Operasi

1070 Words
Pagi ini bara bersiap-siap untuk pergi ke perusahaan. Pria tampan itu sudah mengenakan stelan jas berwarna hitam, dengan dasi bercorak burung merak dan tidak lupa pula jam mewah yang melingkar di tangannya. Ia berjalan menuruni tangga menuju meja makan. Saat sampai di meja mekan, ia sudah di sugguhkan beberapa menu sarapan pagi yang sudah disiapkan oleh oleh pelayannya. "Bi Asih, Jam berapa Erlin berangkat kemaren? kenapa sampai sekarang dia belum pulang juga?" Tanya Bara sambil menyantap nasi gorengnya. Bi Asih Yang awalnya sedang menpupas buah menghentikan kegiataannya. "A-anu Tuan" Wanita paruh baya itu tampak ragu mengatakannya, ia tidak ingin kejujurannya membuat majikannya salah paham. "Anu apa, Bi? Bicara yang jelas?" Ucap Bara tegas dengan tatapan tajam. Membuat nyali Bi asih seketika menciut. "Ibu berangkatnya kemaren setelah Tuan pergi ke kantor" Ucap Bi Asih tidak enak hati. Bara mengepalkan kedua tangannya dengan rahang yang sudah mengeras, itu artinya Erlin tidak ada di rumah dari kemarin. Namun kenapa istrinya itu tidak mengasih kabar bahkan untuk mengirim pesan pun tidak. Bara bangkit dari duduknya dan meninggalkan sarapannya begitu saja. Ia pun berjalan cepat keluar. Saat hendak masuk kedalam mobilnya, Bara melihat sebuah mobil sedan mewah berhenti tepat di samping mobilnya. Tidak lama kemudian, keluarlah Erlin istrinya dari mobil tersebut. Bara melihat jelas bahwa Erlin tersenyum pada seseorang yang ada di dalam mobil itu. Tapi sayangnya Bara tidak melihat jelas siapa yang sedang bersama Erlin. Bara benar-benar geram melihat kelakuan istrinya yang semakin hari semakin menjadi-jadi saja. Setelah mobil sedan itu pergi, Erlin berbalik badan dan berjalan ke arah suaminya. "Dari mana saja kamu, Erlin? Sudah lupa jalan pulang sehingga menginap diluar, Ha?" Tanya Bara dengan aura yang sangat menakutkan. Erlin mendesah kasar, ini yang dia tidak suka dari Bara, selalu mengikat dan mengekang meski ia tidak pernah menurut. "Sayang, kamu kok ngomong seperti itu? aku kan baru pulang. Semalam jadwal pemotretanku sampai larut malam dan tidak mungkin aku pulang sendirian." Jawab Erlin dengan raut muka tidak bersalah. "Alasan! Kamu kan bisa memintaku atau asistenku untuk menjemputmu. Dan kamu tidak harus menginap di luar! kamu itu sudah menikah, memiliki seorang suami dan mempunyai rumah tidak sepantasnya kamu tidur luar, Erlin!" Ucap Bara penuh penekanan. Sungguh ia ingin meledak saat ini juga. "Aku ini wanita karir Bara! aku seorang model dan artis bukan seorang ibu rumah tangga yang hanya duduk manis di rumah saja, harusnya kamu mengerti itu!" Ucap Erlin dengan marah. Ia paling tidak suka hidupnya di atur-atur. Setelah mengatakan itu Erlin pergi meninggalkan Bara yang masih mematung mendengarkan ucapan Erlin tadi. "f**k" Umpat bara dengan geram, ia segera masuk kedalam mobilnya. sungguh pagi ini dimulai dengan mood yang sangat buruk. Mobil Bara melesat cepat pergi meninggalkan kediaman mewahnya menuju perusahaan besarnya. "Pagi, Pak" "Selamat pagi, Pak Bara" "Pagi, Pak" Beberapa karyawan menyapa begitu melihat Bara memasuki perusahaan. Sesekali Bara hanya mengangguk kecil untuk membalas sapaaan karyawan tersebut. "Randi berikan semua jadwalku hari ini!" Titah Bara setelah tiba di ruangannya. "Baik, Pak!" Ucap Randi, ia pun segera keluar dari ruangan tersebut menemui sekretaris Bara untuk meminya jadwal atasannya itu. *** "Terima kasih, Pak" Ucap Raisa. Ia menyodorkan uang lima puluh ribu kepada sopir taksi tersebut. "Terima kasih, Non" Jawab Pak sopir tersebut. Raisa keluar dari taksi tersebut dan berjalan menyusuri lorong rumah sakit menuju ruang inap ibunya. "Kakak!" Andin berlari memeluk erat tubuh kakaknya. "hmmm, kamu kenapa? kok kelihatan senang sekali?" Ucap Raisa ia meletakkan sarapan untuk adiknya. Andin melerai pelukannya, "Nggak ada kak, aku cuma bahagia melihat ibu sebentar lagi akan di operasi" Jawab Andin. "Oh, kakak kira ada karena apa. Makanlah! itu sengaja kakak beli sarapan kesukaan kamu" Ucap Raisa, lalu ia berjalan kearah ranjang pasien ibunya. "Terima kasih kakakku sayang yang paling cantik" Ucap Andin sambil tersenyum senang. lalu ia meraih makanan tersebut dan membukannya. "Ibu, hari ini Ibu akan operasi. Aku mohon Ibu harus berjuang sekuat mungkin. Kitapun disini juga akan mendoakan ibu supaya operasinya lancar" Lirih Raisa, ia mengusap tanggan ibunya. Wanita paruh baya itu masih setia memejamkan matanya. Tidak lama kemudian, Dokter masuk bersama beberapa perawat. "Selamat pagi, Raisa!" Sapa dokter Angga dengan ramah "Pagi juga, Dok!" Jawab raisa sambil tersenyum manis. "Pagi ini saya dan tim dokter lainnya akan membawa Ibu yanti ke ruangan operasi. Sebelum itu selesaikan dulu administrasinya agar operasinya segera di lakukan" Ucap dokter Angga panjang lebar. "Baik, Dok! saya segera mengurusnya" Ucap Raisa. Lalu ia berjalan ke arah Andin " Dek! Kakak tinggal sebentar, ya!" Setelah mengatakan itu Raisa segara meninggalkan tuang inap Ibunya dan pergi ke bagian administrasi. Dokter Angga dan timnya segera memindahkan Bu Yanti ke atas Brankar. Setelah itu Tim perawat membawa Bu Yanti ke ruang operasi. "Keluarga Ibu Yanti Anjani" Panggil Staf administrasi. "Iya" Sahut Raisa. Ia bangkit dari duduknua dan segera berjalan menuju sumbet suara. "Dibaca dulu, Bu! Setelah itu tanda tangan di bagian penanggung jawab" Ucap staf tersebut mengarahkan Raisa. Raisa menerima lembaran kertas tetsebut lalu membacanya, Lalu Raisa menanda tangani lembaran tersebut dan menyerahkan kembali kepada staf administarsi. *** Tepat pukul Dua belas siang, Para tim dokter melakukan tindakan operasi pencangkokan jantung pada Ibu Yanti. Raisa dan Andin menunggu di depan pintu Opersi dengan persaan cemas. Segala kemugkinan bisa saja terjadi selama operasi berlangsung. "Kak, apa ibu kita akan baik-baik saja?" Ucap Andin lirih, ia sungguh sangat mencemaskan Ibunya. "Kita berdoa saja ya, dek! Semoga operasi Ibu berjalan dengan lancar" Ujar Raisa. Ia berusaha menenangkan Andin, walaupun dia sendiri sangat mengkhawatirkan keadaan sang ibu, namun ia berusaha untuk tetap tenang. Sudah empat sejak ibunya masuk ruang operasi, namun dokter yang menangani ibu Yanti belum juga keluar. Tring ... Raisa yang sedang sibuk dengan pikirannya tidak memyadari bunyi dering dari telpon genggamnya. "Kak, Handphone kakak berbunyi!" Ucap Andin yang menyadari bunyi telepon genggam Raisa dari tadi berdering. "Ah, Iya dek!" Ucap Raisa. Ia segera membuka tas kecilnya dan meraih telepon genggamnnya. Keningnya mengerut ketika nomor tidak di kenal menghubunginya. "Halo" Ucap Raisa. [Kau dimana?] Ucap orang di seberang sana yang tidak lain adalah Bara. [Maaf ini siapa, Ya] Tanya Raisa heran. Ia kembali melihat nomor tersebut lalu. [Kau dimana?] Tanya Bara sekali lagi dengan suara penuh penekanan. [Kau ini siapa, kalau tidak ada kepentingan maka teleponnya aku tutup] Teriak Raisa dengan kesal. Bara yang mensengarkan itu mengeraskan rahangnya diseberang sana. [Aku ini suami kamu, Raisa!] Ucap Bara dengan suara naik beberap oktaf. Raisa terjingkrak kaget sontak menjauhkan telepon dari telingannya. Saat Raisa hendak membuka mulut. Dokterpun membuka pintu ruang operasi dengan wajah di tekuk. "Maaf" Deg, .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD