"Kemarin malam kamu pergi makan malam dengan Alrico, bukan?"
Carolina memandang curiga pada Miguel dan resah, jika Miguel akan marah padanya. Ia tidak mau putus hubungan dengan pria itu sebelum Alrico mau menikah dengannya. Ia tidak ingin kehilangan salah satu sumber keuangannya.
"Aku memang makan malam dengan Alrico kemarin malam, tapi kami hanya makan malam saja sebenarnya aku sudah menolak ajakan Alrico, tapi dia terus memaksaku. Akhirnya dengan terpaksa aku mau makan malam denganku dan memberitahunya supaya dia jangan menggangguku, karena aku sudah memiliki kekasih, tapi Alrico tidak mau mengerti, bahkan dia mencoba memperkosaku, akhirnya aku berhasil kabur.".
Carolina pura-pura menangis. Miguel sudah terlihat sangat geram dan marah. Ia ingin sekali melampiaskan kemarahannya pada Alrico.
"Kurang ajar kamu, Alrico,"serunya marah.
Carolina senang Miguel sudah percaya dengan kata-katanya.
"Miguel, kamu jangan berkelahi dengannya. Aku tidak ingin kamu terluka."
"Tapi Alrico sudah berbuat kurang ajar padamu."
"Iya, tapi aku sudah tidak mempermasalahkan itu lagi."
"Tapi aku tidak bisa."
"Aku mohon jangan membuat masalah dengannya. Aku takut terjadi apa-apa denganmu."
Carolina kembali berpura-pura menangis. Miguel memeluknya. Mereka melepaskan pelukan ketika melihat Marinela sudah berdiri di depan mereka.
"Apa yang kamu lihat? Masuk ke dalam!"kata Carolina.
Marinela cepat-cepat masuk ke dalam dan Carolina memperhatikan adiknya itu sampai tidak terlihat lagi.
"Siapa dia?"
"Oh itu Marinela, adikku."
"Adikmu imut dan lucu "
"Dia sama sekali tidak imut dan lucu. Setiap hari dia selalu membuat masalah dan Ibu selalu dibuat menangis olehnya."
"Benarkah?"
"Iya. Adikku itu sangat nakal."
Miguel melihat jam tangannya. "Aku harus segera kembali ke kantor, jika tidak aku kena marah Ayahku lagi. Sampai jumpa nanti malam!"
"Nanti malam?"
"Iya. Kamu sudah berjanji padaku mau makan malam bersamaku malam ini."
"Oh iya aku ingat. Sampai jumpa nanti malam!"
Setelah mobil yang dikendarai Miguel menghilang, Carolina masuk ke rumah dan menutup pintu.
"Apa dia pacar Kakak?"
"Mau tahu urusan orang dewasa saja. Sana pergi ke kamarmu!"
"Aku mau pergi keluar."
"Terserah kamu saja."
Marinela keluar rumah menuju villa del Castellar dan nenek Marie sangat senang melihatnya lagi.
"Akhirnya kamu datang juga."
"Aku baru pulang sekolah dan tadi adalah hari terakhir sekolah sebelum liburan musim panas."
"Jadi besok kamu sudah mulai libur?"
"Iya."
"Nenek Marie, sedang membuat apa?"
"Oh ini baju hangat untuk Alrico."
"Pasti Kak Alrico akan senang menerimanya."
"Aku sudah lama tidak membuatkan baju hangat untuknya."
"Apa Nenek Marie mau mengajarkanku merajut?"
"Tentu saja dengan senang hati."
Marinela mengambil benang dan jarum rajut. Nenek Marie mulai mengajarkannya merajut. Tak terasa hari sudah sore dan Marinela menyimpan benang dan jarum rajutnya.
"Aku harus pulang sekarang kalau tidak Ibuku akan mencemaskanku. Terima kasih sudah mengajariku merajut. Besok kita lanjutkan lagi."
"Baiklah. Besok aku akan mengajarimu lagi."
Marinela kemudian teringat sesuatu.
"Ah besok aku tidak bisa, karena aku ada janji dengan temanku untuk minum teh di rumahnya. Besok lusa saja aku datang lagi ke sini."
Nenek Marie tersenyum. "Baiklah. Bersenang-senanglah besok dengan temanmu itu."
Marinela mengangguk. "Sampai jumpa lagi!"
"Sampai jumpa!"
Marinela berjalan menuju pintu gerbang. Di depan pintu ia berpapasan dengan mobil yang dikendarai oleh Alrico. Pria itu membuka kaca jendela mobil dan memanggil namanya.
"Marinela."
Marinela nampak senang bisa bertemu lagi dengan Alrico. Ia segera menghampiri pria itu di kursi pengemudi.
"Kamu mau kemana?"
"Aku mau pulang."
"Masuklah! Aku akan mengantarmu pulang."
Marinela membuka pintu depan mobil, lalu masuk.
"Tadi kamu bertemu dengan Nenek Marie?"
"Iya. Tadi dia mengajariku merajut."
"Itu bagus."
"Aku senang bisa bertemu dengan Kakak lagi."
"Aku juga."
"Bagaimana kabar Kakakmu?"
"Kakakku baik-baik saja. Tadi sebelum aku datang ke sini, Kakakku sedang bersama pacarnya."
"Pacar?"
"Iya. Sepertinya mereka tadi berdebat, tapi mereka baikan kembali."
"Ah jadi begitu. Siapa nama pacar Kakakmu?"
"Kalau tidak salah dengar namanya Miguel."
"Ah sudah aku duga."
"Apa Kakak mengenalnya?"
"Iya."
Mobil berhenti di depan rumah Marinela.
"Sudah sampai."
"Terima kasih."
Alrico membantunya membuka sabuk pengaman. Sebelum turun, Marinela mengecup pipi Alrico dan gadis kecil itu tersenyum.
"Cepat masuk ke rumah!"
Marinela membuka pintu mobil dan masuk ke dalam rumah. Sambil tersenyum, Alrico kembali mengemudikan mobilnya.
Marinela menyambut kedatangan Ibunya tidak lama setelah ia pulang dan langsung membantu Ibunya menyiapkan makan malam, lalu Marinela bercerita kalau ia tadi pergi ke villa del Castellar dan diajarkan merajut oleh nenek Marie.
"Seharusnya aku datang lagi besok, tapi besok Greta mengundangku minum teh di rumahnya. Apa Ibu mengizinkanku datang ke rumah Greta?"
"Tentu, tapi kamu jangan nakal di sana."
"Aku akan bersikap baik."
Carmelita mengelus-elus kepala Marinela sambil tersenyum. Gadis itu membawa makanan ke meja makan bertepatan dengan Carolina keluar kamar sudah berpakaian rapi hendak pergi.
"Kakak mau kemana?"
"Ini buka urusanmu."
Carolina pergi begitu saja. Carmelita tidak berkata apa-apa lagi dan sepertinya ia juga sudah lelah berdebat dengan Carolina.
"Kita makan malam berdua saja."
Marinela mengangguk dan mulai makan dengan lahap.
***
Marinela terbangun dipagi harinya oleh kicauan burung. Ia beranjak dari tempat tidurnya dan membuka tirai jendela. Sinar matahari langsung menerangi kamarnya, dibukanya jendela dan seketika angin segar di pagi hari berhembus. Marinela merasa takjub melihat pemandangan indah dari jendela kamarnya. Ia dikagetkan oleh suara ketukan di pintu. Carmelita masuk ke kamar dan melihat Marinela sedang duduk di dekat jendela.
"Cepat berpakaian, sebentar lagi sarapan pagi. Ibu tunggu di ruang makan."
Marinela langsung mengenakan pakaiannya. Rambutnya yang coklat di kuncir dua dihiasi pita berwarna pink. Sepuluh menit kemudian, Marinela keluar kamar dengan wajah segar dan sudah berpakaian rapi. Ia mengambil tempat duduknya.
"Di mana Kakak?"
"Dia belum bangun."
Marinela mengangguk mengerti, lalu memakan omeletnya dengan lahap. Setelah selesai makan, ia membantu ibunya mencuci peralatan makanan. Setelah selesai, ia mengambil tas, lalu pergi.
"Aku pergi dulu!"
"Hati-hati di jalan!"
Marinela berjalan menuju rumah Greta yang berjarak kurang 500 meter dari rumahnya. Sebagian penduduk sudah bekerja, jadi jalanan nampak sepi. Jalanan menuju ke rumah Greta melewati beberapa rumah penduduk lainnya dan juga perkebunan.
"Pagi Marinela!"sapa Mrs. Calderon
"Pagi Mrs. Calderon! Hari ini Anda terlihat cantik,"pujinya.
Wajah wanita itu langsung memerah .
"Marinela, hati-hati di jalan!"
Marinela berjalan dengan wajah riang, karena baginya pagi ini terasa indah dan ia tersenyum ketika dilihatnya Greta sudah menunggunya di tikungan jalan menuju rumahnya.
"Pagi Greta!"
"Pagi!"
Greta tersenyum, lalu berjalan di samping Marinela. Perjalanan menuju rumah Greta memakan waktu lima belas menit dengan berjalan kaki. Mereka telah melewati depan segerombol pohon birch. Sinar matahari hanya bisa menembus sedikit sehingga menimbulkan beberapa garis putih di udara dan titik-titik putih di tanah. Mereka berjalan menyusuri tepian lahan perkebunan yang dipagari oleh pohon cemara dan pohon maple. Suara tawa ceria mereka bergema. Tidak lama kemudian mereka berdua sudah berada dijalan lapangan hijau terbuka yang luas yang dipenuhi oleh cahaya matahari.
Mata kecilnya berbinar-binar ketika melihat keindahan tempat di depan matanya. Marinela dan Greta berlari-lari, meloncat-loncat, dan memutar-mutar tubuhnya menghirup udara segar. Ratusan bunga Narcissus tumbuh disana.
"Lihat rumahku sudah terlihat!"seru Greta.
Mereka berlari menuju rumah Greta. Kedatangan mereka disambut oleh ibunya Greta.
"Marinela, kenalkan ini Ibuku! Ibu ini Marinela."
Marinela terkesima melihat kecantikan ibunya Greta.
"Senang bertemu dengan Anda, Mrs. Grey."
"Senang bertemu denganmu juga, Marinela. Silahkan masuk!"
Marinela masuk dan merasa takjub melihat rumah Greta yang indah dan luas tidak seperti rumahnya yang kecil. Mereka duduk di ruang keluarga. Berbagai macam kue telah terhidang di meja. Marinela sudah tidak sabar mencicipi semua kue-kue itu. Sepanjang hari itu mereka habiskan untuk bermain bersama dan makan siang bersama.
Pada sore hari, Greta dan ibunya kedatangan seorang tamu, yaitu bibinya Greta.
"Bibi Flora, aku senang Bibi datang,"kata Greta yang berlari ke arahnya dan langsung memeluk bibinya.
"Kamu sudah tumbuh semakin besar dan juga cantik."
Greta tersenyum lebar. "Tentu saja. Aku kan sekarang sudah besar."
"Flora, aku senang kamu datang,"kata ibunya Greta.
"Aku juga senang bisa bertemu dengan kalian lagi."
Flora melihat seorang anak perempuan di belakang ibunya Greta.
"Siapa dia?"
"Ah ini. Teman sekelasnya Greta, Marinela.
Flora menatap Marinela lekat-lekat. Ada sesuatu di dalam diri Marinela yang membuat Flora tertarik. Wanita itu langsung menyukai Marinela.
"Aku Flora."
"Senang bertemu dengan Anda, Mrs...."
"Panggil saja aku, Bibi Flora."
"Bibi Flora."
Bibi Flora tersenyum.
"Kalian berdua bermainlah di luar. Ibu dan Bibi Flora mau bicara."
Greta mengajak Marinela keluar dan bermain ayunan.
"Bibimu cantik seperti Ibumu."
"Bibi Flora memang cantik banyak pria yang ingin menikah dengannya, tapi sayang sepertinya Bibi Flora tidak ingin menikah lagi."
"Jadi sebelumnya Bibi Flora sudah pernah menikah?"
"Iya, tapi suaminya meninggal karena sakit. Sejak saat itu Bibi Flora tidak pernah dekat pria mana pun. Ibu dan Ayahku sudah berkali-kali menjodohkannya dengan pria-pria kenalan mereka, tapi semua pria yang dikenalkan kepadanya ditolak semua."
"Jadi begitu. Apa dia sudah punya anak?"
"Belum. Bibi Flora berencana untuk mengadopsi seorang anak, tapi sepertinya itu akan sulit."
"Bibi Flora wanita yang baik. Aku suka kepadanya."
"Bibi Flora memang baik."
Di dalam rumah, Bibi Flora sedang melihat ke arah Marinela yang sedang bermain ayunan.
"Sepertinya kamu tertarik dengan Marinela,"tanya ibunya Greta.
"Iya kamu benar. Aku ingin mengadopsi anak itu."
"Apa kau sidah gila? Marinela masih mempunyai seorang Ibu dan seorang Kakak."
"Oh jadi begitu."
"Sayang sekali aku tidak jadi mengadopsinya."
"Apa yang membuatmu tertarik pada Marinela?"
"Entahlah. Dia gadis yang baik dan spesial."
"Kamu ini aneh. Jika kamu ingin punya anak segeralah menikah lagi."
"Jangan bahas itu lagi. Aku tidak akan menikah lagi."
"Terserah kamu saja."
***
Carolina yang sedang membaca majalah sambil menikmati minum teh tiba-tiba wajahnya menjadi ceria, saat Carlos mengajaknya bertemu di restoran. Tidak membuang waktu, ia segera berganti pakaian.
Carlos tersenyum senang ketika Carolina datang.
"Aku senang kamu tadi menghubungiku. Aku bosan di rumah terus,"kata Carolina bersikap manja.
"Itu sebabnya aku ingin mengajakmu jalan-jalan."
"Apa kamu tidak takut, jika ada temanmu atau kenalanmu melihat kita berdua?"
"Jangan khawatir teman-temanku jarang pergi ke tempat ini."
"Aku mengerti. Itu sebabnya kamu selalu mengajakku ke tempat yang agak jauh."
Makanan yang dipesan oleh Carlos akhirnya datang.
"Apa keluargamu tidak tahu tentang hubungan kita, kan?"
"Tentu saja tidak."
Carolina menyuap spaghetiinya dengan lahap. Setelah selesai makan, mereka pergi ke toko perhiasan dan Carlos memberikan satu set berlian. Matanya berbinar-binar senang. Perhiasan berlian yang diberikan Carlos lebih bagus dari pada yang dibelikan oleh Miguel dan harganya pun sangat mahal.
Carolina memakai semua perhiasan itu.
"Kamu semakin tambah cantik."
"Terima kasih. Kamu baik sekali,"seru Carolina kegirangan.
Inilah hidup yang diinginkan Carolina dikelilingi oleh barang-barang mewah. Hidupnya tidak akan pernah kesusahan lagi. Ia bisa mendapatkan lebih dari ini, jika ia berhasil menikah dengan Alrico pikirnya. Ia akan menjadi seorang ratu dan akan dihormati oleh banyak orang. Carolina masih memandangi perhiasan berlian yang masih melekat di tubuhnya. Ia begitu persona dan seperti mimpi.
"Apa kamu suka?"
"Tentu saja aku suka."
"Sudah kuduga kamu pasti suka."
Mereka keluar dari toko perhiasan dan sisa hari itu mereka habiskan bersama di sebuah kamar hotel.
***
Carmelita yang baru saja pulang dari perkebunan mendapatkan rumahnya sepi. Ia duduk di kursi goyang dekat jendela di ruang keluarganya yang nyaman sambil merajut beberapa pakaian hangat untuk Marinela. Ia sudah lama ingin membuatkan baju hangat untuk Marinela dan sekarang ia ada waktu untuk melakukannya. Jarum jam berdetak keras dan sudah sekian kalinya dia melihat ke arah jam. Hari sudah hampir menjelang malam, tapi Marinela belum juga pulang membuat Carmelita gelisah. Ia bermaksud untuk menyusulnya ke rumah Greta, tapi baru saja ia akan beranjak dari kursi goyangnya, derap langkah terdengar di depan pintu.
"Ibu, aku pulang."
Marinela membuka sepatunya yang belepotan dengan tanah dan menyimpannya di depan pintu dan langsung menuju meja makan. Carmelita sudah berada di depan gadis kecil itu dan menatapnya kesal.
"Kamu dari mana saja? Ibu sangat mengkhawatirkanmu."
"Maafkan aku, tadi aku bermain sampai lupa waktu."
Marinela tertunduk sedih.
"Lain kali jika kamu akan bermain lagi harus ingat waktu. Apa kamu mengerti?
"Baik. Aku tidak akan mengulanginya lagi."
"Bagus. Sekarang kamu pergi mandi. Setelah itu kita makan malam!"
Marinela mengikuti ibunya dari belakang melewati ruang depan yang sudah terlihat rapi dan begitu bersih sehingga dia takut untuk mengotorinya. Kamar Marinela terlihat sederhana dan dinding kamarnya dilapisi oleh kertas dinding bercorak garis-garis lembut berwarna ungu. Lantainya terbuat dari kayu dan ditengah-tengah lantai ada karpet berbentuk segi panjang berbulu berwarna abu-abu muda.
Di dekat jendela ada meja belajar dan diatasnya ada rak buku tempat Marinela menyimpan semua buku pelajarannya. Disudut yang lain dekat jendela ada tempat tidur terbuat dari besi yang di hiasi oleh kelambu. Jendelanya memiliki tirai muslin berenda berwarna ungu. Marinela Setelah mandi ia cepat-cepat mengenakan pakaiannya dan langsung naik ke tempat tidur.