Tawaran

1004 Words
Tidak berselang lama, Mata Raisa benar-benar terpejam. ia tertidur dengan cepat, Bara melihat sekilas ke arah Raisa, lalu kembali fokus menyetir. tiga puluh menit kemudian mobil yang di kendarai Bara sampai di depan rumah sakit yang sama tempat Ibu Raisa di rawat. Bara melihat Raisa masih tertidur, lalu matanya tidak sengaja melihat lutut gadis itu yang luka cukup dalam, bahkan darahnya mengenai mobil Bara. Tanpa membangunkan Raisa, Bara langsung mengangkat ala bridal style tuh Raisa, lalu berjalan ke arah IGD. "Dokter, tolong gadis ini baru saja mengalami kecelakaan! Cepat tangani dia! Ucap Bara tanpa sadar memerintah dokter tersebut. "Baik, Tuan! Baringkan dia disini!" Ucap Dokter tersebut. Bara di bantu beberapa tenaga medis membaringkan Raisa di atas Brankar. beberapa tenaga medis dan Dokter umum yang ada disana segera menangani Raisa yang nampak sudah pucat. beberapa menit kemudian Dokter tersebut sudah selesai menangani Raisa, perawat juga sudah memasangan infus padanya. "Bagaimana kondisinya, Dok! Tanya Bara pada dokter yang bertugas menangani Raisa. "Korban hanya Shock, dan hanya ada beberapa luka serta lebam pada tubuhnya akibat benturan aspal. Namun luka pada bagian lutut membutuhkan waktu beberapa hari untuk sembuh dan juga pasien akan kesulitan berjalan. Tapi saya sarankan jangan terlalu banyak bergerak karena bisa memperlambat proses penyembuhannya. "Tolong lalukan yang terbaik agar lukanya segera sembuh!" Titah Bara "Tuan tenang saja, kami sudah mengobati Nona tersebut, setelah cairan infusnya habis Nona tersebut sudah di perbolehkan pulang untuk beristirahat" Tolong jangan melakukan aktifitas berat dulu yang membuat penyembuhannya semakin lambat" Ucap dokter tersebut. "Terima kasih, Dokter" Ucap Bara. Bara berjalan mendekati brangkar Raisa, ia menantap lekat gadis cantik itu. Tangan Bara terangkat dan mengusap pucuk kepala Raisa dengan lembut. Dari penampilannya, Baea menebak gadis di depannya ini masih muda sekitaran 20an. Masih bisa jika di sandingkan dengan dirinya walaupun sudah cukup matang dan dewasa. Bukankah di zaman sekarang tautan umur dalam sebuah pernikahan tidak di permasalahkan bukan? pikir Bara. Jadi tidak ada salahnya jika ia menikah dengan yang lebih muda. Hatinya sudah mantap bahwa Raisa yang akan menjadi penampung benihnya dan wanita yang akan mengandung lalu memberikan bayi untuknya. Kejamkah? bukankah itu setimpal dengan gepokan uang yang akan di terimanya? Ya, Bara sudah memikirkan ide gilanya matang-matang. Satu jam kemudian, Raisa sadarkan diri, hal pertama yang ia lihat adalah langit-langit kamar yang nuasa putih, aroma tajam khas obat-obatan menyeruak menusuk hidung Rasia. "Dimana Aku?" Gumam Raisa, ia menatap ke segala arah. Ia mengusap pelipisnya karena masih teras pusing. "Kamu lagi berada di rumah sakit. Tadi kamu kamu pingsan, bagaimana keadaanmu sekarang? Ucap Bara menjelaskan keadaan Raisa "Aku hanya sedikit pusing, Om! Ucap Raisa, ia berusaha bangun dari tidurnya melihat itu Bara segera mendekati gadis cantik berkulit putih tersebut. "Kamu jangan banyak bergerak dulu! Istirahatlah sampai cairan infusmu habis!" Ucap Bara. "Aku sudah tidak apa-apa Om, ini hanya luka kecil" Ucap Raisa sambil melirik keaarah lututnya. Bara menghela napas dalam, ia harus bersabar menghadapi gadis kecil di depannya. "Jangah membantah! tunggu cairan infusmu habis baru boleh keluar! ini tinggal sedikit lagi kok!" Ucap bara membawa tunjuknya pada cairan infus tetsebut. Dengan terpaksa Raisa mendengarkan ucapan Bara, ia tidak ingin berdebat lagi. Jujur saja ia masih mencemaskan keadaan ibunya. Di tambah lagi kondisi fisiknya yang masih lemah. "Oh Ya, siapa nama kamu?" Ucap Bara "Aku Raisa Om!" Jawab Raisa pelan. "Kamu kenapa"? Tanya Stevan. Ia memperhatikan gadis di depanya sedang melamun. Raisa terkesiap ketika Bara memegang pundaknya, sontak ia oun menoleh ke arah bara, lalu membaea pandangannya ke depan. "Nggak ada, Om! cuma lagi melamun aja! Jawab Raisaa dengan tersenyum tipis di bibir merahnya. Stevan mengangguk pelan, "Apa ada yang menggangu pikiranmu?" Ucap Bara, ia melirik gadis yang masih pucat tersebut. Raisa terdiam, dia ingin sekali bercerita dengan seseorang tentang masalah yang ia hadapi, namun Raisa merasa takut, ia takut akan di cap sebagai orang yang menjual cerita sedihnya. Walaupun sebenarnya ia hanya butuh seseorang yang mendengar keluh kesahnya. Agar rasa sesak di dalam d**a terlepaskan. "Ceritalah, saya akan siap menjadi pendengar keluh kesahmu! agar beban di pundakmu terasa lebih ringan" Ucap Bara yang mulai mencari jalan agar ia dapat membahas rencana gilanya. Raisa menatap dalam manik biru Bara " Bukankah terlalu aneh aku menceritakan maslahku kepada orang yang baru di temui?" Jawab Raisa pelan tapi masih dapat di dengar oleh Bara. "Tidak apa-apa, kamu belum mencobanya! mana tau saya dapat mencari jalan keluar atas permasalahmu" Ucap Bara berusaha menggoyangkan pertahanan raisa. Raisa terdiam, ia masih menimbang-menimbang ucapakan pria di depannya. Setelah bergekut dengan oikirannya akhirnya Raisa ingin menceritakan malasahnya, Toh dia juga tidak akan bertemu lagi den lria yang di depannya. "Aku... Apa tidak apa-gg aku curhat, Om?" pertanyaan polos keluar dari bibir Raisa begitu saja. "Ahahahahah cerita lah, aku siap memdengarkan" Jawab Bara berusaha membuat suasa agar tidak canggung. Meski ia harus bersikap yang bertentangnya dengan dirinya yang sangat angkuh dan dingin. Raisa melirih ke arah Bara, lalu menundukkan kepalannya. "Aku bingung Om, Ibu harus segera dioperasi, sementara untuk biaya operasinya sangatlah mahal, aku tidak mempunyai uang untuk membiayai operasi itu. Buat makan sehari-hari dan untuk biaya sekolah adikku saja tidak cukup" Ucap Raisa yang mengeluarkan segala beban pikirannya. Bara menatap gadis cantik di depannya, "Kalau boleh tau berapa biaya operasi ibumu? Tanya Bara Raisa mendongakkan kepalanya sepasang netra indah itu bertemu. "Banyak Om! Sudahlah tidak usah di bahas, aku mau pulang Om! Ucap Raisa dengan wajah lesu. "Aku tanya sekali lagi berapa biaya?" Desak Bara yang membuag Raisa menatapnya heran. Raisa menghela napasanya "Sekitar dua ratus juta lebih Om!" Jawab Raisa dengan raut wajah sedih, matanya berkaca-kaca mengingat nominal yang tidak akan mampu ia kumpulkan. "Sudah, jangan sedih! aku akan membantu kamu, Tapi ..." Bara menggantungkan kalimatnya "Serius om mau membantuku? Tanya Raisa sekali lagi memastikan kalau ia tidak salah dengan pendengarannya. "Iya, tapi ada syaratnya!" Ucap Bara santai. Raisa mulai gelisah mendengar kata 'syarat' dari mulut Bara. Ia pikir bantuan tersebut adalah gratis, ternyata pria di depannya ini ada maunnya. Ah, dia hampir lupa mana ada yang gratis di dunia ini "Syarat? syarat apa, Om?" Tanya Raisa penasaran. Sungguh ia akan melakukan apa saja demi kesembuhan ibu nya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD