PERGI BEROBAT

1701 Words
    Sejak terungkapnya kejahatan keluarga Wiliam, Shafa tidak lagi berharap untuk dapat kembali ke dunia nyata. Shafa takut jika ia terlalu berharap, maka hanya kecewa yang ia dapat. Hubungan Shafa dan Adrian juga semakin dekat. Tidak ada lagi perdebatan di setiap harinya. Shafa juga bisa mengontrol emosinya. Kini yang ada di otak Shafa adalah dirinya harus bisa bangkit lagi. Ia harus berusaha untuk sembuh. Dokter juga mengatakan kalau Shafa masih memiliki peluang untuk sembuh. Untuk itu Shafa mengikuti berbagai terapy yang di anjurkan oleh dokter.     Selama satu bulan, Shafa mengikuti terapy di rumah sakit. Jangankan untuk berdiri tegak, untuk menggerakkan jari kaki saja Shafa masih tidak bisa. Tapi Shafa tidak boleh patah semangat, ia terus saja berusaha mencoba menggerakkan salah satu jari kakinya.     Shafa juga mendapat saran agar Shafa juga berobat ke pengobatan tradisional atau bisa di sebut pengobatan akupuntur. Untuk pengobatan satu ini Shafa harus meminta izin kepada Adrian terlebih dulu, karena tempat pengobatan tersebut berada di luar kota. “Ad, bolehkah aku mengatakan sesuatu?” Shafa memberanikan diri untuk meminta izin Adrian yang sedang rebahan di atas ranjangnya. “Katakanlah, apa ada sesuatu yang membuatmu gundah?” Adrian tahu betul, kalau saat ini Shafa sedang gundah gulana. “Ad, aku ingin pergi keluar kota untuk sementara.” Ujar Shafa mengutarakan keinginannya. Adrian seketika mendekat ke arah Shafa yang berada di depan cermin. “Untuk apa kamu ke luar kota? Ke kota mana kamu akan meninggalkan aku?” Adrian menatap tajam Shafa. “Aku tidak meninggalkanmu, aku bilang untuk sementara. Aku ingin berobat di kota Podek. siapa tahu dengan berobat akupuntur di sana, proses penyembuhanku lebih cepat.” Shafa membelai lembut wajah Adrian. Shafa meyakinkan Adrian agar di izinkan untuk pergi. Adrian yang sempat emosi, kini sudah luluh dengan ucapan dan belaian tangan Shafa yang lembut. “Kamu ingin pergi bersama siapa? Jangan katakan jika kamu ingin pergi sendirian. Aku tidak akan pernah mengizinkan hal itu.” Tatapan tajam Adrian kini berubah menjadi tatapan sendu, seolah Adrian takut kehilangan Shafa. “Aku akan pergi bersama Siti dan mbok Darmi. Apa kamu mengizinkanku?” Shafa kembali bertanya sambil mengusap punggung tangan Adrian serta dengan binar mata memohon kepada Adrian. Adrian tak kuasa melihat mata nanar Shafa dan menghela nafas. “Baiklah, tapi berapa lama kamu berada di sana?” Adrian takut kalau Shafa akan pergi dan melupakannya. “Aku tidak tahu berapa lama aku di sana. jika dalam satu bulan ada perubahan, maka akan aku lanjutkan sampai aku benar benar bisa berjalan.” Ucap Shafa dengan mantap. “Lalu bagaimana denganku jika kamu terlalu lama pergi?” “Kamu bisa menjengukku kesana. Bukankah kamu bisa melakukannya meskipun setiap hari ke sana?” “hmm, kamu memang benar sayang. Aku merasa sedikit lega sekarang. Ngomong ngomong kapan kamu akan berangkat?” “Kalau bisa secepatnya, lebih cepat lebih baik.” Shafa sudah tidak sabar ingin segera berjalan kembali seperti sedia kala. “Ad, bagaimana kalau aku berangkat besok?” “Tidak sayang, aku masih belum puas berdua denganmu. Lusa saja kamu berangkat. Sekarang biarkan aku mengisi daya hidupku terlebih dulu.” Ucapan Adrian tidakterbantahkan. “Mengisi daya apa maksudmu Ad?” Shafa tidak mengerti demgan kalimat Adrian yang absurd itu. “sebelum kamu berangkat, biarkan aku bermanja manja dulu.” Kata Adrian dengan mengedipkan sebelah matanya.     Adrian mengangkat tubuh mungil Shafa dan di taruh di atas ranjang. Dengan perlahan Adrian meletakan tubuh Shafa seolah Shafa adalah barang antik yang mudah pecah. Kemudian Adrian mengikuti Shafa naik ke ats ranjang. Adrian berbaring di samping Shafa lalu mengangkat sedikit kepala Shafa dan di taruhnya lengan Adrian di bawah tengkuk Shafa agar di jadikan bantal Shafa. Keduanya pun terlelap dengan saling memeluk, dan berbagi kehangatan.     Shafa sangat senang dengan perlakuan Adrian saat ini. Shafa hanya bisa brdoa dalam hati, semoga ini adalah kenyataan tanpa harus ada kata pura pura lagi. Seperti inilah rumah tangga yang Shafa idam idamkan. Mengatasi masalah dengan kepala dingin, serta saling mengargai satu sama lain tanpa ada kata dusta dan selalu percaya.     Adrian mendekap tubuh mungil Shafa, dan di kecupnya seluruh wajah Shafa berkali kali. Mulai dari dahi, hidung, pipi, dagu dan terakhir adalah bibir tipis Shafa. Shafa hanya pasrah dengan perlakuan Adrian. tidak di pungkiri, Shafa menikmatinya. Shafa menikmati setiap moment yang ia lalui bersama Adrian. Shafa akan selalu mengingat saat saat indah ini. ***  Tiba saatnya Shafa untuk berangkat ke luar kota untuk berobat. Adrian mengantarkan Shafa hingga sampai bandara. “Sayang jangan lupa hubungi aku kalau sudah sampai ya! Jangan lupa makan dan yang paling penting jangan lupakan aku.!” Adrian memberi ultimatum kepada Shafa. “Siap boss.” Ucap Shafa sambil memberi hormat kepada Adrian. kemudian Adrian mengantarkan Shafa masuk ke dalam awak pesawat. Pesawat yang di gunakan Shafa dan mbok Darmi adalah pesawat pribadi milik keluarga Hutama. Seumur hidup, Shafa belum pernah sekalipun naik pesawat. Ini kali pertama Shafa naik pesawat. “Sayang kalau kamu ingin makanan, di sini sudah ada.” Adrian menunjukkan sebuah lemari es kecil di depan tempat duduknya. “Dan kalau kamu ingin istirahat, di sana ada sebuah kamar. Lengkap dengan ranjang dan juga kamar mandi.” Adrian menjelaskan. Yang di jelaskan malah menganga tidak menyangka kalau dirinya akan menaiki pesawat mewah seperti ini. “Ad, apa benar ini kabin pesawat? Ini bukan hotel kan?” Shafa tidak percaya dengan apa yang di lihatnya. “hahahaha kamu lucu sekali sayang, ini memang kabin pesawat sayang. Bukan hotel.” Kata Adrian sambil tertawa mendengar perranyaan dari istri kecilnya itu. “ye ,,, si boss norak banget sih!! Gak pernah naik pesawat memangnya?” Siti bicara dengan ceplas ceplos. “emang aku gak pernah naik peawat sebelumnya.” Kata Shafa. “Beneran kamu fa?” Tanya Siti yang terkejut dengan penuturan Shafa. “aw ,,, aw ,,, aw ,,, sakit bu! Kenapa aku di cubit sih?” Tanya Siti tanpa sadar. “Itu bibir di pake ngomong yang bener, jangan asal nyeplos aja.” Mbok Darmi memarahi Siti yang tidak sopan menurutnya. Dan benar saja, Adrian menatap Siti dengan sorot yang mematikan setiap orang yang bertatapan dengannya. “Maafkan anak saya yang tidak mengerti sopan santun  tuan!” mbok Darmi minta maaf atas kesalahan yang di lakukan oleh Siti anaknya. “Tidak apa mbok, aku suka Siti yang seperti ini.” Shafa menimpali perkataan mbok Darmi sebelum Adrian memarahi Siti. Seorang pramugari menghampiri Adrian untuk mengatakan sesuatu. “Maaf tuan, pesawat akan segera lepas landas.” Kata pramugari tersebut dengan sopan. Adrian yang mengerti segera pamit kepada Shafa. “Sayang kamu hati hati ya, jangan lupa hubungi aku saat sudah sampai tujuan.” Adrian mengingatkan Shafa. Shafa hanya mengangguk mengerti. “Dan kamu, jaga baik baik istriku. Kalau tidak, kamu akan merasakan hukumannya.” pesan Adrian kepada Siti. Adrian pun segera meninggalkan Shafa, Siti, mbok Darmi dan tidak lupa dua bodyguard setia Shafa. Siti bernafas lega saat Adrian benar benar sudah keluar dari awak pesawat.     Satu jam penerbangan, akhirnya Shafa dan rombongan sudah sampai dikota tujuan. Siti dan mbok Darmi terlihat begitu antusias untuk segera turun dari pesawat. Sahfa hanya tersenyum melihat tingkah pasangan ibu dan anak tersebut. pasalnya selama penerbangan selalu saja berdebat dan berbeda argumen untuk setiap perbincangan.     Reza dan Iwan sudah menyiapkan mobil selama berada di kota ini. ada dua mobil yang di sewa untuk berkendara menuju tempat pengobatan yang di maksud. Di dalam perjalanan, Shafa melihat banyak sekali pepohonan hijau di kanan kiri jalan, tempat yang dituju Shafa ini, merupakan desa terpencil yang jauh dari hiruk pikuk padatnya jalanan kota.     Di depan sebuah rumah sederhana, Shafa beserta rombongan keluar dari dalam mobil. Mereka ingin bertamu di rumah tersebut, yang menurut informasi adalah tempat tinggal seorang dokter tradisional dari tiongkok. Di pelataran rumah, banyak sekali bermacam macam obat herbal yang di jemur di bawah sinar matahari. “Toko ,,, tok ,,, tok .” Reza mengetuk pintu rumah tersebut. keluarlah seorang wanita paruh baya dari dalam rumah untuk membuka pintu. “Selamat siang, apakah benar ini rumah dari dokter tradisional dokter Ariel yang terkenal itu?” reza bertanya setelah wanita tersebut membukakan pintu. “Iya benar, silahkan masuk!” wanita tersebut mempersilakan masuk ke dalam rumah. “apa ada yang bisa saya bantu?” kata wanita itu. “Begini nyonya, saya ingin berobat dengan metode akupuntur untuk mempercepat proses penyembuhan kaki saya.” Kali ini Shafa yang berbicara secara langsung. “kalau boleh saya tahu, apa penyebab kaki anda seprti itu?” Shafa menceritakan semua kejadian tragis yang menimpanya, beserta diagnosis dokter tempat Shafa biasa terapy. “Baiklah kita bisa mulai hari ini juga.” Kata dokter tersebut. Di lain tempat ...     Adrian mondar mandir di dalam kamar. Ia resah karena Shafa tak kunjung memberi kabar. Adrian begitu khawatir, ia takut kalau sesuatu terjadi kepada Shafa. Beberapa chat yang Adrian kirim beberapa menit lalu, masih belum mendapat balasan dari Shafa. “Rico, hubungi Reza dan Iwan. Bagaimana keadaan Shafa saat ini. Kenapa dia masih belum membalas chat yang aku kirim.” Adrian menghubungi Rico karena tidak sabar ingin berbicara dengan Shafa. “ Maaf tuan, Reza dan Iwan juga tidak bisa di hubungi.” Rico melapor kepada Adrian. “ Apa katamu? Bagaimana bisa? Apa telah terjadi sesuatu kepada mereka?”  Adrian sangat khawatir. Pasalnya ini sudah 2 jam sejak pesawat yang di tumpangi oleh Shafa lepas landas. “ Rico cepat cari tahu apa yang terjadi pada istriku. Kalau perlu kamu pergi ke sana untuk memastikan keamanan Shafa.  Aku tidak ingin sesuatu yang buruk menimpanya lagi.” Kini Adrian semakin gusar. “Baik tuan.” Adrian tidak tahu harus menghubungi siapa lagi. Sedangkan ia tidak memiliki  nomor ponsel Siti yang menurutnya tidak penting. Lima belas menit kemudian, Rico kembali untuk melaporkan pencariannya. “ Lapor tuan, nona Shafa dan yang lainnya berada di gunung yang ada di kota itu. Mungkin di sana tidak ada signal, sehingga sangat sulit untuk di hubungi.” “ dari mana kamu tahu kalau mereka berada di gunung?” Adrian masih tidak yakin dengan apa yang di laporkan oleh Rico. “ Saya melacaknya dari ponsel yang nona gunakan.” Jawab Rico. “ Kamu benar juga. Bukankah dari awal sudah kamu beri pelacak pada ponselnya!” Adrian bergumam sendiri. Memang ya, orang jatuh cinta itu membuat orang tersebut menjadi bodoh, dan akal sehatnya hilang entah ke mana. Ucap Rico dalam hati.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD