Part 34 : Kebersamaan dengan Kakak

1447 Words
Ternyata benar dugaan Nabila, moodnya yang anjlok disebabkan karena ia akan kedatangan tamu bulanan. Ia sendiri syok saat mendapati segitiga bermudanya terdapat bercak merah saat ia akan mandi. Dan itu semua bukan pertanda baik bagi Devan lantaran yang paling dia malaskan saat menjadi seorang wanita adalah tamu special yang sering berkunjung setiap sebulan sekali itu. Karena saat waktu itu tiba, Devan harus tersiksa merasakan nyeri di bagian perut bawahnya dan juga sering terkena mood swing. Belum lagi rasa tak nyaman yang harus ia rasakan ketika menjalani aktivitas. "Haduh, ribet banget, sih, jadi cewek," gerutu Devan yang kini harus memasangkan roti jepang ke segitiga bermudanya. Namun dibalik itu semua Devan kini menyadari kesalahannya dulu yang sering menganggap enteng dan lebay kepada para kaum hawa yang sedang kedatangan tamu bulanannya itu, karena nyatanya tidak mudah menjalani aktivitas hampir tujuh hari lamanya saat kedatangan tamu VVIP, apalagi jika hari pertama seperti yang dirasakannya sekarang. "Apaan, sih, Rin! Gue lagi enggak mood ribut sama lo!" teriak Jessica dari dalam kamar, karena saat ini ia sedang merasakan mulas yang tak tertahankan. Setelah teriakannya itu, pintu kamar pun terbuka. Jessica hendak protes karena Karina nekat menemuinya, padahal ia sudah bilang tidak ingin diganggu oleh siapa pun. Namun saat ia mendongakkan kepalanya, seketika mulutnya yang ingin melayangkan protesan kepada Karina pun terkunci rapat. "Marah-marah mulu, nanti cepat tua lo!" cibir Farel. Mulut Jessica masih terkunci rapat, ia tidak ingin menanggapi perkataan kakaknya, karena nyatanya ia takut dengan wajah garang Farel. Jessica kira kakaknya masih bertugas di luar kota. Makannya ia barusan menduga jika yang mengetuk pintu adalah Karina, karena biasanya yang sering merecokinya adalah sang adik. "Kakak kapan pulang?" tanya Jessica. Ia mengubah posisi tubuhnya yang asalnya meringkuk, kini bersandar pada headboard ranjang agar posisinya lebih nyaman. "Tadi malam. Oh iya, kata mama kamu sakit lagi?" jawab Farel. "Iya, tapi biasalah, gara-gara aku kelelahan," balas Jessica. Farel menganggukkan kepalanya mendengar jawaban sang adik. Ia mengusap rambut Jessica dan diam-diam ia tersenyum melihat perubahan adik perempuan nomor satunya itu. Benar kata anggota keluarganya yang lain, sang adik banyak berubah. Bahkan Farel hampir tidak mengenali Jessica saat sang adik menjawab ketukan pintunya dengan sebuah teriakan dan nada bicara yang kurang ramah. Padahal ia tahu selama ini Jessica tidak pernah meninggikan suaranya, apalagi kepada anggota keluarganya. Jessica itu memiliki hati dan sikap yang lembut, tidak seperti sekarang yang justru terlihat emosian dan bar-bar, bukan gaya Jessica sekali. "Apa sikap orang bisa berubah ya, dalam waktu sebulan?" batin Farel. "Kakak dengar kamu lagi dekat sama CEO Tiger Air yang baru, apa itu benar?" tanya Farel. Jessica jelas terkejut mendengar pertanyaan Farel. Dari mana kakaknya itu tahu mengenai Chandra? Apakah ada yang memberitahu gossip itu kepada Farel? Atau jangan-jangan Farel mempunyai mata-mata lagi di Tiger Air untuk memantaunya. "Kira-kira siapa yang udah jadi cctv bang Farel? Enggak mungkin si Nabila 'kan? Kalau iya, parah banget tuh anak," batin Devan. "Woi, ditanya kok malah bengong!" celetuk Farel yang seketika langsung menyadarkan Jessica dari lamunannya. "Eh, maaf, Kak. Itu cuman gossip aja, Kak. Jessi enggak dekat kok sama CEO baru Tiger Air. Cuman dalam beberapa kesempatan CEO barunya itu sering libatin aku dalam beberapa kegiatan perusahaan. Emangnya Kakak dapat gossip itu dari siapa? Nabila?" jawab Jessica. Farel menggelengkan kepalanya. Jelas bukan Nabila orangnya, karena ia tahu sepupunya itu lebih pro kepada sang adik dibandingkan dirinya. Buktinya saat ada masalah kepada sang adik, jika ia bertanya kepada Nabila pasti sepupunya itu lebih membela sang adik. "Kalau bukan Nabila, terus dari siapa? Enggak mungkin Kakak asal tebak aja karena aku bukan anak kecil yang bisa Kakak bodohi," ucap Jessica dengan raut wajah penuh selidik. Bukannya menjawab pertanyaan Jessica, Farel justru mengacak-acak rambut sang adik. Ia merasa gemas melihat ekspresi wajah Jessica jika sedang marah. Menurutnya lucu sekali, mirip karakter kartun angry bird, di mana alisnya menukik tajam saat sedang marah. "Kepo!" "Tahu ah, nyebelin!" rajuk Jessica. Ia melangkungkan bibirnya ke bawah sehingga menampakkan raut cemberutnya. "Udah ah, jangan ambekan lagi. Hari ini Kakak teraktir, udah lama 'kan kita enggak pergi ke luar," bujuk Farel. Dan benar saja, mendengar kata teraktiran Jessica langsung semangat dan melupakan rasa kesalnya kepada Farel. "Boleh banget itu. Mending nanti malam aja, ya, Kak. Kayaknya enak deh, kalau misalkan makan malam di luar," pinta Jessica. Pasalnya ia merindukan nongkrong di luar, karena semenjak hidup di tubuh Jessica, ia jarang sekali nongkrong atau jalan-jalan keluar. Ia selalu mager dan inginnya menjadi kaum rebahan. "Emang dibolehin sama mama?" Mendadak Jessica terdiam setelah kakaknya mengajukan pertanyaan itu. Seketika wajahnya pun kembali cemberut. "Kok cemberut lagi, sih? Kakak 'kan cuman nanya aja," ucap Farel. "Mama pasti enggak ngizinin, Kak. Tahu sendiri 'kan, Mama itu suka marah kalau kita banyak jajan di luar," kata Jessica. Bukannya mencoba menghibur sang adik, Farel justru terkekeh geli seolah mengejek Jessica. "Kok malah ketawa, sih?! Kakak enggak asyik, ah!" Jessica kembali ngambek. Bahkan kini ia berani membelakangi Farel karena saking kesalnya terus dipermainkan oleh kakak laki-lakinya itu. "Aduh, adek Kakak yang satu ini kayaknya berubah jadi tukang ambekan," goda Farel. Tidak, Jessica sama sekali tidak peduli. Pokoknya ia ngambek sama kakaknya. Padahal mereka jarang bertemu. Inginnya ia menghabiskan waktu dan membahas masalah pertandingan bola atau otomotif dengan Farel. Namun sepertinya niatnya itu harus ia kubur dalam-dalam karena ternyata kakaknya itu menyebalkan. "Jangan ngambek dong, Kakak cuman bercanda. Malam ini Kakak janji kita akan makan malam di luar sesuai keinginan kamu," kata Farel. Kali ini ia sungguh-sungguh, tidak PHP seperti kemarin-kemarin atau menyebalkan seperti barusan. "Aku bukan anak kecil yang mudah banget dibohongi!" balas Jessica tanpa menoleh ke arah Farel. "Enggak, Kakak enggak bohong. Mama enggak akan marah kok, soalnya hari ini mama lembur, jadi enggak akan ada yang marahin kita makan malam di luar," ucap Farel. Kali ini bukan sekedar membujuk karena semua yang ucapkan Farel itu benar. Mama mereka masih bertugas di klinik kesehatannya. "Bener nih, enggak bohong?" "Beneranlah, kalau enggak percaya nanti setelah salat isya, kamu langsung ke kamar Kakak," kata Farel. *** Sesuai kesepakatan tadi sore, malamnya setelah salat isya Jessica menagih janjinya kepada sang kakak yang berjanji akan mentraktirnya makan di luar. Dan Farel betul menepati janjinya. Farel juga mengajak adik bungsunya untuk ikut bersama mereka, namun Karina menolak dengan dalih sedang sibuk mengerjakan tugas akhir mahasiswa semester tua. "Mana si Karin-nya, Kak?" tanya Jessica karena tak melihat keberadaan adiknya di belakang sang kakak. "Enggak ikut dia, katanya lagi sibuk bikin presentasi buat besok. Karin cuman nitip nasi goreng spesial sama es jeruk aja," jawab Farel. "Oh. Ya udah berangkat sekarang, yuk," ajak Jessica yang sudah tak sabar ingin nongkrong di luar. Jessica dan Farel pergi menggunakan motor Vespa milik kakak laki-lakinya itu. "Gila seger banget! Udah lama gue enggak motoran kayak gini," batin Devan yang kini menikmati angin malam yang menerpa wajah dan tubuhnya. Farel hanya butuh berkendara selama lima belas menit untuk sampai di tempat tujuan mereka. Bukan restoran atau kafe mewah, Farel mengajak sang adik makan malam di warung pinggir jalan dekat taman kota. Bukannya tak mampu mentraktir sang adik makan di restoran mewah, melainkan ada suatu hal yang tidak ingin dibahas oleh Farel alasannya sekarang. "Enggak apa-apa 'kan kita makan malamnya di sini?" tanya Farel. Jessica menggelengkan kepalanya. "Enggak apa-apa. Jessi mah bebas mau makan di mana aja, yang penting sehat dan porsinya cukup banyak." "Oke. Terus kamu mau makan malam sama apa? Nasi goreng, sate, mie goreng, ayam bakar, pecel lele, atau yang lainnya?" tanya Farel. "Kakak mau makan sama apa? Aku samain aja sama Kakak," balas Jessica. Setelah sepuluh menit berdiam diri di parkiran, Farel dan Jessica pun berjalan menuju stand penjual nasi goreng. Mereka memutuskan makan malam dengan nasi goreng karena Karina menitip nasi goreng kepada mereka. Katanya biar sekalian. "Pak, nasi goreng specialnya dua, dimakan di sini!" pesan Farel. "Siap, Mas!" Sambil menunggu nasi gorengnya jadi, Jessica dan Farel mengobrolkan banyak hal. Dan Farel terkejut mendapati perubahan banyak dengan adiknya itu hingga ia membuat bertanya-tanya. "Jes, sejak kapan kamu suka bola sama otomotif? Bukannya kamu lebih tertarik ke bidang IT, ya?" tanya Farel. Mendapat pertanyaan seperti itu, tentu saja membuat Jessica gelagapan. Ia lupa jika dirinya bukan Devan, melainkan Jessica. Tidak seharusnya ia membahas apa yang menjadi kesukaannya di dunia Devan, karena dari sini saja mereka sudah berbeda. "Emm, baru-baru ini, sih, Kak. Aku suka bola karena enggak sengaja ikut nonton pertandingan bola pas main ke rumahnya teman," jawab Jessica. "Kalau suka otomotif karena diracuni teman kerja di maskapai. Dia sering banget cerita-cerita seputaran motor dan dari situ Jessi mulai tertarik dengan dunia otomotit," sambung Jessica. "Oh gitu. Kakak cuman aneh saja akhir-akhir ini kamu banyak berubah dan berubahnya cepat lagi," kata Farel. Sementara itu Jessica sudah ketar-ketir karena sikapnya yang tadi sempat lost contact. "Untung aja percaya. Kalau enggak urusannya jadi tambah belibet."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD