Perubahaan Mood

1132 Words
Karena merasa geram dengan tingkah Raisa, Bara memelintir tangan Raisa hingga gadis itu merintih kesakitan. "Aww ... Sa-sakit Mas!" Rintih Raisa yang merasakan remuk pada pergelangan tangannya kanannya. Bara menatap tidak suka ke arah Raisa. "Jangan lancang menyentuh barang-barang milikku! dan jangan pernah kau menginjakkan kaki di kamarku ini! MENGERTI?" Bentak Bara yang marah dengan raut wajah menakutkan. "Me-mengerti, Mas!" Jawab Raisa sambil menunduk, sungguh hatinya sangat terluka atas perlakuan Bara. Padahal niatnya baik agar laki-laki itu tidak perlu lagi repot-repot mengambil pakaiannya. Namun kenyataanya salah, dia malah mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari Bara. "Lepas, Mas! Tanganku sakit sekali" Cicit Raisa pelan, air matanya jatuh begitu saja. Gadis itu masih tidak mau melihat wajah Bara yang menakutkan itu. Bara menghempaskan tangan Raisa dengan kasar, sehingga membuat gadis cantik itu meringis kesakitan. "Kau jangan besar kepala hanya karena aku sudah menyentuhmu. Satu hal yang harus kau ingat, Raisa! Aku melakukan itu bukan karena cinta tapi aku sudah membayar mahal untuk itu. Kalau bukan karena aku butuh seorang anak, aku tidak akan sudi menyentuhmu! Melihat tubuhmu saha aku sangat jijik. Jadi kau harus sadar diri dan tau dengan batasanmu". "Kau tidak perlu bersikap seperti seorang istri, karena aku tidak membutuhkannya. Dan kau harus tahu bahwa aku sudah mempunyai seorang istri yang jauh lebih baik dan tentunya levelnya lebih tinggi darimu. Jadi kau tidak perlu berlagak sok baik kepadu" Ucap Bara sambil menoyor dahi raisa dengan jari telunjuknya. Sehingga beberapa kali kepala gadis itu tertekuk kebelakang. "Maaf, Mas! Aku tidak akan mengulanginya lagi" Ucap Raisa dengan raut wajah penuh penyesalah. "Keluar!" Teriak Bara dengan dingin. Tanpa banyak bicara Raisa dengan cepat keluar dari kamar itu. Ia memegangi dadanya karena masih shock dengan perkataan Bara. Raisa berlai menunu kamarnya. Brak!... Raisa membanting pintu kamarnya, Perkataan Bara bagaikan belati yang menghujam ulu hatinya. Penghinaan yang Bara katakan sangat melukai harga dirinya. Kata jijik yang keluar dari mulut Bara membuatnya sakit hati yang teramat dalam. "Bukankah kamu yang paling menikmati penyatuan tersebut, Mas? Dan sekarang apa? Kamu bahkan enggan untuk bersentuhan tangan denganku. Sehina dan sejijik itukah diriku dimatamu?" Ucap Raisa sambil terisak seorang diri. Raisa melihat pergelangan tangannya memar akibat cengkraman Bara. Bahkan untuk di gerakkan saja terasa sangat sakit. apalagi di pergunakan untuk aktivitas yang lain. "Ibu, ini kah harga yang harus aku bayar? Hiks ... hiks, Tapi rasanya sakit sekali, Bu!" Gumam Raisa sambil terisak pilu. Ia tertuduk sambil memeluk kedua lututnya dan membenamkan kepala di antara kedua lututnya tersebut. Beberapa jam kemudian, Raisa membersihkan diri di kamar mandi. Setelah itu ia berganti pakaian dan berjalan menuju meja makan. Netranya menatap nanar makan di atas meja, makanan yang belum di sentuh sama sekali. Ia membawa pandangan ke arah kamar Bara yang masih tertutup. Masih segar di ingatannya bagaimana Bara membentaknya tadi. "Sayang sekali makanan ini jika harus terbuang" Ucap Raisa lirih. Ia mengambil makanan itu satu per satu dan meletakan kedalam piringnya. Raisa tidak memperdulikan meski makananya sudah dingin, bagi orang kalang bawah makanan dingin sudah biasa, yang terpenting perutnya kenyang. Raisa memakan makanannya sedikit tidak bernapsu. Belum sampai separuh ia sudah menyudahi makanannya. Setelah itu ia membereskan meja makan dan membuang makanan yang tersebut dengan berat hati. Setelah selesai, Raisa mencuci piring sisa makanan tadi. setelah itu hendak ke kamar mengambil ponselnya. Namun saat hendak menaiki tangga ia melihat Bara keluar dari kamarnya. Gadis itu urung untuk ke kamarnya ia akan menunggu Bara di bawah. Bara menurungi tangga, dan melewati Raisa begitu saja. "Mas, mau makan?" Tanya Raisa lembut. "Tidak" Jawab Bara singkat. "Mau aku buatkan kopi?" Tanya Raisa lagi. "Bisa diam tidak? Panas telingaku mendengar ocehanmu. Bentak Bara membungkam mulut Raisa. "Maaf! Aku ke kamar dulu, Mas. Permisi! Ucap Raisa, ia segera menuju kamarnya dengan perasaan yang tercabik-cabik. Sesampainya di kamar, Raisa segera mengambil ponselnya. Kemudian ia berjalan menuju balkon. Gadis itu mendongak menatap bintang yang bertaburan di langit. Entah apa yang sedang ia pikirkan. Yang jelas moodnya sedang tidak baik hari ini. ** Hari berganti hari, minggu pun berganti. Hari ini tepat dua bulan pernikahannya Raisa dan Bara. Namun tetap tidak ada yang berubah, Bara hanya sesekali pulang dan tetap berlaku dingin kepadanya. Seperti pagi ini, ketika Bara hendak berangkat kerja. Raisa tetap mengularkan tanggannya untuk menyalami suaminya itu. Tapi Bara bersikap acuh dan tidak mau menerima uluran tangan Raisa. Entah apa alasannya yang jelas ia hanya ingin bersentuham fisik jika hanya berhubungan badan saja. "Hati-hati ya, Mas! Jangan lupa sarapan" Ucap Raisa melambai-lambaikan tangannya. Tidak lupa senyum manis yang ia tampilkan. Padahal dalam hati begitu terkoyak luka yang sudah menganga. Raisa sudah berjanji kepada dirinya sendiri akan tetap bersikap hangat dan melakukan tugasnya sebagai seorang istri walaupun Bara tidak pernah memperlakukannya dengan baik. Anggap saja sebagai bentuk balas budi karena sudah mau memberikan uang untuk pengobatan ibunya, hingga ibunya sudah sembuh. Di Perusahaan, Bara sedang melakukan meeting dadakan terkait penggelapan dana perusahaan yang tidak sedikit. Karyawan yang mendengar itu langsung ketar ketir karena belum mempersiapkan diri sedikitpun. "Sekali lagi saya tegaskan, bagi yang merasa melakukan atau yang berkonspirasi dalam penggelapan dana perusahaan harap temui saya setelah meeting ini. Saya tunggu di ruangan saya dalam waktu tiga pulu menit. Silahkan serahkan surat pengunduran diri secara baik-baik" "Jika dalam waktu tiga puluh menit tidak ada yang mau menyerahkah diri, Jangan salahkan saya jika polisi yang akan mencari kalian dan siap-siap kalian akan mendekam di jeruji besi serta di blacklist dari perusahaan manapun" Ucap Bara tegas kepada semua karyawannya. Beberapa karyawan menatap horor pada CEO tampan tersebut.Bagaimana tidak, Tatapannya yang dingin dan aura yang mengintemisdasi membuat seketia nyali mereka menciut. Beberapa karyawan nampak sedang berbisik-bisik tentang siapa yang jadi tersangkanya. Namun tidak ada dari mereka yang mengaku. "CEO kita kenapa, ya? Sepertinya moodnya lagi buruk" Ucap salah satu karyawan disana. "Entahlah, mungkin lagi PMS. Tatapannya sangat menakutkan membuat bulu kudukku berdiri" Sahut karyawan yang lain. "Baiklah, cukup sampai disini meeting kita pagi ini. Silahkam semuanya membubarkan diri dan selamat bekerja. Terima kasih" Ucap bara, lalu ia meninggalkan ruangan meeting tersebut menuju Ruangan CEO. "Ini, Pak! Berkas orang yang melakukan penggelapan dana perusahaan" Ucap Jack Asisten Bara. Ia meletakkan beberapa lembar berkas di atas meja Bara. Bara dengan malas melirik berkas tersebut, entah kenapa tiba-tiba saja kepalanya terasa sangat pusing. "Jack, belikan saya jus buah naga tapi tidak pakai es, Dan satu bungkus sate kambing!" Ujar Bara sambil memegang pelipisnya yang berdenyut nyeri. Jack terpelongo dengan heran mendengar pesanan dari bosnya itu. Sejak kapan seorang Bara menyukai sate kambing? Pertanyaan itu memenuhi kepala Jack. "Bapak serius ingin memesan sate kambing?" Tanya Jack memastikan sekali lagi. "Iya, Jack! apa kamu tidak mendengar apa yang saya katakan" Ucap Bara dengan kesal. Pasalnya ia sudah sangat lapar sekarang ini. Tanpa banyak tanya Jack segera pergi memebeli pesan Bara. Sementara Bara juga heran dengan dirinya sendiri. Entah kenapa dia ingin makan sate kambing pagi ini. "Ada apa sebenarnya denganku?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD