Sinar terang yang menembus jendela kamar membuat Marinela terbangun. Samar-samar ia melihat seseorang sedang membukakan tirai jendela kamarnya dan sinar matahari pagi masuk seluruhnya ke dalam kamar. Ia bangun sambil mengucek-ucek matanya dan melihat ibunya berdiri di depan jendela dengan wajah tersenyum.
"Selamat pagi!"
"Pagi!"
Carmelita duduk di samping Marinela dan menatapnya dengan wajah lembut penuh keibuan. "Sebaiknya kamu segera berganti pakaian. Sarapan pagi sudah siap."
"Baik."
Sebelum pergi Carmelita mengecup keningnya. Marinela cepat-cepat bangun dan berganti pakaian. Di meja makan ibunya sedang menunggunya.
"Apa Kakak belum bangun?"
"Kakakmu tidak pulang semalam. Sebaiknya kamu cepat makan. Sebentar lagi kita akan pergi ke pantai."
"Pantai?"
"Iya. Tadinya Ibu akan mengajakmu jalan-jalan ke kota, tapi Ibu berubah pikiran."
"Horeee."
Marinela sarapan pagi dengan ceria dan mereka dikejutkan oleh kedatangan Alrico. Pria itu bermaksud membawa Marinela untuk berjalan-jalan bersamanya, tapi Carmelita memberitahunya kalau ia dan Marinela akan pergi ke pantai.
"Kita pergi bersama-sama ke sana."
Carmelita dan Marinela senang sehingga mereka tidak perlu naik bus lagi untuk pergi ke sana. Setengah jam kemudian, mereka sudah berada di mobil. Di dalam mobil, Marinela terlihat senang sekali. Dia bernyanyi dengan gembira. Laut sudah mulai terlihat dari jalan dan sudah tercium aroma laut.
"Ibu lihat! Lautnya indah sekali ya''.
"Iya, sayang,"jawab ibunya.
Mata beningnya terus menatap lautan biru yang ada di depannya. Ia sudah tidak sabar ingin segera turun dari mobil. Tidak berselang lama mobil yang dikendarai Alrico berbelok menuju tempat parkir. Marinela turun dari mobil dengan wajah senang dan menarik-narik lengan ibunya untuk mengikutinya menuju pantai dengan tidak sabar.
Marinela bermain air di pantai bersama Alrico dan ibunya menjaga barang bawaan mereka. Carmelita tersenyum senang melihat mereka saling kejar-kejaran di pantai. Suara tawa Marinela terdengar jelas dan Carmelita tidak rela kalau kebahagiaan mereka suatu hari nanti akan direbut oleh orang-orang yang tidak mereka kenal.
Alrico dan Marinela sedang berusaha membuat istana dari pasir dan hasilnya sangat jelek. Istana pasir itu rubuh diterpa ombak. Akhirnya mereka memutuskan untuk mencari kerang. Hasilnya Marinela menemukan banyak kerang dari pada Alrico.
"Ibu lihat! Aku berhasil menemukan banyak kerang. Kerang-kerang ini sangat cantik bukan? Aku menyukainya. Mungkin aku akan menjadikannya hiasan di kamarku dan aku akan memberikan sebagiannya lagi untuk Greta."
"Kerang-karang itu memang sangat cantik,"jawab ibunya.
"Ibu, aku haus."
Carmelita mengambil botol air dari dalam tas dan ternyata isinya sudah kosong.
"Kita kehabisan air. Sebentar ya Ibu beli dulu. Kamu tunggu di sini bersama Tuan Alrico. Jangan pergi kemana-mana. Ibu akan segera kembali."
"Baik, Bu."
Marinela dan Alrico berjemur di pantai menunggu ibunya kembali.
"Tempat ini indah."
"Ini pertama kalinya kamu pergi ke pantai?"
"Iya."
"Lain kali aku akan mengajakmu ke sini lagi."
"Benarkah? Baiklah. Aku akan memegang janji Kakak."
Alrico mengacak-acak rambut Marinela yang basah. Carmelita kebingungan mencari toko yang menjual minuman mineral. Setelah berjalan beberapa menit akhirnya dia menemukan sebuah mini market. Wajahnya terlihat lega sekaligus senang. Di sana dia mengambil beberapa botol air mineral dan tanpa sengaja dia menabrak seorang pria yang saat itu sedang membeli beberapa keripik kentang.
"Maaf Nyonya. Anda tidak apa-apa?"tanya pria itu.
"Saya tidak apa-apa terima kasih."
Pria itu membantu Carmelita mengambil botol yang terjatuh dan kemudian diberikan padanya.
"Terima kasih."
Cepat-cepat Carmelita membayarnya dan tidak lama pria itu keluar dari mini market. Ia kemudian pergi menuju sebuah rumah di dekat pantai. Ia menemui tuannya yang sedang duduk di teras belakang rumah yang langsung menghadap pantai.
"Ini keripik kentang yang Anda pesan."
"Terima kasih, Rex."
Rex mengangguk, lalu pergi. Martin memakan keripik kentang kesukaannya sambil memandang pantai. Di kejahuan ia bisa melihat keramaian orang yang sedang berjemur dan bermain.
Mereka tiba di rumah ketika hari sudah malam. Marinela terlihat terlelap tidur dan Alrico mengendongnya ke kamar, lalu mencium keningnya.
"Selamat malam! Semoga kamu mimpi indah."
Alrico keluar dari kamar Marinela dan ia bertemu dengan Carolina, tapi ia tidak berbicara padanya dan langsung berpamitan pulang pada Carmelita.
"Terima kasih untuk hari ini,"kata Carmelita.
Alrico tersenyum. "Tentu. Selamat malam!"
"Malam!"
Setelah Alrico pergi, Carolina memandang kesal pada ibunya.
"Kenapa Ibu tidak mengajakku juga?"
"Bagaimana Ibu mau mengajakmu? Kamu kan tidak pulang semalam, bahkan Ibu tidak tahu di mana kamu berada."
"Seharusnya Ibu memberitahuku kemarin kalau kalian akan jalan-jalan ke pantai."
"Rencana pergi ke pantai baru Ibu putuskan tadi pagi dan Tuan Alrico tiba-tiba saja muncul di depan rumah dan akhirnya kami pergi sama-sama."
Carolina masih terlihat cemberut.
"Semalam kamu tidur di mana?"
"Itu bukan urusan Ibu."
Carolina pergi ke kamarnya.
"Ibu harap kamu tidak berbuat hal-hal yang aneh lagi."
Carmelita menghela napas panjang, lalu pergi ke kamarnya. Malam itu Marinela tidur dengan nyenyak dan senyuman senang menghiasi wajahnya yang mungil memimpikan liburan pergi ke pantai bersama Ibunya dan Alrico.
***
Pada hari Minggu, Miguel datang ke rumah Carolina untuk menjemputnya makan siang bersama dengan keluarganya. Carolina sudah berdandan sangat rapi, karena ia akan diperkenalkan kepada orang tuanya Miguel. Pria itu datang dengan membawa sebuket bunga mawar merah.
"Apa kamu sudah siap pergi?"tanya Miguel dengan wajah ceria.
"Aku sudah siap."
Carmelita memperhatikan mereka dari balik dinding. Ia bertanya-tanya siapa pria yang datang menjemput putrinya. Apa pria itu adalah kekasih Carolina dan menjadi wanita simpanan pria itu? Carmelita hanya bisa menduga-duganya. Jika ia bertanya pada Carolina pun pasti tidak akan dijawabnya.
Miguel merangkul pinggang ramping Carolina dan membawanya keluar rumah, lalu ia membukakan pintu mobil untuknya.
"Apa orang tuamu nanti akan menyukaiku?"tanyanya setelah berada di dalam mobil.
"Orang tuaku pasti akan sangat menyukaimu."
"Semoga saja."
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih tiga puluh menit, mobil memasuki gerbang yang terbuka secara otomatis dan berhenti disebuah mansion yang lumayan besar. Miguel keluar terlebih dahulu, membukakan pintu mobil untuk Carolina. Ia menggandeng tangan wanita itu masuk ke dalam mansion. Carolina senang ternyata Miguel dan keluarganya termasuk golongan orang kaya di Cartarbella.
"Ayah, Ibu. Kami sudah datang."
Carlos dan Samantha berbalik. Pria itu sangat terkejut melihat Carolina begitu pun juga dengan Carolina, tapi Carlos berhasil mengendalikan keterkejutannya dengan cepat.
"Halo!"sapa Carlos.
"Ayah, Ibu. Ini Carolina, kekasihku. Carolina, ini orang tuaku."
"Senang bertemu denganmu. Kekasihmu cantik,"kata Samantha.
Carlos pun bersalaman dengan Carolina dan pura-pura tidak saling mengenal. Samantha mempersilahkan Carolina duduk.
"Sudah berapa kalian menjadi sepasang kekasih?"tanya Samantha.
"Satu bulan,"jawab Miguel.
Carolina merasa canggung terus diperhatikan oleh Carlos. Ia sama sekali tidak menyangka kalau Carlos adalah ayahnya Miguel dan ia akan mendapat masalah besar, jika Miguel tahu kalau ia adalah wanita simpanan ayahnya. Mereka tidak banyak bicara dan berusaha mencari kesempatan untuk berbicara berdua saja.
"Semoga kalian bisa menikah nanti,"kata Samantha.
"Aku tidak setuju,"kata Carlos tiba-tiba.
Mereka semua menoleh ke arah Carlos. Wajah Carolina menegang.
"Aku tidak mengizinkan mereka menikah dulu sebelum Miguel menjadi pria sukses sepertiku."
"Tapi Ayah setuju kan aku menikah dengan Carolina suatu hari nanti."
"Kita lihat saja nanti."
"Ayah,"seru Miguel.
"Ayolah Carlos! Setuju saja. Carolina cantik dan baik,"ujar Samantha. "Mereka pasangan serasi."
"Terima kasih, Bu."
"Kita bicarakan ini nanti saja. Lebih baik sekarang kita makan saja dulu,"kata Carlos.
Mereka beranjak dari sofa menuju ruang makan.
"Di mana Nigel?"
"Dia sedang makan siang bersama dengan kekasihnya,"jawab Samantha.
Miguel mengangguk mengerti dan mereka makan siang dengan tenang. Selama makan tidak ada satu pun yang bicara hanya terdengar denting suara dari alat-alat makan. Setelah selesai makan, Carlos diam-diam memberikan secarik kertas ke tangan Carolina dan ia membacanya saat ia pergi ke toilet.
Temui aku besok di apartemenku. Kita harus bicara.
Carolina merobek-robek kertas itu kemudian membuangnya ke tempat sampah. Ia melihat Miguel sedang berbicara dengan ibunya, lalu ia memutuskan untuk pulang.
"Buru-buru sekali,"kata Samantha.
"Aku tiba-tiba merasa tidak enak badan. Terima kasih makan siangnya."
"Aku akan mengantarmu pulang."
Carolina mengangguk, lalu berpamitan pulang.
"Lain kali datang lagi ke sini,"kata Samantha.
Carolina tersenyum dan mengangguk. "Sampai jumpa!"
"Sampai jumpa!"
Samantha memandangi mereka pergi sampai menghilang dari pandangannya.
"Aku harap kamu menyetujui hubungan mereka,"kata Samantha.
"Kita tidak tahu siapa dia dan keluarganya. Aku tidak ingin putraku menikah dengan wanita sembarangan."
"Aku rasa Carolina bukan wanita sembarangan. Dia cantik, baik, dan berpendidikan."
"Carolina bukan wanita yang tepat untuk Miguel. Putra kita bisa mendapatkan wanita yang lebih baik dari Carolina."
"Aku suka dengan Carolina dan aku yakin mereka saling mencintai."
Samantha masuk ke dalam mansion diikuti oleh Carlos.
***
Besok siangnya, Carolina tiba di apartemen Carlos. Pria itu langsung mencecar Carolina dengan banyak pertanyaan.
"Kenapa kamu tidak bilang kepadaku kalau kamu kekasih anakku?"
"Mana aku tahu kalau Miguel itu adalah anakmu."
"Apa kamu sedang mempermainkanku?"
"Tidak."
Carlos menatap curiga pada Carolina. Matanya disipitkan.
"Apa kami sedang memanfaatkan anakku?"
"Tidak."
"Jangan bohong! Miguel sudah menghabiskan banyak uang untukmu."
"Aku tidak minta apa pun padanya. Miguel sendiri yang memberikan semua keinginanku."
Carlos tertawa. "Aku rasa kau juga sedang memanfaatkanku. Aku tahu wanita sepertimu hanya ingin uang."
"Jadi sekarang apa maumu?"
"Aku ingin kamu putus dengan Miguel. Dia tidak pantas menikahimu."
"Kenapa?"
"Kamu bukan wanita baik untuknya."
"Apa kamu cemburu?"
"Untuk apa aku cemburu dengan wanita sepertimu. Sekarang aku akan memberikanmu dua pilihan. Tinggalkan Miguel atau aku memecatmu sebagai wanita simpananku."
Carolina terdiam dan berpikir sejenak, jika ia memilih Miguel, ia akan hidup pas-pasan, meskipun Miguel memiliki banyak uang. Jika ia memilih Carlos, hidupnya akan bergelimang harta dan pria itu akan memberikan uang bulanan yang cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari apa lagi sekarang ia sudah tidak bekerja lagi. Pilihan yang sulit baginya, karena ia akan kehilangan salah satu sumber keuangannya. Carolina menarik napas panjang.
"Apa jawabanmu?"
Carolina memandang Carlos. "Aku sudah memiliki jawabannya."
"Jadi apa jawabanmu?"
"Aku memilihmu."
"Kenapa?"
"Kamu lebih baik dari Miguel."
"Mulai sekarang kamu jangan berhubungan lagi dengannya."
"Baik."
"Bagus."
Mereka kemudian menghabiskan sisa waktu pertemuan mereka di atas ranjang. Tubuh mereka dibasahi oleh peluh. Terpancar rasa puas dan senang di wajah keduanya.
"Kamu memang luar biasa."
Carolina tersenyum, lalu tertidur karena lelah.
***
Hari demi hari dan Minggu demi Minggu telah berlalu, pagi itu Carolina bangun tidur dengan kepala pusing dan ia juga merasa mual dan ingin muntah. Ia cepat-cepat pergi ke kamar mandi dan mulai muntah-muntah. Carmelita mencemaskan keadaan Carolina.
"Kamu kenapa?"tanyanya setelah Carolina keluar dari kamar mandi.
"Aku tidak apa-apa. Hanya merasa mual dan pusing."
"Sebaiknya kamu pergi ke dokter."
"Aku hanya perlu istirahat saja nanti juga mual dan pusingku hilang."
Carolina pergi ke kamarnya dan dia duduk di tempat tidurnya. Tubuhnya pun terasa lemas. Ia melihat sebuah kalender di atas nakas samping tempat tidurnya, kemudian ia menyadari sesuatu dan mulai menghitung tanggal. Ia cepat-cepat pergi ke dokter.
"Aku pergi dulu."
"Kamu mau kemana? Bukannya kamu sedang sakit."
Carolina tidak menjawab pertanyaan ibunya.
"Ada apa dengan anak itu?"gumamnya.
Di rumah sakit, Carolina langsung memeriksakan diri dan dokter mengatakan kalau ia hamil. Ia tidak tahu harus senang, marah, atau sedih, bahkan ia tidak tahu anak siapa yang sedang ia kandung sekarang. Carlos atau Miguel?
Carolina pergi dari rumah sakit, ia yakin ini adalah anak Carlos, karena ia sudah sering tidur dengannya. Ia kemudian pergi menemui Alrico di villanya dan ia beruntung, karena Alrico sedang berada di villanya.
"Ada apa kamu ke sini?"
"Aku hamil."
"Apa?!"serunya terkejut dan tidak percaya.
"Ini buktinya."
Carolina menyerahkan bukti tes kehamilannya pafa Alrico.
"Aku ingin kamu bertanggung jawab, karena kamu adalah ayahnya."
"Apa kamu yakin itu anakku?"
"Tentu saja, karena aku tidak pernah tidur dengan pria mana pun,"katanya berbohong. "Kamu pikir aku wanita murahan."
"Bukan begitu."
"Aku tahu kamu tidak pernah suka padaku, tapi bagaimana pun juga kamu harus bertanggung jawab dengan menikahiku. Aku tidak ingin anakku nanti tidak punya Ayah."
"Jika itu memang benar anakku, aku akan bertanggung jawab, tapi untuk menikah denganmu, aku tidak bisa."
Carolina berteriak kesal. Apa yang ia inginkan selalu tidak tercapai.
"Aku mohon pikirkan ini baik-baik."
"Maaf tapi keputusanku sudah tetap."