Linda berjalan dengan sebagainya menuju ke kampusnya. Langkahnya terhenti saat mendengar seseorang memanggilnya.
"Non... Non..." suara laki-laki itu berlari mengejar Linda.
"Sialan! Itu pasti orang suruhan ayahku." gerutu Linda. Dia melirik sekilas sel belakang. Beberapa orang mengejarnya.
Merasa tidak aman. Linda berlari menjauh dari laki-laki yang menjeratnya. beberapa orang bodyguard yang diperintahkan ayahnya. Entah kenapa ayahnya mencarinya. Di Sama selai tidak suka jika kehidupannya diganggu lagi. Linda merasa hidup bebas saat sedang sendiri.
"Non...,"
Linda segera masuk kedalam lama mandi wanita. Berjalan dengan wajahnya cemas. Mencoba mencari tempat sembunyi. Dia segera mencari beberapa tempat yang aman. Toilet, dia masuk kedalam toilet. Menutupinya sangat erat.
"Non, Linda... Dimana anda." teriakan bodyguard itu begitu keras.
"Non... Tuan besar mencari anda. Lebih baik non pulang sekarang. Jangan keluar sendiri, non."
"Baik, jika non Linda. Tidak mau keluar. Kami akan bilang pada tuan. Jika non Linda pergi. Meski kamu bisa dihukum nantinya."
Sialan! Kenapa harus papa? Aahhh.. Mereka semua sangatlah menyeramkan? Atau mereka mau Aku menolongnya. Tapi, kasihan juga jika mereka dihukum gara-gara aku... Ah.. Terpaksa aku pulang dulu.
Linda menarik napasnya dalam-dalam. Dia segera memutuskan untuk keluar dari dalam toilet. Berjalan dengan langkah ringan. Menuju ke arah bodyguard ayahnya yang kini masih berdiri tepat di depan pintu toilet. Semua mata tertuju padanya. Sementara Linda hanya diam tertunduk. Seolah dia sangat pasrah dengan apa yang mereka lakukan.
Linda tahu,mereka pasti akan membawanya pergi. Apa lagi jika, pergi bertemu pada papanya. Dan, siapa-siap aku harus siap di jodohkan., Kalau aku dijodohkan. Lebih baik aku pergi dari rumah.
"Cepat bawa aku!" pinta Linda. Kedua bodyguard itu memegang kedua lengan Linda. Mereka menuntun Linda menuju ke arah mobilnya yang ternyata sudah terbuka lebih dulu di pintu bagian depan pintu terbuka ke samping.
Saat dalam perjalanan. Linda hanya diam. Dia melirik sekitarnya. Kedua matanya melihat beberapa pasang mata menatap tajam ke arahnya.
Hingga sampai di rumah. Dia bodyguard papanya menarik kedua tangan Linda keluar dari mobilnya. Dan, berjalan menuntunnya masuk ke dalam. Dengan kedua tangan diikat seolah wanita itu pasti akan pergi melayaninya. Jangan biarkan dia keluar.
Linda... Duduklah!" pinta papanya.
Linda yang sudah beberapa hari tidak melihat wajah papanya. Dia mengerutkan keningnya. Saat melihat dia duduk di samping seorang wanita lain. Dan, samping kanan dia duduk. Sosok laki-laki tampan yang menatap begitu nafsu padanya. Terlihat jelas tatapan menjijikkan itu keluar dari matanya.
"Ada apa papa memanggilku?" tanya Linda.
"Kamu tetap saja disini. Aku Ingin kamu segera menikah. Dan, pernikahan digelar cepat."
"Menikah dengan siapa?" tanya Linda
"Laki-laki yang ada di sampingku. Dia duduk di sampingku." ucap Papa Linda.
Linda menghela napasnya. Dia melirik sekilas ke arah laki-laki di sampingnya. Laki-laki yang begitu aneh. Dia bahkan terus menatap ke arahnya. Wajahnya yang menjijikan, tatapan penuh nafsu. Iya, dia pasti laki-laki mata keranjang. Setiap ada wanita seksi. Bibirnya pasti maju ke depan. Air liurnya terus keluar. Bahkan bisa sesak napas.
"Linda.. Kenapa kamu hanya diam saja.. Apa kamu tidak mau menikah dengannya."
"Kenapa aku harus menikah dengannya. Aku bisa memilih pasangan sendiri." tanya papanya.
"Linda... mau menurut atau tidak?"
"Tidak! Tolong beri aku kesempatan jika aku bisa mencari calon sendiri. Dan aku bisa buktikan jika calon yang aku pilih jauh lebih baik. Dari segi wajah, materi, dan dia juga bisa berpengaruh besar dalam perusahaan papa."
"Maksud kamu?" Papanya mengerutkan kening. Menggerakkan kepalanya pelan. Bingung apa yang dikatakan Linda padanya.
"Papa tebang saja. Aku pasti bawa calon suamiku kesini. Tapi, ada satu syaratnya." Linda tersenyum tipis. Dia melirik ke arah wanita di samping papanya. Lalu menarik sudut bibirnya sinis. Saya hanya terlihat tanpa rasa takut. Hanya kata benci yang mulai menggerogoti tubuhnya.
"Apa syarat kamu?" tanya Papanya.
"Papa harus segera tinggalkan wanita itu. Linda tidak mau melihat wanita itu ada disini lagi."
"Tidak bisa!" tegas papanya.
"Dia adalah calon istriku. Jadi, jangan coba-coba mengusirnya. Kecuali aku yang akan mengusirnya.
"Apa papa lebih mementingkan wanita itu? Dari pada putri kamu sendiri. Padahal putri kamu ini bisa membantu papa semuanya."
Papa Linda Bedengus kesal. Dia melirik ke arah calon istrinya. "Mas... Jangan pernah meninggalkannya."
"Iya... Kita... Tidak akan.!" Wanita itu memeluk lengan tangan papanya. Membuat Linda Bedengus kesal. Kedua matanya menyorot tajam. Seakan ingin sekali dia meludah tepat di wajahnya. Tapi itu tidak mungkin. Dia juga masih punya sopan santun.
"Jika pala tidak mau.. Tidak masalah. Tapi jika papa terkejut aku pacaran dengan siapa. Jangan pernah berharap bisa mendapatkan aku lagi darinya."
"Iya... Buktikan kalau begitu." ucap Papa Linda.
"Pengawal... Bawa dia masuk ke dalam kamarnya. Dan, kunci dia dari luar. Jangan biarkan dia bisa keluar dengan sendirinya." Papa Linda mengeraskan suaranya. Sementara Linda masih pasrah. Dia segera beranjak berdiri. Dengan langkah ringan berjalan menuju ke kamarnya sendiri.
"Jangan sentuh aku.. Aku bisa ajakan sendiri." bentak Linda pada para bodyguardnya.
Sementara Linda berjalan sendiri. Dia masuk ke dalam kamarnya. Menutup pintu kamarnya sendiri. Kamar yang masih terlihat sangat gelap. Perlahan dia menuju ke ranjang nya. Semua masih tertata sangatlah tapi. Linda tersenyum.aamar. Dia merindukan kamarnya yang sudah beberapa hari tidak ditempati. Sekarang, di bisa melihat kamarnya lagi.
Linda membaringkan tubuhnya di atas ranjang nya. Sementara, pintu dikunci dari luar oleh pada bodyguard ayahnya.
Linda tidak penculikan itu lagi. Dia tetap saja merentangkan kedua tangannya sangat erat. Merasakan hangatnya rajangnya yang belum pernah ia rasakan di luar.
Linda yang merasa lelah. Lelah hati, pikiran dan badannya. Linda tertidur pulas dengan kedua kaki masih menggantung di pinggiran ranjang. Dan, dia bahkan tidur tidak terarah.
Jarum.jam menunjukan pukul 8 malam. Suasana lampu kamar Linda sangatlah gelap. Linda yang baru saja bangun. Dia mengusap kedua matanya.
"Kenapa sangat gelap!" ucap Linda. Dia membuka matanya semakin lebar. Memastikan laginapalah benar-benar masih gelap.
Linda menghela napasnya. Dia mencoba untuk berdiri dengan kedatangan ke depan. Kerana sekitarnya, dan. Brukkk...
Linda seolah menabrak dinding kuat di depannya. Linda yang baru saja beberapa langkah dari rahangnya itu terjatuh lagi tepat di atas ranjang nya. Kali ini, tubuhnya terasa ada yang beda. Tubuhnya seketika terdiam saat ujung hidung seseorang menempel di lehernya.
Hembusan napas mulai berdesir menembus kulitnya. "Siapa kamu?" tanya Linda.
"Maaf! Hanya ingin mengejutkannya saja."
Suara hentakan kaki terdengar menjauh darinya. Tiba-tiba lampu menyala sangat terang. Linda mengernyitkan kedua matanya. Saya dia tak bisa melihat sikapnya lampu. Seorang laki-laki berdiri tepat di depannya. Dengan pandangan masih samar. Linda seketika melompat dari ranjang nya ke belakang. Kedua mata yang menyipit tadi kini membulat sempurna.
"Om... Vian.. Ke-kenapa anda bisa masuk?" tanya Linda. Kedua matanya berkeliling melihat sekitarnya. Balkon kamarnya sedikit terbuka.
"Apa... Em... Om.. Eh.. Salah.. Vian maksudku.. apa kamu masuk dari balkon kamarku?" tanya Linda. Dia masih belum percaya. Seolah dia sedang bermimpi. Linda menepuk kedua pipinya berkali-kali. Mencoba menyadarkan dirinya dari mimpi atau kenyataan di depannya.
"Aku datang kesini hanya untuk melihatku." ucap Vian.
"Ta--tapi.. Kenapa kamu bisa atau rumahku." tanya Linda gugup. Dia masih bingung. Laki-laki di depannya sepertinya bukan orang sembarangan. Wajahnya begitu, penik. Gimana bisa dia masuk. Dan bisa tau rumahnya.
"Sebenarnya siapa kamu?" tanya Linda.
"Aku Vian... Bukanya aku sudah bilang padamu waktu pertama kali bertemu. Apa sekarang kamu sudah lupa."
"Aku tidak percaya. Heran saja kamu bisa atau rumah aku. Secepat ini!"
"Nanti aku bisa jelaskan. Setelah kamu keluar dari sini. Aku mau bertemu denganmu. Ini kartu namaku, kamu hubungi aku." ucap Vian, mengambil kartu nama di sakunya. Dia menjepit kartu nama itu, meletakkan kartu nama itu tepat di atas laci kecil samping ranjang nya.
"Segera hubungi aku. Aku akan bantu kamu." ucap Vian. Tanpa banyak basa-basi. Laki-laki itu melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Linda sendiri. Bahkan, hanya pria itu yang melihatnya kini tanpa nafsu. Ada kesempatan untuk menyentuhnya saja. Dia masih saja tidak menyentuhnya. Laki-laki yang kini jadi idamannya.
Linda menatap ke arah balkon. Tepat dimana Vian pergi tadi.
Linda tersenyum tipis. Pandangan matanya tertuju pada kartu nama dia, yang berisikan nomor ponselnya.
Linda tersenyum, meraih kartu nama itu. Seketika menciùmnya berkali-kali. "Hmm.. Sepertinya ini adalah jawaban darinya. Jika aku harus mendekatinya. Dan, apa salahnya jika aku bisa dekat dengannya. Meminta bantuannya agar terbebas dari perjodohan dengan laki-laki mata keranjang itu." ucap Linda. Wanita itu tidak berhenti tersenyum membayangkan wajah Vian. Gimana saat dia perhatian padanya.
Lama-lama aku sepertinya mulai jatuh cinta dengannya. Tapi, memang benar. Aku merasa sangat senang bertemu dengannya. Linda menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang nya. Menggenggam kartu nama itu dengan kedua tangannya. Meletakkan di atas dadànya.
"Hah... Rasanya begitu, ingin sekali dekat dengannya." gumam Linda.
Drrttt... Drrttt...
Getaran ponsel di atas rahangnya. Linda terbangun dari lamunannya. Dia segera menatap ke arah ponselnya yang masih tergeletak di atas ranjang nya. Tepat di sampingnya.
Linda meraih ponselnya. Dia segera mengangkat telponnya.
"Linda kamu dimana?" suara cempreng Cika membuat Linda menjauhkan telinganya. Telinganya hampir saja pecah mendengar suara kerasnya.
"Cika... Bisa pelankan suara kamu." ucap Linda kesal. Dia mengusap telinganya berkali-kali.
"Iya.. Aku khawatir padamu. Kenapa kamu pergi tanpa bilang padaku." tajam Cika.
"Iya.. Maaf! Ajudan ayahku membawaku paksa pulang kerumah."
"Apa? jadi kamu sekarang dirumah?" tanya Cika memastikan lagi.
"Iya.."
"Iya, sudah. Syukurlah!" Cika menghela napasnya lega.
"Tapi aku mau balik lagi kerumah kamu. Jangan pergi, ya. Tapi kamu siap menampungku, kan?" tanya Linda.
"Iya.. Tenang saja."
"Non.. keluarlah.. Papa non ingin bicara dengan non Linda." suara ajudan papanya terdengar sampai ke dalam kamarnya.
"Oke.. Sekarang aku keluar dulu. Sepertinya papa memanggilnya. Bye..." ucap Linda. Tanpa menunggu jawaban dari Cuma. Dia segera mematikan panggilan telponnya. Meletakkan kembali ponselnya. Linda merapikan rambutnya sejenak. Lalu mulai melangkahkan kakinya menuju ke arah pintu. Membuka pintu kamarnya. Yang ternyata sudah tidak dikunci dari luar.