Keesokan harinya.
Linda yang masih tertidur pulas di ranjang. Sementara Vian. dia segera pergi lebih dulu. Entah kapan dia pergi. Linda sama sekali tidak sadar. Sepertinya dia pergi saat melihat Linda masih tertidur pulas. Bahkan sekarang dia merasa sangat nyaman berbaring di ranjang putih itu. Ketika terik matahari menembus langsung dinding kaca depannya. Meski tertutup kelambu, silah itu masih menebus wajahnya. Linda mencoba membuka kedua matanya yang terasa masih sangat lengket.
Linda mencoba membuka matanya sempurna. Dia mengernyitkan wajahnya. Menarik tubuhnya mencoba untuk duduk bersandar di kepala ranjang. Dia menarik ke dua tangannya ke atas merenggangkan otot-otot tubuhnya. melihat sekelilingnya. Ke dha bola mata wanita itu sama sekali tidak melihat ada laki-laki yang berada di sana.
"Kemana dia pergi?" tanya Linda. Pada dirinya sendiri. Dia menarik selimut tebal yang menutupi kakinya. Mencoba menampakkan kakinya ke lantai. Berjalan ringan, mencari di setiap sudut ruangan.
Dia tidak ada disini? Kemana senangnya dia? Tapi. Apa kemarin dia melakukan sesuatu?
Linda menundukkan wajahnya melihat sekujur tubuhnya. terlihat masih aman.
"Sepertinya benar, dia tidak menyentuhku sama sekali."
Linda mencarinya lagi di atas balkon hotel. Dan tetap saja tidak ada tanda-tanda ada kehidupan lain di sana.
"Sepertinya, memang sudah pergi? Kapan dia pergi? Dan... kenapa dia tidak bilang padamu?" gerutu Linda. Dia berdiri kesal. Padahal belum sempat dia mengucapkan kata terima kasih padanya. Tetapi, laki-laki itu menghilang begitu saja.
Linda menggerakkan kepalanya menatap ke arah meja. Dia melihat sekilas. Tumpukan baju di atas meja. "Apa itu?" Linda segera berlari menghampiri baju itu. Kedua matanya melebar sempurna. Melihat gaun yang indah. Linda meraih surat di atasnya. Mencoba membuka isi surat itu. Dia mulai mengerutkan keningnya sembari membaca setiap lembar surat itu.
Pakailah! Dan, maaf aku tidak bisa lama-lama di sana. Aku masih ada urusan penting. Ada uang di bawah baju.
Kedua mata hitam itu berbinar seketika. Mendengar kata yang. Dia mengangkat bajunya. Meraih uang di atas meja tepat di depan pandangan matanya.
"Akhirnya... Dapat uang juga! Lumayanlah, bisa buat bantu Cika." gerutu Linda.
Linda membayangkan wajah tampan laki-laki yang bersamanya kemarin. Merasa mulai tertarik padanya. laki-laki yang masih menjaganya. Bahkan, dia bisa menjaganya juga dari godaan para laki-laki nantinya.
"Ternyata dia baik juga. Kenapa aku tidak..."
"Ah... Lupakan saja!" Linda tersenyum, memeluk bajunya. Dan segera berlari menuju ke kamar mandi. Sebelum dia pergi. Linda membasuh tubuhnya. Dan, segera memakai baju yang sudah diberikan oleh Arga. Sebuah baju yang terlihat sangat elegan.
"Ini baju mahal? Bentar.. Bentar.. Sepertinya aku pernah lihat baju ini.." Linda mencoba memutar nadanya. dia melihat setiap lekuk bajunya. Dia ingat betul baju itu.
"Bukanya ini baju yang pernah aku incar... Harganya sangat mahal.. Dan dia memberikannya hanya untukku? Padahal ini edisi terakhir dari 2 stok." Linda yang memang berada dari kalangan atas. Dia tahu semua model baju. Bahkan fashion dia jauh lebih mewah sebelumnya. Mobil sport, perhiasan, tas bermerek. jam tangan serta sepatu bermerek. Semua hidupnya penuh dengan gelimangan harta. Tapi sayangnya. Meski banyak harta. Keluarganya tidak akur. Mereka terus saja bertengkar dan bertengkar. Membuat pikiran Linda kacau. Dia memang sengaja memutuskan untuk pergi dari rumah. Lagian, kedua orang tuanya sama sekali tidak peduli. Entah sekarang apa yang mereka lakukan di luar negeri. Apa mereka mengurus surat cerai? Atau memang sudah saling cerai.
Linda terpukul mendengar ucapan terakhir ayahnya pada mamanya. Dia menampar mamanya serta mengucapkan kata kasar padanya.
Linda sama sekali tidak tahu masalahnya. Dia hanya melihat saat mereka berangkat.
Mengingat status tidurnya. Linda tertunduk sejenak. Dia mencengkeram meja di depannya. Menahan rasa kesalnya. Apalagi pada ayahnya. Dia sangatlah marah dengan Apa yang sudah dilakukan ayahnya pada mamanya.
"Tidak! tidak. Aku harus pergi sekarang." ucap Linda. Dia segera membereskan semuanya. Dan segera pasti meninggalkan rumahnya. Ponselnya sekarang entah ada dimana. Lagian semenjak kejadian kemarin malam. Dia sama sekali tidak menemukan ponselnya. Entah jatuh atau memang ketinggalan di sana.
***
Linda yang merasa sangat lelah. tanpa mengetuk pintunya. Dia mencoba membuka badanya. Kedua mata sayu itu seketika melebar. Saat dia tidak sengaja melihat kemesraan Cuma dengan Rian teman kampusnya.
"Eh... Maaf ganggu!" Linda memalingkan wajahnya.
"Kamu sudah pulang? Kemana saja kemarin malam? kakap kamu tidak pulang"
"Aku kemarin kerja. Dan, karena aku mabuk. Aku harus tidur di hotel."
Cuma yang semula berbaring, dengan kepala di atas kedua pahà Rian. Cuma mencoba untuk berdiri. Menatap wajah Linda.
"Apa kemarin kamu bersama dengan laki-aki lain?" tanya suaminya.
"Tidak!"
"Kamu yakin?"
"Tidak jujur padaku?" geram banget.
"Bukanya kamu juga tau sendiri gimana? sudah, aku masi istirahat lagi. Kalian kalau mau pacaran. lanjutkan! Tapi, setelah itu kamu berjalan rumah. cuci piring. sementara jangan lama-lama pacarannya. Apa kalian tidak kasihan pada wanita single di depan kalian." goda Linda tersenyum mengejek ke arah meraka.
Linda..." teriak Cuma dan rian kompak. Mereka ternyata saling berteman satu sama lain. Tetapi tidak menyangka jika Rian mau bersama dengan Cuma.
"Sudah! sudah masuk sana! pergilah tidur."teriak Cika.
"Siap... Itu yang aku mau!" ucap kekasihnya yang seketika tam mau kalah sedikit nenek Linda.
"Riya... Aku punya banyak cadangan ejekan untuk kamu. Dan, lihat saja di kampus shanti. Lagian kamu cepatlah pergi. Sebentar lagi ada hal kampus. Kenapa kamu masih ada disini?" tanya Linda, menahan senyumnya.
"Aku masih berusaha sama Cika. Jadi apa salahnya" tanya Rian. "Lagian, kamu dari mana pagi-pagi baru pulang. Jangan-jangan kamu pergi sama om-om?" tanya Riko sedikit mengejek.
"Aku kerja. Jadi apa salahnya." Linda melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamarnya. Meninggalkan Cuma dan Rian yang masih di ruang tamu.
"Bentar! Aku pergi dulu. Kamu tunggu sebentar." ucap Vina. Dia beranjak berdiri.
"Aku Mau ke toilet dulu."
"Baiklah!"
Cuma melangkahkan kakinya pergi. Sementara, Rian yang masih penasaran dengan cerita Linda. Dia mencoba untuk mencari Linda. Dia membuka pintu kamar Linda. Sontak Linda yang baru saja mau ganti baju terlihat. Baju yang semula sedikit terangkat ke atas. Seketika dia turunkan kembali.
"Tuan apa yang kamu lakukan?" tanya Linda. Menatap bingung ke arah Vian. Laji-laki itu terus berjalan masuk ke dalam kamarnya. Pandangan laki-laki itu berubah menjadi pandangan mata kotor. Saat tak sengaja melihat body seksi Linda. Seakan membuat air kirinya menetes. Rian, terus mendekati Linda.
"Tuan pergilah!" ucap Linda. Dia mencoba untuk bersikap santai.
"Aku tidak akan pergi?" ucap Vian.
"Kalau Cuma tahu kamu ada disini. Dia pasti salah paham padaku. Bahkan dia bisa marah padaku."
"Aku tidak perduli. Kau hanya mau tanya padamu." Rian memegang kedua bahu Linda. Dia mencengkeramnya sangat erat. Kedua mata mereka saling bertemu. Linda yang semula mencoba bersikap santai. Dia semakin takut dengan pandangan mata itu.
"Temani aku! Aku akan bayar kamu. Sama seperti para laki-laki membayar kamu." Rian menjatuhkan tubuh Linda Di atas ranjang. Dia segera memegang kedua tangan Linda menguncinya. Tak lupa dia menutup bibir Linda dengan sapu tangan yang dia bawa tadi.
"Hmm... Emm. " Linda mencoba memberontak. Rian menduduki kedua kakinya. mengunci tangannya di atas kepalanya. Laki-laki itu mengecil setiap lekuk lehernya.
"Hmmm... "
Cika yang mengetahuinya. Dia segera menarik bahu Rian. Hingga terjatuh tepat di atas lantai bawah. "Dasar bajing*n Apa.yang kamu lakukan?" bentak Cuma.
"Kenapa? Lagian kamu sama dia sama saja. Sama-sama wanita murahàn. Memangnya salah aku menikmati kalian berdua. Aku sudah mendapatkan itu dariku. Sekarang, aku ingin merasakan dengan temanku sendiri."
"Dasar laki-laki kurang ajar."
Plaak!
Sebuah Tamparan keras mendarat tepat di pipi Rian. "Kamu pikir kamu bisa seenaknya pada wanita. Tidak akan! Jika tidak seperti ini. Mungkin aku tidak akan pernah tahu kebusukan kamu." pekik Cika.
Sementara Linda hanya diam, memegang memeluk tubuhnya sendiri. Dia hampir saja kehilangan kehormatannya kesekian kalinya. Merasa sekarang tidak terlalu bisa menjaga dirinya. Linda hanya bisa menangis tersedu-sedu. Meratapi nasibnya saat ini. Keluarga Saya hancur dan sekarang kehidupannya juga benar-benar sudah hancur.
"Sekarang pergi dari sini. Kau tidak mau melihat wajah kamu lagi." geram Cuma sangat kesal. Kedua matanya Seolah memancarkan percikan api kemarahan. Aura ingin menyeleksi laki-laki membara pada dirinya. Tetapi dia sadar. Masih ada hukum dia tidak akan bisa berbuat apa-apa jika terjerat hukum.
Baiklah! Kau akan pergi. Tapi, lihatlah nanti. Linda... Kamu masih punya hutang padaku."
"Sialan... Teman seperti kamu henar-benar memuakkan. Kalau kamu bukan teman satu kelasku. Mungkin aku sudah mematahkan kakiku sekalian." jawab Linda mulai memberanikan dirinya mengeluarkan kemarahannya.
"Silahkan!"
"Tunggu saja nanti!" ucap Linda. Terbesit dalam pikirannya tentang laki-laki yang kemarin menolongnya. Om, Vian... Eh.. Vian. Dia laki-laki yang membuatnya merasa nyaman saat bersamanya. Mungkin dia bisa membantuku.
"Linda.. Jangan biarkan dia. Lagian laki-laki brengsèk seperti dia tidak patut juga di kasihan. Kita harus beri dia pelajaran nantinya." geram Cuma. Sementara Linda makasih terdiam lagi. Dia mencoba untuk mengatur napasnya. Tubuhnya mulai gemetar. Pikirnabyabrerbyanag kejadian malam itu. Yang belum bisa dia lupakan.