa keluar dari arah belakang. “Ad, kenapa kamu berada di sini?” Shafa bertanya kepada Adrian yang senantiasa masih memeluknya erat. “Aku ingin menemuimu sayang. Kenapa kamu tidak membalas chat yang aku kirimkan?” Adrian bertanya, pasalnya sudah sejak siang tadi Adrian mengharapkan balasan chat dari Shafa. “Chat?” Shafa sedikit bingung dengan apa yang di katakan Adrian. pasalnya Shafa sama sekali tidak menerima pesan apapun di ponselnya. Shafa sedikit mendorong tubuh Adrian. “Iya pesan yang aku kirimkan sejak satu jam setelah keberangkatanmu.” Adrian menjelaskan. Kemudia Shafa mengambil ponsel yang ada di dalam tas tangannya. Shafa membuka layar ponselnya, dan memang tidak ada satupun pesan chat yang masuk.  Adrian merasa heran, kenapa tidak ada satupun pesan di dalam ponsel Shafa? dengan teliti Adrian memperhatikan layar ponsel Shafa. “huh ,,, sayang, kenapa kamu suka sekali naik pesawat?” tanya Adrian “Apa maksudmu Ad?” Shafa tidak mengerti dengan ucapan Adrian. “Lihat ini!” Adrian menunjuk ke ikon kecil yang berada di atas.” Ini masih mode pesawat sayang, pantas saja semua chat yang aku kirim tidak masuk!” Adrian sungguh merasa gemas dengan istri mungilnya ini. Shafa merasa malu, karena lupa untuk menonaktifkan mode pesawat setelah turun dari pesawat tadi siang. “Maaf Ad, aku lupa!” dengan wajah tanpa dosa Shafa minta maaf. “Kamu tahu? Aku sangat mengkhawatirkan dirimu. Aku takut terjadi sesuatu kepadamu!” Shafa hanya menggeleng kepala, karena dirinya memang tidak tahu. “Sudahlah Ad, aku tidak apa apa kan? Apakah kamu belum makan malam?” tanya Shafa yang mencoba untuk mengalihkan pembicaraan. Adrian menggeleng, karena dirinya memang belum makan malam. Begitu juga dengan Rico. “Ayo kita makan malam bersama. Mbok Darmi dan Siti sudah menyiapkannya dari tadi.” Ajak Shafa.     Mereka makan malam bersama. Hanya Shafa, Adrian, dan Rico. Untuk yang lain, mereka akan makan malam setelah majikan mereka selesai makan. Terdengar suara pintu yang di ketuk dari luar, tandanya ada seorang tamu. Siti membuka pintu tersebut, dan sudah ada dokter Ariel di depan rumah. “Silahkan masuk dok, silahkan duduk.”Siti mempersilahkan dokter Ariel untuk masuk ke dalam rumah. “Mohon tunggu sebentar dokter, saya akan panggilkan Shafa.” dokter Ariel hanya mengangguk. Shafa keluar untuk menemui dokter Ariel setelah ia menyelesaikan makan malamnya. “Maaf dokter, sudah lama menunggunya?” Shafa merasa tidak enak telah membuat dokter Ariel menunggu. “Belum lama kok, bisa kita mulai pengobatannya?” tanya dokter Ariel “Bisa dok, mari ikut saya!” Shafa membawa dokter Ariel untuk masuk ke dalam kamarnya. “Sayang, siapa dia?” tanya Adrian. “Dia dokter Ariel yang akan mengobatiku.” Kata Shafa “Sekarang ini? malam ini?” tanya Adrian seakan tidak percaya. “Iya Ad” Shafa menjawab pertanyaan Adrian. “Kenapa harus malam ini? aku masih merindukanmu sayang! Tidak bisakah besok saja berobatnya?” Adrian merengek kepada Shafa. “Tidak Ad, aku sudah janji dari tadi siang. Dan terapy ini di lakukan setiap hari, setiap pagi dan malam.” Shafa masih menjelaskan dengan tenang. Meski saat ini Shafa merasa sangat malu kepada dokter Ariel karena tingkah Adrian yang kekanakan dan terkesan lebay. “Ayolah sayang!! Aku masih merindukanmu!” Adrian memohon “Ad, belum satu penuh aku meninggalkanmu untuk berobat. Dan kamu sudah mengikutiku di sini. Sebenarnya kamu tidak ingin aku segera sembuh kan?” ujar Shafa yang mulai emosi. “Bukan begitu sayang, aku Cuma ingin bersamamu.” “Ingin bersamaku dengan menunda pengobatanku?” ucap Shafa lagi. “Aku ingin kamu segera sembuh sayang, percayalah.” Adrian menahan diri agar dirinya tidak terbawa emosi. “Kalau kamu ingin aku segera sembuh, keluar dari kamar ini. biarkan aku berdua bersama dokter Ariel.” Shafa berucap tegas dan tidak terbantahkan. Adrian mengalah, ia membiarkan Shafa berdua dengan dokter tersebut di dalam kamar.     Adrian harus rela menunggu Shafa lagi di luar kamar. Padahal baru saja ia bertemu dengan istrinya setelah sekian jam tidak melihat wajah cantik nan mungil itu. Bagi Adrian, menunggu adalah sesuatu yang menyebalkan. Satu jam saja terasa begitu sangat lama. Tapi demi Shafa, ia rela menunggu.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD