Apa yang aku harapkan?

1542 Words
Setelah perdebatan tadi susana di meja makan menjadi hening, Mami Gina yang tadinya merasa sangat lapar kehilangan selera makannya. Ia bangkit dari duduknya lalu pergi meninggalkan meja makan tersebut tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Bara yang melihat melihat Maminya pergi lantas juga berdiri untuk menyusul sang Mami, Ia sangat sangat merutuki kebodohannya karena telah membiarkan Erlin berbicara sesuka hatinya. "Mau kemana kamu sayang? habisin dulu makannya!" Ucap Erlin sambil menahan tangan Bara. Sungguh ia tidak akan memberikan kesempatan untuk Bara pergi menemui Maminya. Namun Bara yang merasa kecewa tidak memperdulikan perkataan Erlin, Ia segera melepaskan tangan Erlin dengan kasar. "Bukan urusanmu!" Jawab Bara dengan dingin. "Bara! Bara! Teriak Erlin sambil memutar badannya. Tapi dengan cepat punggung Bara sudah menghilang. Diam-diam Erlin mengepalkan kedua tangannya. "Awas saja kau nenek lampir! akan ku buat perhitungan denganmu karena telah membuat Bara mengabaikanmu. Lihat saja nanti!" Ucap Erlin dalam hati dengan sorot mata penuh kebencian. Sebenarnya ia sudah tidak berselera lagi, Namun jika tiba-tiba ia meninggalkan meja makan, maka akan di bilang tidak sopan oleh ayah mertuanya. "Tidak! tidak! itu tidak boleh tejadi" Batin Erlin. Ia harus bisa mengambil hati Papi Bara, hanya Papi William satu-satu harapa Erlin agar tidak di tekan oleh Mami Gina. "Mami!" Panggil Bara. Ia berjalan mendekati wanita laruh baya itu yang sedang memandang taman dari jendela kamarnya. Mami Gina memutar kepalanya sekilas untuk melihat Bara, lalu kembali membawa padangan ke arah bunga di bawah sana. Tiba-tiba Bara memeluk Mami Gina dari belakang seperti anak kecil. "Mami maafkan aku!" Ucap Bara dengan raut wajah menyesal. Nanum Mami Gina hanya diam saja tanpa ada niat untuk menjawab. Karena tidak ada respon dari sang Mami, Bara melepaskan pelukannya lalu meraih tangan Maminya, hingga posisi mereka sekarang berhadapan. Tapi Mami Gina memalingkan wajahnya karena masih kesal akibat penolakan Erlin tadi. Bara paham betul bagaimana lerasaan Maminya. "Mam, aku janji! Aku akan penuhi keinginan Mami untuk memiliki cucu. Namun aku harap Mami harus bersabar dulu, beri aku waktu karena semuanya butuh proses, Mi!" Ujar Bara sambil menatap lekat mata sang Mami. Mami Gina membuang napas kasar, mungkin disini dia lah yang salah dan terlalu egois karena selalu menuntut pikirnya. "Kamu tidak perlu minta maaf, Nak! Disini jelas masih yang salah, karena terlalu memaksakan kehendak. Kamu dan istrimu berhak menentukan pilihan mau punya anak atau tidak." Ucap Mami Gina. "Mulai sekarang dan untuk seterusnya Mami tidak akan lagi berharap apapun dari kalian termasuk seorang cucu. Mami juga minta maaf karena telah menekan kalian untuk memiliki seorang anak. Kamu tidak perlu merasa bersalah, Nak! Mami sudah bahagia hidup seperti ini. Mungkin akhir bulan ini Mami dan Papi akan pindah ke Jerman untuk menikmati hari tua." Ujar Mami Gina panjang lebar. Bara terhenyak mendengar ucapan sang Mami, Ia pun semakin merasa bersalah kepada wanita yang telah melahirkannya itu . Selama ini ia tidak sadar akan kesepian Maminya tanpa seorang cucu yang akan membuat hari-harinya bahagia. "Mami tenang saja, aku akan berusaha lebih keras lagi, dan Mami tidak perlu kemana-mana apalagi ke Jerman. Aku tidak akan mengizinkannya. Ia sudah lelah menanti yang hal tidak pasti, Mami Gina pun sudah memikirkan bagaimana ia menikmati masa tuanya, mungkin ia dan suaminya akan membuka sebuah panti asuhan di Jerman. ** Satu minggu sudah berlalu, Raisa masih setia menemani ibunya di rumah sakit, Gadis cantik itu sudah meminta izin kepada Bara. Karena sang suami lagi ada pertemuan di luar negeri, ia pun di beri izin. Raisa begitu senang dan ia menggunakan waktunya sebaik mungkin. Toh nantinya jika seandainnya Raisa hamil ia pasti akan jarang mengunjungi Ibunya. Bara pun juga sudah mewanti-wanti dari sekarang, karena pria itu ingin dirinya cepat hamil dan tidak terlalu banyak aktifitas yang menguras tenagga. Setelah malam pertama itu Bara tidak lagi menyentuhnya. Raisa mendesah kasar, Ia masih melihat ibunya memejamkan mata. "Cepatlah hadir, Nak! Papa kamu sudah menunggu! Mama juga ingin segera merasakan kehadiranmu disini!" Gumam Raisa sambil mengelus-elus perutnya. Beberapa menit kemudian Ibu Yanti membuka matanya secara perlahan. "Raisa!" Panggil Ibu Yanti dengan suara pelan. Raisa yang sibuk melihat benda pipihnya, langsung mengalihkan atensinya kepada sang ibu. " Iya, Bu! Ibu butuh sesuatu?" Tanya Raisa dengan lembut. Lalu ia menggenggam tangan wanita paruh baya tersebut. "Andin mana, Raisa?" Tanya Ibu yanti sambil mengedarkan pandangan namun tidak menemukan sosok yang ia cari. "Andin lagi di jalan, Ibu. Sebantar lagi juga sampai" Jawab Raisa sengan senyum di bibirnya. "Ibu lapar? Mau Raisa suapan makan?" Tanyanya lagi. Ibu Yanti menggeleng, "Tidak, Nak! Ibu belum lapar" Sahut Bu Yanti. Ceklek... Andin masuk sambil membawa beberapa makanan di tangannya. "Ibu sudah bangun?" Tanya Andin yang masih memakai seragam sekolah. Ibu Yanti tersenyum senang, kini ia sudah lega melihat kedua buah hatinya. "Kalian pasti belum makan, Iyakan? Kalau begitu mari kita makan bersama. Aku sengaja lo beli makanan kesukaan Ibu, biar Ibu makan banyak dan makin gendut kayak Sinchan, Heheehe ..." Ucap Andin sambil tertawa, kedatangan gadis remaja itu sangat menghibur orang yang ada di ruangan itu. Diam-diam Raisa mengulum senyum, ia sangat bahagia melihat senyum yang terpatri di wajah ibu dan adiknya. Kondisi ibunya pun makin lama makin membaik, meski masih dalam pantauan dokter. Satu jam kemudian mereka bertiga pun sudah selesai makan, Suara dering ponsel mengalihkan perhatian Raisa. Ia melihat sang suamilah yang menelpinya. "Halo, Mas!" Jawab Raisa lembut. [Cepat pulang, aku ingin kau sudah ada di rumah sebelum aku disana!] Titahnya yang tentu saja tidak bisa si tolak oleh Raisa. "Baik, Mas! Aku permisi dulu sama ibu" Jawabnya lagi. Setelah itu Bara mematikan teleponnya sepihak. Raisa menarik napas dalam-dalam, beginilah kosenkuesi hubungan tanpa cinta dan hanya sebatas kontrak kerja. Semuanya terlihat hambar, bahkan perlakuan Bara pun terhadap dirinya sangatlah dingin. Raisa berjalan ke arah Ibu dan adiknya. "Ibu aku pergi dulu ya! Nanti kalau cuti kerja Raisa bakalan jengukin Ibu, Ya!" Ujar Raisa lembut dengan senyum di wajahnya. "Iya, Tidak apa-apa, Nak! Kamu kerjanya yang rajin ya, agar bisa sukses dan memiliki kehidupan yang baik" Jawab Ibu Yanti, hanya doa yang mampu ia ucapkan untuk sang anak, dan semoga saja Tuhan selalu melindungi Raisa anaknya. Iya tidak mau anaknya kesusahan, karena ia tahu betul selama ini Raisalah yang menanggung semua beban keluarganya. "Dek, jagain Ibu Ya! Kakak pergi dulu. Jangan lupa jaga kesehatanmu" Ucap Raisa yang langsung di angguki oleh Andin. Setelah itu Raisa keluar dari ruangan itu dan berjalan ke depan parkiran rumah sakit untuk mencari taksi. Tidak lama kemudian taksi pun berhenti dan Raisa pun bergegas menaikinya. Tiga puluh menit kemudian Raisa sampai di apartemen milik Bara, gadis cantik itu tergesa-gesa memasuki kamarnya untuk membersihkan diri. Setelah itu ia pun menuju pantry untuk memasak beberapa makanan karena suaminya akan pulang. Walaupun dirinya hanyalah istri kontrak Bara, setidaknya ia adalah istri sah secara agama walau pernikahannya siri. Karena sesungguhnya status istri kontrak tidaklah ada dalam agama. Yang nama istri tetaplah istri. Satu jam berkutat dengan di pantry akhirnya akhir masakan yang ia masak selesai satu persatu. Raisa hanya memasak makanan yang sederhana saja seperti olehan cumi, udang dan beberapa menu yang berbahan dasar ayam. "Huft! Akhirnya selesai juga!" Gumam Raisa ia lalu melepaskan apron yang melekat pada tubuhnya. Setelah itu ia menghidangkan semua menu yang ia masak di atas meja makan dengan sangat rapi. Saat dirinya hendak ke kamar, gadis itu mendengar ada yang mengakses pintu apartementnya. Ia pun mengurungkan niatnya dan berjalan mendekati pintu tersebut. Ceklek... Pintu terbuka, masuklah seorang pria tampan yang tak lain adalah Bara suaminya. Raisa dengan hati senang menyambut kepulangan suaminya itu, lalu gadis itu mendekat dan mengulurkan tangan hendak menyalami suaminya, Namun bara tidak menanggapi ia melihat Raisa dengan tatapan dingin dan berlalu melewatinya begitu saja. Hati Raisa mencolos karena di abaikan begitu saja, tangan yang menggantung di udara terpaksa ia turunkan. "Apa yang aku harapkan? mana mungkin dia akan memperlakukan aku seperti seorang istri! sadar Raisa! Sadar! Kamu baginya hanya seorang wanita menyewakan rahim untuknya. Tidak lebih. Camkan itu!" Ucap Raisa dalam hati. Gadis itu tersenyum getir, miris sekali nasib pernikahannya. Namun detik kemudian ia menggeleng "Tidak, ini tidak boleh! aku melakukan ini semua demi ibu! Jadi aku tidak boleh menyesalinya." Gumam Raisa. Lalu ia pergi menyusul suaminya kedalam kamar. Saat di dalam kamar, ia tidak melihat Bara. Namun ia mendengar bunyi gemercik air dari kamar mandi. Raisa berjalan ke menuju walk in closet untuk mengambil pakaian yang akan di gunakan suaminya. Raisa yang masih sibuk memilih-milih pakaian yang akan di gunakan Bara sampai tidak sadar pintu kamar mandi terbuka. Bara keluar dengan rambut basah dan handuk yang melilit di pinggangnya. Langkahnya terhenti ketika melihat Raisa yang lancang menyentuh barang-barangnya. "APA YANG KAU LAKUKAN?" Teriak Bara dengan lantang hingga membuat Raisa terlonjak kaget dan menghentikan kegiatannya. Bara berjalan dengan kangkah cepat menghampiri Raisa, lalu Mencengkram pergelangan gadis itu dengan kuat. "Aku tanya sekali lagi, apa yang kau lakukan disini? Ucapnya dengan penuh penegasan dan sorot mata tajam. Tubuh Raisa menegang mendengar teriakan Bara. "A-aku sedang membantu mas mengambil pakaian" Jawab Raisa sambil menunduk. "Siapa yang menyuruhmu, Hah?" Bentak Bara, ia semakin mencengkram pergelangan Raisa. "Ti-tidak ada, Mas!" Jawab Raisa dengan mata yang sudah berkaca-kaca Karena merasa geram dengan tingkah Raisa, Bara memelintir tangan Raisa hingga gadis itu merintih kesakitan. "Aww ... Sa-sakit Mas!" Rintih Raisa yang merasakan remuk pada pergelangan tangannya kanannya. Bara menatap tidak suka ke arah Raisa. "Jangan lancang menyentuh barang-barang milikku! dan jangan pernah kau menginjakkan kaki di kamarku ini! MENGERTI?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD