Bab 2. kenyataan

1243 Words
"Dira menerima lamarannya." Ucap Dira. Ia menghela nafasnya lega.  "Alhamdulillah." Semua yang berada diruang tamu mengucapkan syukur. "Baiklah kalau begitu, penikahan kalian akan disegerakan secepat mungkin. Apa keluarga nak Dira menerimanya?" Tanya Ayah dari Devan pada kedua orang tua Dira.  "Iya kami setuju". Dengan mantap ayah Dira menjawab.  *** Kini disinilah Dira berada dikamar penganti di rumah kedua orangtua suaminya, setelah ijab kabul terlaksanakan. Sungguh Dira tidak menyangka bahwa keluarga suaminya sangat kaya bahkan ketika pertama kali menginjakan kakinya disini rasa minder begitu kentara. Apa yang dipikirkan oleh suaminya hingga mau menikahi orang biasa seperti dirinya ini.  "Kenapa kamu belum mandi." Dira terkejut karena suaminya masuk tiba tiba menganggu ia yang sedang melamun.  "i..ni mau mandi." Dira mengambil bajunya dan menuju kamar mandi. Bajunya emang sudah disiapakan oleh Ibunya.  Setelah keduanya selesai mandi, penganti baru itu asik dengan dunianya sendiri. Devan yang sedang main hp dan Dira yang asik melamun.  "Mas Dira tidur duluan ya." Akhirnya Dira mempunyai keberanian memecahkan kecanggungan antar ia dan suaminya.  Tidak ada respon apa pun yang ia dapatkan dari Devan. Dira cemberut melihat ketidak pedulian Devan padanya.  Devan sebenarnya mendengarkan apa yang diucapkan istrinya hanya saja dia malas menjawab pernyataan yang tidak penting. Diahlikan pandangan mata nya dari hp ke punggung Dira. "Buka saja kerudungmu!" Devan menyuruh Dira yang masih saja menggunkan kerudungnya padahal mereka sudah sah.  "iya." Sebenarnya Dira malu tapi jika membantah Dira pasti akan berdosa. Dengan gugup Dira melepaskan kerudungnya dan menaruhnya di samping tempat ia berbaring.  Lama mereka saling diam, hingga tiba tiba sebuah tangan memeluknya Dengan otomatis Dira menahan nafasnya.  "Aku ingin meminta hak ku." Devan berucap sambil membalikkan tubuh istrinya.  Dira langsung terdiam. Rasa takut dan gugup memenuhinya. Dira menutup matanya, ia sangat gugup hingga tidak tau harus mengucapkan apa dan melakukan apa. karena tidak ada pergerakan dari suaminya, Dira memutuskan untuk membuka matanya. Baru saja membuka matanya tiba tiba bibirnya langsung dicium oleh bibir lembut suaminya. Dira membelakkan matanya terkejut. Ini pertama kalinya Dira dicium. Hingga penyatuan itu terjadi. *** "Eh mantu Bunda, ayo kemari kita makan sama-sama." Ajak Linda pada menantunya itu.  "Iya Bun." Dikelurga ini mempunyai peraturan untuk tidak berbicara saat makan, berbeda saat dirumahnya yang kadang selingi pembicaraan. Dira jadi merindukan keluarganya. Tapi ibunya menyuruhnya untuk selalu mengikuti kemanapun suaminya pergi dan menuruti perintah suami dalam kebaikan.  "Kalian niat honeymoon kemana?" Tanya Mudin, Ayah Devan.  "Ku saranin bali aja dulu Bang atau daerah lain, biar lebih mencintai tanah air hehe." Bukan Devan menjawab tapi malah adiknya.  "Kami berniat untuk menundanya dulu." Devan mengucapkannya tanpa memperhatikan raut kecewa dari istrinya, sungguh Dira ingin ke bali karena selama ini ia tidak pernah jalan-jalan ketempat yang jauh.  "Loh kenapa?" tanya Niar.  "Kami ingin menghabiskan waktu disini aja terlebih dahulu." Jawab Devan.  *** Dira yang sedang duduk di teras rumah tiba-tiba Devan keluar dengan baju yang sudah sangat rapi.  "Mas mau kemana?" Tanya Dira.  "Bukan urusanmu, walaupun kita sudah menikah tolong jangan terlalu mengurusi kehidupanku." Dira jadi semakin di buat binggung. Devan yang mengajaknya untuk membina rumah tangga, tapi kenapa Devan besifat seolah-oleh Dira yang memaksa suaminya itu untuk menikahinya?  "kenapa? Dira kan berhak mengetahuinya aku ini istrimu." Dira tidak bisa diam saja diperlakukan semena-mena oleh Devan. "Kan kamu yang mengajak aku menikah, tapi kenapa seolah olah aku yang mengajakmu menikah mas?" Tanya Dira. Sayangnya Devan tidak memperdulikan perkataannya dan pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun.  *** "Ngapain lo ada disini, bukannya penganti baru itu gak bisa jauh jauh." Riski berucap dengan lantang, hingga beberapa orang melirik kearah mereka. "Apaan sih lo. Suara lo kecilin."  "Cerita aja sama gue kenapa?" Tanya Riski yang sudah mengecilkan volume suaranya.  "Gue belum nyaman sama dia, tapi kan ini semua berawal dari gue seharusnya gue ga boleh gini kan." "Ya itu lo tau. Pulang aja sana, coba jalan jalan atau perbanyak pembicaraan kalian." Saran Riski. Devan beranjak dari kursi Cafe Riski, keluar berniat untuk pulang.  *** Devan berdiri di depan rumahnya untuk menemui istrinya walaupun masih canggung untuk bertemu istrinya. Tapi Devan bertekad untuk berusaha menerima istrinya. Walaupun ada rasa engan untuk melakukan itu.  "Dira mana?" Tanya Devan pada Bundanya tanpa basa-basi. Bundanya yang sedang fokus pada tv mengahlikan pandangan matanya pada Devan.  "Di atas tadi Bunda liat." Jawab Niar. Setelah mendengar jawaban dari Bundanya, Devan langsung ke atas tempat kamar mereka berdua.  "Dira. Ayo jalan-jalan." Devan yang melihat istrinya sedang menulis sesuatu di buku langsung mengutarakan niatnya.  "Kemana Mas?" Tanya Dira.  "Kamu mau kemana emangnya?" Bukannya menjawab pertanyaan Dira, Devan malah membali bertanya.  "Ke taman boleh juga." "Siap siap terus aku tunggu dibawah." Dira besiap siap dengan cepat, agar Devan tidak menunggunya terlalu lama, sungguh hatinya sedang berbunga bunga saat ini.  "Mas Dira udah siap." Devan mengangguk pelan. Devan Bangun dari atas tempat tidur, mengandeng tangan Dira.  Dira terus menatap tangan Devan yang mengengam tangannya. Pipinya sudah sangat memerah. "Wah mantu Bunda cantik banget." Puji Linda saat melihat menantunya yang sudah sangat rapi dan cantik.  Devan menatap Dira, melihat apa Dira memastikan apa benar yang diucapkan oleh Bundanya. Iya Devan mengakui bahwa Dira cantik. Tapi ada yang membuatnya menahan geram. Bibir Dira penuh dengan lipstik. Ia baru menyadari hal ini. Devan mengulurkan tangannya ke bibir Dira, mengusap bibir itu dengan sedikit tekanan. Tapi sialnya tidak semua lipstik itu hilang.  "Siapa yang menyuruh mu berdanda? Jangan genit kamu." Ucap Devan dengan nada membentak.  "Devan jaga ucapan mu." Linda benar-benar tidak menyangka Devan bisa membentak istrinya hanya dengan masalah yang bisa dibicarakan baik-baik.  Dira menunduk malu. Dira benar-benar tidak menyangka Devan bisa membentaknya di depan Ibu mertuanya.  "Maaf." Ujar Devan lalu mengecup sekilas bibir istrinya.  "Kalau mau ciuman di kamar Van. Mantu Bunda jangan sedih lagi ya." Devan langsung menarik Dira ke kamar tamu yang berada dilantai bawah. Jika kembali ke kamar akan membutuhkan waktu yang lebih lama.  "Nah kan cantik nie bibir kamu gak ada lipstik." Devan berucap setelah membersihkan bibir istrinya. Dira dengan malu mengangkat wajahnya lalu menantap wajah suaminya. Dira tidak dapat menahan kekehannya saat melihat lipstik dibibirnya tadi berpindah tempat ke bibir suaminya. "Mas lipsticknya pindah dibibir mas." "Bersihin." Devan menunduk lalu memegang pinggang istrinya, dengan tangan bergetar Dira memegang bibir suaminya itu dan mengusap bibir itu dengan perlahan. Devan jadi pingin melakukan sesuatu yang lebih dengan istrinya, tapi Devan menahannya. Ia tidak ingin rencananya pada hari ini gagal.  "Udah Mas." Dira dan Devan keluar dari kamar menuju taman yang ingin mereka datangi.  *** Selama perjalanan tidak ada yang memulai pembicaraan hingga hanya kesunyian yang Dira rasakan. Mobil Devan berhenti di di persimpangan taman. Mereka berjalan sendiri-sendiri dengan jarah yang tidak berdekatan. Padahal Dira ingin sekali tanganya digenggam seperti di rumah tadi.  "Ayo kita duduk di sana." Devan berucap sambil nenunjuk salah satu bangku yang kosong yang berada di taman.  Dalam diam mereka sama-sama memperhatikan semua orang yang ada di taman.  Anak kecil yang saling kejar-kejaran membuat Dira gemas.  "Mas pengen punya anak berapa?" Tanya Dira memecahkan keheningan. "Aku belum memikirkannya. Aku belum berniat memiliki anak." Jawab Devan.  Dira kecewa mendengarkan apa yang suaminya katakan. Padahal Dira sangat ingin memiliki anak.  "Kenapa?" tanya Dira "Intinya kamu jangan hamil dulu." "Tapi kan yang mengatur itu bukan kita, tapi Allah."  "Iya saya tau. Setidaknya lakukan pencegahan. Besok kita akan ke Rumah Sakit. Memasang pencegah kehamilan." "Mas aku haus." Dira berucap dengan lirih, mengalihkan pembicaraan mereka. Dira tidak sanggup mendengar ucapan Devan yang menunda kehadiran seorang anak.  "Kamu tunggu disini." Devan beranjak dari sampingnya menuju tempat pembelian minuman. Devan yang sudah pergi dari dekatnya, membuat Dira tidak bisa menahan air matanya lagi. Buru-buru Dira mengusap air matanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD