Marinela terlihat senang, karena telah berhasil melakukan pertunjukkan musik untuk acara amal yang diadakan oleh Starlight Entertainment, tetapi hatinya sedih ketika dilihatnya Alrico bersama dengan Rhea. Marinela berusaha untuk tetap tersenyum dan tidak ingin ada orang yang melihat kesedihan hatinya.Tirai akhirnya ditutup setelah Marinela dan teman-temannya memberikan salam pada para penonton. Mr. Lane, terlihat sangat puas dengan pertunjukkan musik para muridnya
"Selamat! Kalian sudah mempersembahkan pertunjukkan musik yang luar biasa."
"Terima kasih,"kata Marinela mewakili teman-temannya.
"Sebaiknya kalian beristirahat, aku tahu pasti kalian sangat lelah."
Marinela dan Chester pergi ke ruang ganti bersama-sama. Sementara itu Alrico masih duduk di tempatnya bersama Rhea.
"Alrico, pertunjukkan sudah selesai sebaiknya kita juga pergi dari sini."
Tapi Alrico tetap tidak bergeming.
"Alrico."
Air mata menetes dan Alrico cepat-cepat menghapusnya.
"Ayo kita pergi dari sini!"kata Alrico.
Sekali lagi dia melihat ke belakang di mana beberapa saat yang lalu ia melihat Marinela sedang memainkan violin dan sekarang ia sudah tidak dapat melihat wajahnya lagi.
"Selamat tinggal, Marinela,"bisik hatinya.
Marinela telah berada di ruang ganti dan dia melihat satu buket bunga tulip merah. Ia segera mengambil dan memeluknya. "Anda ternyata datang dan melihatku. Terima kasih,"gumamnya.
"Penggemar rahasiamu selalu setia mendukungmu sampai kamu berhasil di setiap pertunjukan violinmu. Apa kamu sudah tahu siapa dia?"tanya Chester.
"Aku belun tahu siapa dia. Dia sangat berarti bagi hidupku."
"Kamu mencintainya?"
Chester sudah lama ingin menanyakan hal ini kepada Marinela dan ia merasa gelisah dengan jawaban yang akan diberikan Marinela kepadanya.
"Maksudmu apa aku mencintai si pengirim bunga tulip? Jawabannya tentu saja tidak,"jawabnya sambil memandangi bunga tulip merahnya.
"Maksudku Mr. del Castellar?"
Marinela agak terkejut ketika Chester mengajukan pertanyaan itu. Entah bagaimana pria itu punya pemikiran seperti itu. Ia tidak tahu apakah harus berkata jujur padanya atau tidak.
"Diamnya kamu itu artinya iya, kan?"
Marinela langsung mengangguk.
"Kamu baru saja menolak perasaanku padamu."
"Apa maksudmu?"
"Apa kamu tahu kalau aku mencintaimu sejak kita pertama kali bertemu, tapi sekarang di hatimu selalu ada Pak Alrico. Tidak ada tempat di hatimu untukku,"kata Chester sedih, kemudian dia melanjutkan kata-katanya lagi. "Tapi sepertinya sekarang aku harus merelakanmu untuk pergi dariku walaupun itu sangat menyakitkan untukku."
"Chester, maafkan aku."
"Tidak Marinela, kamu tidak perlu meminta maaf padaku. Kamu tidak salah."
"Kenapa kamu bisa berpikiran aku mencintai Pak Alrico?"
Lalu ingatan Chester kembali teringat akan kejadian di kapal pesiar. "Aku pernah melihatmu turun dari kapal pesiar bersama Pak Alrico."
"Hanya karena itu?"
"Iya. Beberapa waktu yang lalu secara tidak sengaja aku melihatmu berpelukan dengan Pak Alrico di pelabuhan. Sebenarnya apa yang telah terjadi diantara kalian berdua?"
Wajah Marinela terlihat menegang dan memberanikan diri menatap Chester yang menuntut penjelasan darinya.
"Ada apa Marinela? Apa kamu tidak ingin mengatakannya padaku."
Marinela terdiam dan dia meletakkan bunga tulip merahnya di meja rias, lalu duduk. "Aku menciumnya.
"Eh."
Marinela tersipu malu.
"Entah apa yang merasukiku sehingga aku berani menciumnya di dek kapal. Aku juga hampir tidak mempercayainya apa yang sudah aku lakukan dan sepertinya Pak Alrico tahu maksudku dan mengerti.
"Apa dia tahu kalau kamu mencintainya?"
"Sebenarnya aku tidak begitu yakin, karena aku tidak mengucapkannya secara langsung. Kamu jangan mengatakan apa-apa tentang hal ini pada Pak Alrico ya?"
"Kenapa?"
"Aku ingin dia sendiri yang mengatakannya padaku."
"Apa rencanamu sekarang?"
‘’Aku belum tahu."
Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu yang setengah terbuka dan membuat mereka terkejut. Seorang wanita cantik muncul dari depan pintu.
"Nona Rhea."
"Halo Marinela! Apa kita berdua bisa bicara sebentar?"
Marinela melirik Chester.
"Aku akan meninggalkan kalian berdua di sini."
Rhea duduk dan menatap Marinela tajam. "Apa yang Anda ingin bicarakan denganku?"
"Pertama-tama aku ingin mengucapkan selamat kepadamu karena pertunjukkan musikmu dan para peserta lainnya tadi sangat bagus."
"Terima kasih."
"Aku juga ingin mengatakan padamu, jangan pernah menganggu Alrico lagi dan juga jangan berada dekat-dekat lagi dengannya."
Rhea memberi peringatan pada Marinela sambil mendekatkan wajahnya kepada gadis itu.
"Tenang saja Nona Rhea, aku tidak akan dekat-dekat lagi dengan Pak Alrico. Bukankah aku sudah berjanji pada Anda."
"Itu bagus. Kamu harus memegang janjimu itu."
Rhea tersenyum sinis.
"Ada lagi yang ingin Anda katakan padaku lagi?"
"Tidak. Marinela, ingat kata-katamu tadi. Aku pergi dulu."
Rhea menutup pintunya dan Marinela duduk lemas di kursi. Air matanya menetes, lalu menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia akhirnya menangis melepaskan segala kesedihan yang ada di hatinya.
"Pak Alrico, aku mencintaimu,"ucapnya disela-sela isak tangisnya.
Marinela kembali teringat lagi dengan kata-kata Rhea di studio latihan beberapa hari sebelumnya. Saat itu Marinela kaget, Rhea mengetahui perasaannya pada Alrico.
"Jika kamu mencintai Alrico, tolong tinggalkan dia."
"Kenapa?"
"Karena kamu hubungan Alrico dan Ayahnya memburuk. Ayahnya datang menemuiku dan ayahnya bilang Alrico akan meninggalkan perusahaannya demi bisa menikah denganmu. Seperti yang kamu tahu, Alrico adalah penerus keluarga del Castellar. Apa kamu tega menghancurkan karir Alrico yang sudah ia rintis selama bertahun-tahun hanya demi bisa hidup bersamamu?"
"Tidak. Aku tidak ingin Alrico meninggalkan yang ia punya."
"Kalau begitu tinggalkan Alrico dan jangan mencoba mengganggunya lagi atau mendekatinya lagi. Karena kamu juga dia membatalkan pernikahan kami,"kata Rhea dengan wajah sedih.
Tiba-tiba air mata membasahi wajahnya.
Marinela menjadi bersalah, karena ia yang menjadi penyebab putusnya pertunangan mereka berdua.
"Marinela , jika kamu berada di posisiku. Bagaimana perasaanmu, jika tunangan yang kamu cintai memutuskanmu?"tanya Rhea sambil menangis.
"Aku pasti sedih."
"Marinela, Aku yakin kamu adalah wanita yang baik dan tidak akan mengambil kekasih orang lain. Kamu juga akan berkorban demi kebahagiaan Pak Alrico, benar kan Marinela?"
"Iya. Aku ingin Pak Alrico hidup bahagia."
Suara deringan ponsel membawanya kembali dari lamunannya. Marinela menjawabnya. Panggilan telepon itu berasal dari Bibi Flora yang sudah menunggunya di apartemen. Setelah berganti pakaian, ia pulang saat hujan turun cukup deras.
Marinela berjalan di bawah derasan air hujan sambil menangis. Orang-orang disekitarnya tidak menyadari kalau Marinela sebenarnya sedang menangis karena tersamarkan oleh air hujan. Tubuhnya sudah menggigil kedinginan dan bibirnya sudah mulai membiru. Kepalanya ditengadahkan ke atas sambil merasakan dinginnya air hujan menerpa wajahnya. Marinela berjalan menuruti kemana kakinya melangkah dan tanpa disadari dia sudah berada di depan pintu gerbang kediaman del Castellar. Marinela menatap sedih ke arah rumah itu di mana pria yang dicintainya berada.
Sementara itu di bandara, sesosok wanita muda mengenakan celana jeans dan blus putih keluar dari pintu kedatangan.
"Akhirnya aku kembali juga ke Teneva dan aku akan segera menemuimu, Marinela, karena aku sudah sangat merindukanmu."
Wanita itu mendorong trolinya dan tanpa sengaja dia membaca berita pengumuman pernikahan Alrico dengan Rhea di koran beberapa waktu yang lalu dan berita itu selalu diberitakan dikoran-koran. Seketika wanita itu berhenti dan membaca berita itu. Tatapan wanita itu terlihat marah dan tangannya meremas pegangan troli dengan kuat.
"Ini tidak mungkin. Dia tidak boleh dengan wanita itu. Tidak boleh. Pak Alrico harus tahu kebenarannya."
Dia kembali mendorong trolinya menuju pintu keluar dan dia dikejutkan oleh panggilan seseorang.
"Greta."
Wanita itu tersenyum dengan cepat ia mendorong trolinya ke arah orang yang memanggilnya.
"Greta,"seru bibi Flora.