4.1

1134 Words
Gundukan tanah yang tampak basah sehabis diguyur hujan tersebut menguarkan aroma mawar segar. Seseorang yang duduk berjongkok di sampingnya tentu saja pelaku yang menaburkan kelopak mawar pada kuburan bernisankan Febrian Adam Chavali. “Ini aku beli ya, Beh, ga kaya kamu yang ga modal,” ucap Uci menatap langit setelah hujan, berusaha menahan air matanya. Butuh begitu lama bagi Uci untuk mengumpulkan keberaniannya sampai berani mendatangi kuburan Adam. Beberapa tahun yang lalu mungkin begitu susah baginya tapi sekarang tidak lagi. Tidak ketika ia tau bahwa tempat teraman baginya justru di sana, jauh dari semua orang yang memaksakan keinginannga pada Uci. “Mbak, aku beli satu buket mawar paling mahal yang, Mbak punya, gitu caraku belinya,” ucap Uci mengulangi kembali bagaimana ia membeli bmawar-mawar itu. Uci jadi teringat satu-satunya bunga dari Adam yang ia jaga sampai sekarang, bunga curian yang ia dapat saat kecelakaan tujuh tahun lalu. Uci jadi sangat menyesal mengabaikan buket bunga yang Adam kirimkan di hari wisudanya dulu. Kenapa dulu ia harus membuang mereka? Tak ingin menyesali hal yang sudah tidak bisa kembali kemudian Uci melihat kanan-kiri, muka-belakang untuk memastikan tidak ada orang di pemakaman itu selain dirinya. “Aa.. aa...” Uci mengetes suaranya setelah memanjatkan doa untuk jasad yang terbaring di bawah sana. “ J-just just for a moment can we escape Just for a moment, we’ll find a common place Boy it aint easy to stay away from you bibeh” Sekali lagi Uci menoleh ke segala arah memastikan tidak ada yang mendengarnya, ia menghela nafas setelah menyadari memang dirinya satu-satunya manusia di sana. “Sudah lumayan baguskan, Beh? Suaraku? Tapi aku menyerah sama gitar-gitar kamu,” ujarnya setelah menyanyikan sebait lagu Jason Chen yang pernah Adam nyanyikan untuknya dulu.  Pandangan Uci saat ini tertuju pada jemarinya yang mulai kapalan karena belajar gitar. “Sepuluh tahun mendatang aku akan tetap mendatangi kamu, Dam. Sepuluh tahun mendatang Naura dan Naufal juga akan mengenal cinta dan aku akan melindungi mereka dari mengenal seseorang seperti kamu, seseorang yang kejam karena meninggalkan aku sendirian. Ngomong-ngomong soal mereka berdua mungkin Naura akan takut sama aku karena aku berteriak pada Papa tepat di depannya, heheh...” Uci kemudian mencabuti rumput-rumput liar yang tumbuh di sekitar kuburan Adam-nya ketika langit sore semakin gelap karena sisa-sisa awan yang belum menumpahkan airnya ke bumi. “Hem.. Dam, seperti kehadiran dan ketidak hadiran kamu yang tidak bisa aku tolak, aku ingin kamu mengerti bahwa mungkin... Mungkin akan ada kejadian yang juga tidak bisa aku tolak,” ucap Uci kemudian terdiam lama sampai terdengar kumandang azan. Penting bagi Uci untuk mengatakan hal ini, namun ia tidak menjelaskan detail tentang kemungkinan kejadian itu. Uci merasa, ia tidak akan pernah bisa mengatakan bahwa Reza akan benar-benar merampasnya dari Adam. Uci tidak berani. Adam hadir untuk mengajarkan sesuatu padanya, itu yang semua orang katakan. Jadi apa yang Adam ajarkan? Kesedihan? Uci tidak suka dengan ide itu karena baginya Adam, sampai kapanpun adalah bagian dari dirinya. Adam bukan sekedar seseorang yang ia temui di jalan hidup kemudian untuk ia lupakan bisa saatnya tiba. “Kamu ingat siapa yang menjadi Kakak iparku kan, Beh? Ibu beranak satu itu masih tergila-gila dengan drama korea, terutama yang mengisahkan reinkarnasi. Indah ingin ia kembali bertemu denganku, berteman denganku dan menikah dengan Abangku di kehidupan berikutnya. Meskipun IPKnya lebih tinggi nol koma tiga dariku, kita harus sebut dia t***l, Beh. Karena kalau kehidupan kedua, ketiga dan seterusnya itu ada, aku tidak akan menghabiskan sisa hidupku untuk menulis setiap pertemuan kita di dalam mimpi pada ratusan lembar kertas. Karena aku tau semua yang ada di drama dan novel itu bohong. Kita hanya akan hidup sekali dan kebetulan kamu sudah menghabiskan semua sisa umur kamu sehingga aku yang ingin terus ditemani oleh sosok kamu di sisa hidupku harus mengabadikan kamu dalam tulisan, kalau-kalau aku pikun nanti. Tapi tenang sayang.. aku belum pikun dan masih ingat bagaimana senyum kamu meski hanya dengan menutup mata.” Uci terus mengoceh pada gundukan tanah itu, baru setelah ia memastikan bahwa Adam tidak terlihat seperti orang yang ditinggalkan, karena kuburannya ditumbuhi rumput liar, Uci memutuskan untuk menyudahi kunjungan hari ini. “Aku pulang ya, Beh. Karena kontrakan kamu pasti sudah sangat berdebu sekarang. Ah aku lupa bilang ya? Bang Edo membelikannya untukku. Barang-barang kamu masih terletak di tempat yang sama, bedanya saat ini, di sana semakin ramai dengan barang-barangku,” kekeh Uci sebelum benar-benar meninggalkan area pemakaman. >>>  Reza tengah menyetiri gadis yang dalam seperempat hari ini diteriaki oleh mahasiswa kampus tempat ia dulu menuntut ilmu. Hanum yang memang memiliki paras cantik ditambah tutur nan elok plus pembawaannya yang anggun yang tadinya mengaku begitu gugup malah tampak begitu menikmati waktunya berbicara selama beberapa jam. Guyonan yang para host lemparkan untuknya juga membuat Hanum merona. Benar-benar membuat Reza geli, bisa-bisanya Hanum termakan bualan bocah kemaren sore. “Harusnya kita makan dulu, Bang,” tutur Hanum saat mobil Reza sudah memasuki komplek perumahan tempat ia tinggal. “Mungkin next time, Num. Dan gue yang traktir.” Hanum menatap heran pada wajah Reza, wajah tampan Reza lebih tepatnya. Selama ia mengenal laki-laki ini, Reza bukanlah orang yang menjanjikan sesuatu, sekalipun itu kecil, lalu ada apa gerangan dengan pria ini? Apakah Reza Alaric Sagara sudah bisa menyadari keberadaannya? Oh tuhan, tunggu sebentar, Hanum tidak kuasa menahan debaran jantungnya yang menggila dan juga wajahnya yang mulai terasa menghangat. “Engga secepat ini,” gumam Hanum menyuarakan ketidaksiapannya, namun ia segera menggeleng kencang. Apa maksudnya barusan mengatakan tidak secepat ini? Apa otak cantiknya lupa sudah berapa tahun dirinya menunggu Reza Alaric Sagara menjadikannya tempat untuk pulang? “Tingkah lo mulai aneh, Num. Sesampai di rumah tolong semua kembang tujuh rupa lo di ganti,” kekeh Reza dengan tangan dilipat dan sekarang sudah menatap geli pada perempuan yang sebenarnya cukup jauh dari ekspektasi para mahasiswa ataupun pria lajang yang hanya melihatnya di TV. “Besok ya?” ucap Hanum manja, entah Reza menyadari perubahan nada suaranya atau tidak, Hanum tidak peduli, ia hanya ingin tampak lebih lovable di depan calon suaminya ini. “Jangan besok, karena besok gue..” “Besok lo ngapain?” tanya Hanum penasaran. Reza menggantungkan kalimatnya sehingga mau tidak mau Hanum di buat penasaran. “Engga.. Kalo semuanya udah pasti, baru gue ceritain, ya, sekarang lo masuk kemudian cuci tangan-cuci kaki sama gosok gigi.” Reza tidak bisa menahan kekehannya ketika Hanum memonyongkan bibirnya juga jangan salahkan apa yang saat ini Reza lakukan padanya. “Selalu aja lo posisiin gue kaya anak-anak.” Hanum tidak suka dengan kebiasaan Reza yang suka sekali mengacak-acak rambutnya. “Padahal?” tanya Reza dengan wajah mengejek.             ‘Padahal gue udah sanggup lahirin anak-anak lo, Bang,’ sungut Hanum dalam hati, selancar apapun ia bicara dengan Reza dalam topik apapun, Hanum tetap akan menjaga agar mulutnya tidak salah bicara agar Reza Alaric Sagara tidak kabur darinya. Sebut apa saja topik sensitif yang kemungkinan akan membuat dua orang dengan jenis kelamin berbeda merasa canggung. Cinta? Perselingkuhan? Itu bukan hal yang sensitif untuk dibicarakan oleh Hanum dan Reza. Seks? Come on, mereka sering membahas topik itu terutama s****l harassment yang belakangan meraja lela. Reza adalah satu-satunya manusia yang cocok untuk Hanum dan ia akan berusaha dengan segala daya dan upaya agar ia mendapatkan Reza sebagai suaminya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD