***
Dira dan Devan keluar dari rumah sakit tempat Dira memasang kontrasepsi spiral yang ditanam di rahim Dira.
Dokter menyarankan Dira untuk chek up 6 bulan sekali. Sungguh ada perasaan kecewa yang memenuhi hatinya, rasanya Dira ingin menangis sekarang. Dulu ketika melihat kebahagian orang lain yang sudah halal membuat Dira ingin segera menikah. Tapi melihat perjalanan pernikahannya membuat Dira paham ini semua tidak semudah yang ia bayangkan.
"Saya ada urusan mendadak, kamu bisa kan pesan taksi?"
Kenapa Devan seperti itu padanya? Seharusnya dia kan bisa mengantarnya dulu, jarak antar rumah sakit dan rumah Devan kan tidak jauh.
Dira dan Devan sudah tiga hari yang lalu pindah dari rumah mertua Dira dan sekarang tinggal rumah Devan. Dengan kecewa Dira menganggukkan kepalanya.
Setelahnya mobil Devan meninggalkan perkarangan rumah sakit. Dengan tidak semangat Dira berjalan dengan pelan menuju pinggiran jalan raya. Melihat-lihat kendaraan apa yang bisa ia naiki, akhirnya Dira memilih menaiki angkot. Tanpa sadar air matanya tumpah, dadanya sangat sesak sekarang. Dira mendekap mulutnya agar orang di sekelilingnya tidak terganggu dengan isak tangisnya.
***
Dira sibuk memperhatikan jam dinding rumahnya. Ia sungguh khawatir sudah jam sebelas malam suaminya belum pulang. Makanan yang sudah ia siapkan sudah tidak panas lagi. Dengan gelisah Dira menelpon suaminya tetapi masih saja tidak diangkat. Tidak lama kemudian Dira dapat mendengar suara pintu depan yang terbuka. Dira sudah menebak jika itu adalah Devan.
"Mas dari mana aja?" Tanya Dira sambil mengambil tas kerja Devan.
Devan melirik sekilas Dira tanpa niat ingin menjawab. Sungguh pekerjaannya dikantor membuat dia sangat lelah.
Karena suaminya tetap jalan dan tidak menghiraukannya. Dira di buat binggung dengan sikap suaminya ini. Apa ia membuat kesalahan?
"Mas makanannya mau aku panasin. Mas makan ya?"
"Tidak perlu, saya udah makan dikantor." Walaupun kecewa Dira mencoba untuk memaklumi.
"Mas tolong kabarin kalau pulang telat." Ucap Dira. Rasanya ia tidak sanggup menahan rasa gelisah yang di sebabkan oleh keterlambatan suaminya itu pulang.
"Gak usah sok peduli kamu." Sia-sia semua usaha Devan untuk menbuat hubungannya dengan Dira membaik. Devan bukanlah orang yang suka berpura-pura, ia akan lebih nyaman bersikap sesuai keadaan dan moodnya.
"Aku emang peduli." Ucap Dira dengan suara yang lirih. Tanpa mengubris ucapan Dira, Devan pergi ke atas menuju kamarnya.
***
"Mas gimana masakan aku enak gak?" Tanya Dira setelah melihat isi piring makanan pagi Devan sudah habis di makan.
"Biasa aja." Jawab Devan acuh, Sebenarnya enak hanya saja dia terlalu gengsi untuk mengatakan yang sebenarnya.
"Aku berangkat." Devan beranjak dari duduknya dan mengambil tas kerjanya.
"Mas tunggu." Dira buru-buru bangun mengikuti Devan yang sudah berada di depan pintu.
"Apa lagi?"
Dira mengulurkan tangannya. Awalnya Devan binggung apa maksud dari tangan itu, hingga ia mengetahui maksudnya dan mengulurkan tangannya untuk disalami oleh Dira.
"Mas cium kening aku mas." Ucap Dira dengan malu-malu.
"Gak usah genit kamu." Devan langsung pergi tanpa melihat wajah Dira yang sudah memerah. Merasa ditolak oleh suaminya sendiri. Tega Devan membuat Dira malu.
Baru saja Devan membalikkan badannya ingin keluar. Ia memutuskan untuk memutar kembali badannya. Menatap lama Dira yang begitu mengoda.
Devan begitu ingin mencium bibir Dira. Devan menarik tangan istrinya hingga tubuh mereka menempel satu sama lain.
Dira berusaha menarik nafasnya dengan pelan untuk menormalkan detak jantungnya yang berdetak cepat. Takut jika suaminya bisa merasakannya dekat jantungnya. Apa ini pertanda bahwa ia sudah mencintai suaminya?
Devan memajukan wajahnya. Mendekati bibir Dira yang merah alami itu, mencium bibir Dira itu. Sangat lembut, Devan tidak pernah selembut ini padanya. Sngguh hal ini membuat Dira bahagia
"Mashh u...daaah."
Akhirnya Dira bisa mengatakannya walaupun sangat sulit sambil memukul palan d**a suaminya. Devan melepaskan ciuman mereka dengan engan.
"Aku pergi. Mungkin dalam tiga hari ini aku pulang malam. Malam ini aku pulang jam sembilan. Ketika aku sudah pulang, kamu harus memakai baju yang saya siapkan di kamar."
Setelahnya Devan benar benar pergi dari hadapannya. Setelah memastikan suaminya benar-benar sudah pergi. Dira menuju ke kamarnya, mencari baju yang di maksud oleh Devan, hingga matanya melihat sebuah plastik dan mengeluarkan barang yang ada di dalamnya. Dira membulatkan matanya, sungguh baju yang kekurangan bahan, Rasanya Dira sangat malu jika harus mengunakan baju itu di hadapan Devan.
Malamnya Devan yang melihat itu terkejut, ia pikir istrinya yang pemalu itu tidak akan mengenakan baju yang ia belikan.
"Kenapa kamu menggunakannya?" Ucap Devan seperti menahan sesuatu yang mendesak di bawah sana.
"Sebenarnya Dira malu. Tapi kata ibu aku harus menuruti perintah suami." Kata Dira dengan terbata-bata, Karena tidak ada jawaban Dira kembali melanjutkan ucapannya. "Apa aku harus membukanya kembali Mas?"
"Apa kamu bertanya tentang ini pada Ibumu?" Tanya Devan. Dira hanya mengangguk pelan.
Devan mengusap wajahnya tidak menyangka. " Lain kali hal seperti ini tidak perlu kamu tanyakan pada Ibumu." Dira hanya mengangguk pelan.
Selama beberapa menit tidak ada yang membuka suara. Dira keluar dari atas kasur berniat untuk ke kamar mandi hendak menganti baju.
Devan yang melihat Dira sudah hendak bangun dari atas tempat tidur, langsung menarik tangan Dira hingga Dira terduduk di atas tempat tidur. Tanpa banyak kata Devan langsung mencium bibir istrinya.
***
Devan terus mengumpat sejak tadi pagi. Tiba-tiba Ayahnya itu menelponnya dan menyuruhnya untuk menduduki kursi Ceo yang sebelumnya diduduki oleh adiknya dengan alasan adiknya sedang mengurus cabang lain. Jika dia menjadi Ceo di sini maka perkejaannya semakin menumpuk..
Tok tok tok
"Masuk." Ucap Devan.
"Hai, apa kabar sayang?"
Defan melihat siapa yang datang kekantornya. Devan berpikir sejenak mencoba mengingat perempuan ini. Akhirnya Devan mengingat bahwa perempuan ini adalah pacarnya yang entah keberapa. Devan terus menatap permepuan yang bernama Freya itu yang berjalan di buat-buat. Menlengokan pantatnya. Freya berjalan mendekati mejanya.
"Ada apa kau kesini?" Tanya Devan.
"Aku ingin mengajakmu berpesta malam hari ini bersamaku, apa kamu mau?" Ucap Freya sambil meletakan tangannya dimeja dan membungkukkan badannya, hingga dadanya lebih terlihat jelas. Devan mengalihkan matanya.
"Saya tidak ingin kesana." Jawab Devan.
"Oh, aku tau kamu pasti inginnya malam yang panas berdua denganku kan?" Kata Freya sambil mendudukan badannya dipangkuan Devan. Devan dengan reflek berdiri, perempuan itupun otomatis terjatuh ke lantai yang dingin.
"Saya gak minat sama kamu, saya minta kamu keluar dari ruangan saya!" Ucap Devan dengan tegas. Perempuan itu pun keluar dengan wajah yang kesel.
Biasanya devan akan menyanggupi ajakan perempuan itu dengan senang hati. Tetapi saat ini yang ada di pikirannya hanya Dira dan anehnya dia tidak bernafsu dengan perempuan lain selain istrinya.
***