13. Kunjungan tak terduga

1896 Words
Malam berganti hari, fajar menyusup masuk ke dalam kamar. Sinar matahari menyentuh pipinya yang terlihat pucat, Rhea terbangun kemudian tertidur lagi. Tidurnya terlihat gelisah dan lebih banyak bergerak sampai akhirnya terbangun sepenuhnya. Samar-samar dilihatnya seorang pelayan mendekatinya. "Selamat pagi Nona!" "Pagi!" Rhea beranjak dari tempat tidurnya dan pergi ke kamar mandi. Tidak lama kemudian ia kembali dengan wajah yang segar, lalu menyantap makan paginya di kamar. Ia teringat dengan pembunuhan yang ia lakukan semalam. Cepat-cepat ia mencari berita tentang sekrang pria yang tewas di taman. Ia menyalakan TV di kamarnya. Wajahnya menegang melihat berita pembunuhan di taman kota. Sekarang pelakunya sedang dicari. Rhea berharap perbuatannya tidak diketahui oleh siapa pun. Pria itu pantas mati, karena sudah membuat hidupnya menderita. Ia menjadi ketakutan ketika berita itu mengatakan ada kamera CCTV di taman tersebut. Wajahnya kembali pucat dan selera makannya jadi hilang. Ia begitu ceroboh sudah membunuh pria itu tanpa terpikirkan ada kamera di sana. Hidupnya akan hancur sebentar lagi dan ia akan kehilangan semuanya. Rhea berjalan mondar-mandir di kamarnya sambil menonton berita untuk mengetahui perkembangan pembunuhan. Ia mengganti saluran TV berkali-kali yang sedang menayangkan berita pembunuhan kemarin malam. Ia kembali memindahkan saluran dan terlihat marah ketika wajah Marinela muncul di TV sedang diwawancarai mengenai suksesnya pertunjukkan musiknya beberapa hari yang lalu. Rasa sakit hatinya kembali muncul. Rhea mengepalkan kedua tangannya. Ia pun segera berganti pakaian dan mengambil tasnya. Sebuah tas terlepas dari tangannya dan isinya berceceran keluar. Ia dengan sembarang memasukannya kembali ke dalam tas sampai akhirnya dia memungut sebuah sapu tangan yang di dalamnya terdapat pisau yang masih berlumuran darah yang ia gunakan untuk membunuh. Ia menjadi panik dan lupa menyingkirkan pisau itu dan mencari cara untuk menyembunyikannya. Pisau itu disembunyikan di dalam kotak kayu yang ia simpan dalam lemari. *** Alrico yang sedang menikmati secangkir teh sambil membaca koran tentang persiapan pertunjukkan musik amal yang diadakan oleh perusahaannya merasa cemburu melihat berita mengenai kedekatan Marinela dengan Chester, meskipun Marinela kemarin telah berjanji untuk menunggu dirinya, tapi rasa cemburu itu tetap merayapi hatinya. "Andai saja mereka tahu kalau Marinela itu adalah milikku, mereka tidak berani mengatakan kalau Chester adalah kekasih Marinela. Aku akan segera menemui ayahku untuk segera melamar Marinela walaupun ayahku tidak setuju." Suara ketukan pintu mengagetkannya. Ia merasa heran siapa yang datang pagi-pagi menemuinya. Alrico begitu terkejut dengan kehadiran orang yang sekarang ada di hadapannya. "Ayah,"serunya terkejut. "Halo Alrico!" "Apa yang Ayah lakukan di sini?" "Tentu saja untuk menemuimu. Boleh Ayah masuk?" Alrico memberikan jalan untuk ayahnya masuk. Ternyata kamu menempati kamar yang sangat mewah." "Kapan Ayah datang?" "Baru saja dan langsung menemui di sini. Bagaimana keadaan perusaahaan?" "Semuanya baik-baik saja. Ayah datang ke sini bukan hanya sekedar menanyakan keadaan perusahaan dan mengunjungiku karena mengkhawatirkanku bukan? Jadi apa yang Ayah inginkan dariku?" "Kamu sudah tahu keinginan ayah, aku ingin kamu segera menikahi Rhea?" "Maaf Ayah, tapi keinginan ayah kali ini tidak bisa aku kabulkan. Wanita yang akan menjadi istriku bukanlah Rhea, tapi Marinela, karena aku sudah sejak dulu menyerahkan posisi itu padanya." Elliot terlihat kesal dan marah, tapi Alrico sudah tidak peduli lagi. "Setuju atau tidak setuju aku akan tetap menikahi Marinela." Alrico teringat dengan perkataan neneknya beberapa tahun yang lalu, ia harus menikah dengan wanita yang ia cintai. "Lupakan gadis itu! Dan nikahi Rhea. Ini perintah." Alrico menatap ayahnya dengan kesal. "Aku akan tetap menikah dengan Marinela. Aku tidak ingin menyesal dikemudian hari. Selama ini aku selalu menuruti keiinginanmu sudah saatnya sekarang Ayah menuruti keinginanku." "Alrico,"teriaknya. "Aku tidak akan pernah menyutujui pernikahan kalian. Kamu adalah satu-satunya penerus pemimpin keluarga del Castellar." "Kenapa Ayah tidak menyukai Marinela sebagai menantumu? Dia baik, cantik, dan berbakat." "Tapi Rhea lebih baik darinya. Dia berasal dari keluarga kaya dan terhormat tidak seperti Marinela yang sama sekali tidak punya keluarga, bahkan asal-usul keluarganya tidak jelas." "Aku tidak akan merubah keputusanku." "Kalau kamu tetap bersikeras menikahi gadis itu, aku tidak akan menganggapmu sebagai anakku lagi,"kata Elliot penuh emosi. "Kalau itu keinginan Ayah, baiklah aku menerimanya dan aku bersedia mengundurkan diri sebagai CEO Starlight,’’kata Alrico dengan nada tinggi. "Kau demi gadis itu kamu rela meninggalkan semuanya. Sebegitu dalamkah cintamu pada gadis itu?" "Benar. Aku memang sangat mencintainya dan aku tidak bisa hidup tanpanya. Apa pun yang terjadi aku akan mempertahankan cinta yang aku miliki untuk Marinela." Elliot menamparnya dengan keras dengan tatapan sangat marah pada Alrico. "Luc, kita pergi dari sini." "Baik Tuan Elliot." Alrico memandangi kepergian ayahnya dengan rasa kesal, lalu dia berdiri di depan cermin. Pipinya terlihat merah di mana ayahnya menamparnya tadi. "Ayah, aku tidak akan menyerah begitu saja. Tamparannya cukup keras juga,"katanya sambil mengelus-elus pipinya. *** Marinela dan para pemain lainnya berlatih sangat keras dan latihan mereka menjadi semakin baik. Hal itu membuat Mr. Lane sangat senang. Hari ini Marinela terlihat lebih ceria dibandingan kemarin dan itu membuat Mr. Lane senang. Chester pun ikut senang. Mr. Lane berpikir yang membuat Marinela lebih ceria hari ini mungkin karena adanya pemberitaan tentang hubungan kedua pemain musiknya, yaitu Marinela dan Chester. Ia berharap ada suatu hubungan khusus terjalin diantara mereka berdua, tapi hal itu ditepis mentah-mentah ketika secara tidak sengaja dia mendengar pembicaraan Marinela dengan bibi Flora yang datang berkunjung. "Marinela, sebaiknya kamu lupakan saja Pak Alrico? Dia tidak cocok untukmu. Kehidupan kalian sangat berbeda. Marinela, aku mohon lupakan saja cintamu padanya. Di sini masih banyak laki-laki yang pantas kamu cintai." "Kenapa kamu membicarakan hal itu lagi? Bukannya kamu sudah tahu dengan jelas dengan perasaanku sekarang. Aku mencintai Pak Alrico." "Aku sangat takut kalau akan terjadi sesuatu yang buruk, jika kamu bersama dengannya." "Bibi Flo, jangan bicara seperti itu lagi. Itu membuatku takut." Marinela bergidik. "Aku bukannya menakutimu, aku takut kamu tidak akan bahagia dengannya." "Aku pasti akan hidup bahagia dengannya, karena aku mencintainya." Bibi Flora mendesah pasrah. "Sepertinya hatimu sudah memutuskan untuk tetap mencintainya." Marinela mengangguk. Mr. Lane segera pergi setelah mendengarkan pembicaraan mereka. "Marinela mencintai Mr. del Castellar? Sudah aku duga pasti ada sesuatu diantara mereka berdua,"gumamnya sambil berlalu pergi. Ketika Marinela selesai latihan, Rhea datang menemuinya dan tentu saja itu membuat Marinela terkejut. Mereka berdua pergi ke sebuah ruangan istirahat. Bibi Flora merasa ada hal yang tidak enak akan terjadi. Marinela terlihat canggung berduaan dengan Rhea. "Ada apa Anda mencariku?" "Alrico sudah membatalkan pernikahannya denganku." Marinela terlihat terkejut. "Kamu mencintai Alrico, bukan?" Marinela tambah terkejut lagi, karen Rhea mengetahui perasaannya pada Alrico. "Kamu tidak perlu sungkan untuk mengatakannya padaku." "Itu benar." Rhea berusaha menahan rasa marahnya pada Marinela. Ia masih belum merelakan Alrico pergi darinya dan ia juga tidak rela jika Alrico bersama Marinela. "Dia lebih memilihmu daripada aku." "Maaf!" Marinela merasa sedih. Ia tahu kalau Rhea juga mencintainya. Bibi Flora sejak dari tadi mendekatkan telinganya ke pintu, dia merasa penasaran dengan pembicaraan mereka. Ia berharap tidak terjadi apa-apa pada mereka berdua. Sepuluh menit pun telah berlalu. "Kenapa lama sekali? Apa sih yang sedang mereka bicarakan?" Jantung Flora berdetak semakin kencang. Ia samar-samar mendengar suara menangis yang berasal dari dalam dan ia segera membuka pintu. "Marinela, ada apa?" Bibi Flora terlihat bingung ketika dilihatnya Marinela dengan wajah bersimbah air mata. "Ada apa ini? Kenapa kamu menangis? Apa yang sudah perempuan ini lakukan padamu?" Marinela hanya diam. "Marinelaaaa,"teriak Bibi Flora, tapi Marinela tetap diam, lalu ia menatap Rhea. "Apa yang sudah Anda lakukan kepadanya?"tanya bibi Flora marah. Marinela menarik tangan bibi Flora. ’’Sudahlah Bibi Flo jangan bertengkar dengannya." Bibi Flora menepis tangan Marinela. "Cepat katakan!" Rhea tersenyum sinis. "Aku hanya mengingatkan Marinela siapa dirinya." Rhea akhirnya berlalu pergi tanpa mengatakan apa pun lagi. "Marinela, sebenarnya apa yang sudah terjadi? Apa yang sudah dikatakan oleh wanita itu padamu tadi?"tanya bibi Flora dengan tatapan memohon. "Tidak ada yang terjadi." "Aku tidak percaya. Mana mungkin tidak terjadi apa-apa. Wanita itu sudah membuatmu menangis. Pasti telah terjadi sesuatu." Marinela memeluk bibi Flora. "Maafkan aku! Biarlah kali ini aku menyelesaikan masalah ini sendirian." "Tapi Marinela...." "Aku mohon jangan banyak bertanya lagi padaku tentang ini." "Baiklah, aku tidak akan bertanya lagi, tapi kalau kamu membutuhkanku, aku siap membantumu." "Terima kasih." Marinela menghapus air matanya. *** Alrico terlihat senang dan sibuk memilih pakaian untuk bertemu dengan Marinela sore ini. Dia begitu senang ketika gadis itu meneleponnya untuk segera menemuinya. Marinela tidak terlihat bahagia. Wajahnya terlihat suram. Ia berusaha untuk tidak menangis lagi. "Aku harus mengatakannya pada Pak Alrico walaupun ini akan membuatku sangat sedih. Aku harus bisa mengatakannya,"gumamnya. Marinela pergi dari apartemennya. Bibi Flora hanya menatap kepergian Marinela dengan tatapan sedih. Marinela telah berada disebuah kafe menunggu kedatangan Alrico.Tidak lama kemudian, Alrico datang dan tersenyum ketika dia melihat Marinela sedang menunggunya. "Ada yang sedang kamu pikirkan?"tanyanya. Marinela terkejut Alrico sudah duduk di sampingnya. "Kapan Anda datang?" "Baru saja. Dari tadi kamu melamun. Apa yang sedang kamu pikirkan?"tanyanya sekali lagi. "Ada banyak yang aku pikirkan." "Jadi kenapa kamu tiba-tiba ingin bertemu denganku?" Sejenak Marinela terlihat ragu. "Aku dengar Anda telah membatalkan pernikahan kalian." Alrico terdiam dan tidak mengerti dari mana Marinela mengetahuinya. "Siapa yang mengatakannya padamu?" "Itu tidak penting." "Pasti Rhea yang mengatakannya padamu bukan?" Marinela terdiam. Bagi Alrico diamnya Marinela berarti apa yang ia katakan benar. "Jadi itu benar kalau Rhea yang telah mengatakannya padamu. Aku memang sudah membatalkan pernikahanku dengannya." "Sebaiknya jangan batalkan pernikahan kalian." Alrico sangat terkejut dengan perkataan gadis itu. "Kamu ini bicara apa?" Marinela meraih tangan Alrico dan menatapnya. "Menikahlah dengannya!" "Tidak Marinela. Aku tidak akan menikah dengannya, karena aku tidak mencintainya. Tapi kenapa kamu menginginkanku untuk menikah dengannya? Bukannya kamu sudah berjanji untu menungguku sampai aku menjemputmu." "Aku membatalkan janjiku padamu. Maaf!" Alrico berdiri. "Tidak. Kamu tidak bisa membatalkan janjimu padaku,"teriak Alrico dan pengunjung kafe melihat ke arahnya. "Pak Alrico duduklah!" "Aku mohon jangan menyuruhku melakukan yang tidak aku inginkan." "Maaf. Tapi keputusanku sudah bulat. Aku tidak akan menunggumu lagi." "Bisakah kamu mengatakan alasannya padaku kenapa?" "Rhea lebih membutuhkanmu saat ini." "Tidak. Rhea sekarang tidak membutuhkanku." "Kamu salah, sekarang dia sangat membutuhkanmu. Jadi menikahlah dengannya dan hidup berbahagia dengannya." Marinela kemudian pergi tanpa mengatakan apa-apa lagi. Selama satu jam, Alrico masih duduk ditempatnya semula. Ia tidak habis pikir mengapa Marinela pikirannya bisa berubah begitu cepat dan menyuruhnya menikahi Rhea. Ia yakin sesuatu telah terjadi dan akhirnya ia nemutuskan pergi menemui Rhea di kediamannya. "Rhea, ada dirumah?"tanya Alrico kepada pelayan yang membukakan pintunya. "Nona ada di halaman belakang." Alrico segera masuk dan pergi ke halaman. Rhea sedang asyik mengurus tanamanannya. "Rhea, aku ingin bicara padamu." "Alrico, ini suatu kejutan kamu datang ke sini." "Apa yang telah kamu katakan pada Marinela?" "Memangnya apa yang sudah Marinela katakan padamu?" "Dia tidak mengatakan apa pun padaku, tapi dia menyuruhku untuk menikah denganmu." "Jadi dia mengatakan itu padamu, tapi aku tidak mengatakan apa pun padanya. Aku hanya mengatakan kalau kamu sudah membatalkan pernikahan kita. Bukannya aku sudah merelakan kamu pergi dariku, jadi jangan salahkan aku jika dia memintamu untuk menikah denganku." "Kamu tidak mengatakan apa-apa padanya?" "Sepertinya kamu tidak percaya padaku. Terserah jika kamu tidak percaya padaku. Sekarang pergilah aku tidak ingin diganggu lagi olehmu." Alrico pergi meinggalkan Rhea. "Sepertinya Marinela menuruti perintahku untuk menjauhi Alrico dan sepertinya rencanaku berhasil,"bisik Rhea di dalam hatinya. *** Marinela langsung masuk ke kamarnya begitu ia tiba di apartemennya. Ia mengurung diri di kamar dan menangis. Seharusnya ia tidak pernah jatuh cinta kepadanya. Ia kemudian mengingat pembicaraannya dengan Rhea. Ia sengaja tidak memberitahu pria itu, karena ia tidak ingin menjadi perusak hubungan ayah dan anak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD