Diminta untuk pergi

1357 Words
"Ada apa papa mencariku?" tanya Linda. Dia berjalan seolah tidak terjadi apa-apa Lagian dia sudah terbiasa diperlakukan seperti itu sebelumnya. Jadi, itu bukan sebuah masalah lagi baginya. Linda duduk di samping ayahnya. Menatap sekilas ke arah ayahny "Oh, ya. Sebelum berbicara. Kau mau tanya satu hal." ucap Linda. Kedua matanya masih menatap tajam ke arah wanita di samping ayahnya "Apa?" "Dimana mama sekarang? Apa papa tidak tahu keberadaan mama? Apa papa pura-pura melupakan mama?" tanya Linda. Tuan Berlian menghela napasnya. Dia mencoba tersenyum tipis untuknya. "Papa tidak tahu, dimana mama kamu pergi. Dan, mama kamu sama sekali tidak pernah menghubungi papa sama sekali. Jadi, apa salahnya jika papa yang menggantikan merawat kamu sekarang." tuan Berlian menatap ke arah calon istri barunya. "Dan, kali ini. Papa juga mengenalkan mama baru untuk kamu." tuan Berlian, papa linda. Merasa sangat bangga dengan istri barunya. Meski Linda masih saja tidak pernah suka dengannya. Linda menghela napasnya frustasi. "Kemana dia segera pergi?" tanya Linda pada dirinya sendiri. "Dan, aku tidak tahu gimana pikiran seorang yang sudah berumah tangga." Linda menggelengkan kepalanya. "Jika kamu aku mencarinya silahkan. Terakhir papa melihatnya di sebuah restaurant mewah bersama dengan seorang laki-laki. Sekarang. Entahlah, kemana dia pergi." jawab tuan Berlian. Meski sifatnya yang kasar pada Linda. Linda tidak pernah sama sekali terlihat marah. Papanya memang dari dulu egois. Sering marah, dan apalagi dia orang yang tega. Tapi sebenarnya sangat menyayanginya. Dia begitu panik saat Linda sakit. "Terus... Papa tadi mau bilang apa?" tanya Linda, menggerakkan kepala sedikit miring ke kiri. "Linda... papa kan ijinkan kamu berada didunia luar sekarang kamu bisa pergi sesukamu. Jika kamu tidak mau kembali kerumah ini. Maka kamu harus mendapatkan calon suami sendiri. Ayah akan pertimbangkan apa yang kamu katakan. Jika memang dalam satu minggu kamu bisa mendapatkan suami yang kamu bilang. Papa akan mengatakan semuanya. Dan, memberikan smeua padamu." Ucapan Berlian tidka membaut terkejut calon istrinya. Dia hanya tersenyum memasang Linda. Seolah memandang anak kandungnya sendiri. "Meski aku tidak balik ke rumah ini tidak masalah!" tegas Linda kesal. "Apa kamu tega meninggalkan ayah kamu sendiri disini?" tanya Tuan Berlian. "Tidak!" Linda menggelengkan kepalanya. Mengerucutkan bibirnya. "Maka dari itu. Lebih baik kamu turuti apa kata papa kamu. Papa hanya ingin melihat kamu segera menikah. Dan, melihat siapa calon suami kamu. Papa dia orang baik-baik atau tidak." Ucapan Berlian di sambut helaan napas kasar oleh Linda. "Apa juga tidak mau jika kamu menikah dengan laki-laki tidak bertanggung jawab." lanjutnya. Linda terdiam, dia teringat seseorang yang hampir saja membaut dia kehilangan kehormatannya. Tetapi, setidaknya aku bisa berdua dengannya. Atau, meminta bantuan. Untuk menikahiku. Linda menganggukan kepalanya, senyum tipis terukir di bibirnya. "Tenang saja. Aku sudah menemukan siapa dia. Tapi... Aku belum pacaran dengannya." ucap Linda tersenyum lebar. "Baiklah! Sekarang, kamu hidup mandiri. Jaga diri kamu. Papa akan siapkan orang untuk menjaga kamu. Jadi, jangan khawatir jika ada laki-laki kurang ajar di luaran sana." tegas Tuan Berlian. Dia juga terkenal dengan laki-laki yang kejam. Ada seorang yang menyakiti anaknya. Bahkan sampai melukainya. Tak segan-segan dia melakukan hal meja pada orang yang membuat Linda takut atau sampai menangis. "Baiklah! Jika memang aku boleh pergi. Aku akan pergi sekarang. Terima kasih Papa sayang." ucap Linda. Dia segera bangkit dari rahangnya. Dengan senang hati wanita itu berlari kembali masuk ke dalam kamarnya. Kali ini dia terlihat begitu antusias pergi. Menyiapkan semuanya ke dalam koper. Dari baju dan tak lupa parfum, tas serta peralatan make up miliknya. Semua sudah masuk ke dalam koper. "Non, apa perlu saya antarkan?" tanya saja satu ajudan papanya. "Tidak perlu! Kau bisa alergi sendiri. Dan; aku masih bis anak taksi." ucap Linda. Dia segera menarik nomernya keluar dari rumahnya. Sepertinya papanya juga tidak peduli dia keluar. Dan, Linda memutuskan tidak pamitan padanya. Dan lebih memilih pergi. Tanpa berpamitan lebih dulu. Wanita itu masuk ke dalam taksi yang ternyata sudah menunggunya dari tadi. Salah satu ajudannya membantu dia memasukan koper miliknya Ke dalam bagasi taksi. Linda pergi lagi ke alamat rumah Cika. Kali ini dia terasa lebih nyaman lagi jika dia tidak pinjam baju Cika lagi. Sampai di rumah Cika. Wanita itu ternyata sedang berduaan dengan seseorang di dalam rumahnya. Linda menghentikan langkahnya saat dia melihat sebuah mobil yang terparkir di depan halaman rumah Cika. "Siapa lagi yang ditemui olehnya?" tanya Linda dalam hatinya. Dia mencoba membuka pintu rumah Cika. Dan ternyata sama sekali tidak di kunci olehnya. "Apa itu anak tidak bisa menutup pintunya. Gimana kalau ada pencuri masuk." gerutu Linda. Dia menarik nomernya segera masuk ke dalam rumah Cika. Berjalan dengan langkah ringan menuju ke kamarnya. Kedua kalinya langkahnya terhenti saat dia mendengar suara desahan dari kamar Cika. "Aku tidak melihat Cika di luar. Tapi.. Di depan rumahnya ada mobil orang." gumam Linda curiga. "Apa jangan-jangan mereka di dalam?" tanya Linda. Dia mulai linglung di buatnya. Gimana bisa, dia tidak pernah tahu tentang hubungan masalah ranjang. Dia tidak ahlinya. M3ndnegar suara itu tubuhnya terdiam kaku, seolah merasakan tubuhnya perlahan mulai merinding di buatnya. "Apa yang mereka lakukan?" gumam Linda mengerutkan keningnya bingung. "Sebenarnya apa pekerjaan Cuma. Kenapa dia selalu gabti-gamti pasangan. Bahkan mereka menghabiskan malam berdua. Ah.. Sudahlah! Aku tidak mau tahu urusannya. Lagian, nanti jika aku sudah punya uang sendiri. Aku bisa kebebasan dia dari pekerjaan itu." Linda mengangguk gangguan kepalanya pelan. "Sayang.. Keringatnya." suara berat seorang laki-laki seketika membuat Linda bingung. Desahan itu semakin keras. Mengusap telinga Linda merasa sangat panas mendengarnya. Apalagi kamarnya juga sangat dekat, bahkan, bersebelahan. Linda tak mau tahu lagi, ia mencoba untuk membuka pintunya. Memegang gagang pintunya, memutarnya perlahan, sedikit mendorong pintu ke belakang. Ternyata memang benar pintu kayu itu tidak di kunci dari dalam. "Saat mereka membukanya. Kedua mata Linda melebar sempurna. Dia mengira jika mereka sedang berhubungan badan. Ternyata hanya makan mie ramen pedas. Bahkan Cika terus berdesir merasakan pedasnya mie itu. Linda menghela napasnya Menggaruk kapal belakangnya. Dia terlihat seperti orang Ling-Lung berdiri tepat di depan pintu. sembari c3ngar cangkir di depan Cika "Hai... Linda.. Kamu baru datang?" tanya Cika.. Melambaikan tangannya ke arah Linda. Linda seketika terdiam, dia menggerakkan matanya. Mencoba menekankan matanya lagi. Memastikan apa benar yang di liatnya itu berbeda dengan ekspentasinya. "Kenapa pikiranku terlalu kotor." gerutu Linda, mengacak-acak rambutnya frustasi. Dia mengeluarkan napas kasarnya berkali-kali. Mencoba untuk menghilangkan pikiran joroknya. "Linda... Kenapa kamu malam-malam seperti ini datang?" tanya Cika heran. Dia bahkan tidak tahu jika ada Linda. Lagian, ia s7ddah biasa keluar masuk rumahnya. Seperti rumah sendiri baginya. "Papaku juga yang memintaku pergi. Jadi aku pergi ke sini dulu." ucap Linda, mengerjapkan matanya berkali-kali. Dia mulai memasang wajah memelasnya. "Maaf, ganggu kalian. Sudah lanjut saja makannya." ucap Linda. Memegang gagang pintu, bersiap menutupinya kembali. "Heh... Kamu tidak mau mencicipinya?" tanya Cika. "Tidak perlu. Lagian aku masih belum lapar!" Linda segera menutup pintunya kembali. Kali ini dia mulai masuk ke dalam kamarnya. Dia membaringkan tubuhnya sebentar. Kedua matanya sudah mulai menyipit. Bahkan mata indah itu tak bisa terbuka sempurna. Linda yang merasa sangat lelah dan capek. Dia mulai memejamkan matanya. Tepat tengah malam. Linda terbangun lagi. dia masih terpikirkan tentang Cika. Dia merasa mobil itu belum juga kembali. Dengan langkah cepat. Linda melihat ke arah jendela kaca dari atas namanya. Dan, memang benar Jika mobil itu belum juga pulang. Linda mengangkat tangannya. Melihat jam tangan bermerek mahal. Melingkar di pergelangan tangannya. Sudah hampir jam 3 pagi. Dan laki-laki itu belum juga pulang dari kamar Cika. "Kenapa tuh dua orang lama sekali di kamar. bahkan Cika mengabaikannya yang baru saja datang." gerutu Linda. Dia mulai penasaran dengan apa yang mereka lakukan. Linda menghela napasnya kesal. Dia menyisir rambut dengan sela-sela jemari tangan kanannya. Dia beranjak berdiri. Mencoba mencari tahu dimana Cika berada. "Cika.... Cika.. Kamu dimana?" panggil Linda. "Ada apa?" jawab Fina dengan suara kerasnya, yang sepertinya suara itu dari bawah. Linda segera melebar ak ke lantai satu. Dia tersenyum lega melihat Fina di bawah. "Heh... Kamu dibawah? Aku kira kamu masih dikamar." ucap Linda. Dia tersenyum malu. Kedua Kalinya pikirannya selalu saja kotor. Dia mengira jika Cika tidur bersama dengan laki-laki itu, dan ternayat tidak. Linda... Linda. Pikiran kotor kamu tidak bisa hilang. Kenapa aku jadi, berpikir jika Cika sedang bermalam. Dan aku pikir mereka berhubungan badan. Semua pikiran kotorku salah. Dan, aku hampir menuduh teman aku sendiri berbuat hal itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD