Bab 1. Menanti

1196 Words
Devan sedang duduk disebuah cafe sambil memperhatikan semua cewek yang berada dicafe ini. Pria tampam yang bernama lengkap Devan Taqhi itu, sedang kebingungan untuk memilih siapa yang pantas untuk ia jadikan istri, pantas dalam artian bukan yang sama derajatnya seperti dirinya. Devan ingin mencari perempuan yang bekerja sebagai pelayan agar Devan bisa mengendalikan perempuan itu. Bukankah perempaun yang tidak memiliki apa-apa lebih mudah di kendalikan? Rencananya emang konyol, hanya saja Devan merasa ia harus melakukan ini. "Oi Van ngapain lo disini pagi-pagi. Mau nyari bini ya, gue udah tebak pas lo kepergok orang tua lo pas lo cium cewek hahaha." Riski sahabat dari Devan itu tertawa terbahak bahak ketika mengingat peristiwa yang terjadi kemarin. Kemarin di kantor tempat ia bekerja, Devan sedang berciuman dengan salah satu karyawan dikantor ayahnya. Dan tidak dapat Devan sangka Ayah dan Bundanya tanpa mengetuk pintu langsung memasuki tempatnya bekerja. Ayah dan Bundanya yang syok, langsung memarahi Devan dan perempuan itu habis-habisan. Bahkan Bundanya tidak dapat menahan isak tangisnya. Sebenarnya Devan tidak ingin melakukan itu, hanya saja hawa nafsunya sulit untuk ia kendalikan. Sebab itulah Devan mencoba mencari istri dan melampiaskan nafsunya pada istrinya kelak. "Darimana lo tau hah?" tanya Devan dengan nada dengan jengkel. "Ada deh hahahahah." Riski beranjak sambil bersiul-siul. Devan menatap datar kepergian sahabatnya itu. Ia lupa jika Riski pemilik Cafe ini, Devan benar-benar menyesal telah datang ke tempat ini. *** "Dira kesini kamu." Panggil Siska, pemilik dari Restoran tempat ia bekerja. Dira yang berada di samping meja kasir langsung beranjak menuju kebelakang. "Iya buk kenapa?" Tanya Dira. "Ini piring kenapa belum selesai dicuci, bentar lagi itu jam makan siang cepat kamu cuci!" Bentak Siska sambil menatap galak karyawan yang berada di depannya. "Maaf bu itu sebenarnya pekerjaan Bila, dia sekarang lagi cuti." Dira mencoba menjelaskan agar Boss nya dapat mengerti. "Banyak alasan kamu sana cuci." Setelah mengucapkan itu Siska langsung pergi. Dira tanpa mengeluh langsung menyelesaikan cucian itu. Dira Amalia itulah namanya yang diberikan oleh neneknya. Ia yang sudah berumur 23 tahun menatap nanar tempat cuci piring. Dira memikirkan nasibnya yang sudah bertahun tahun bekerja disini sejak berumur 18 tahun, sebenarnya sejak awal SMA Dira sudah bekerja paruh waktu, menabung untuk biaya kuliahnya. Hanya saja harapannya untuk kuliah pupus karena Dira memberikan semua uang tabungannya kepada orang tuanya untuk biaya pendaftaran adiknya yang memasuki jenjang sekolah menegah atas. Dira tau sebagai manusia ia tidak pantas mengeluh. Kalau di pikir lagi pun Dira tidak boleh menyesal karena Dira akan lebih menyesal jika sampai adik satu-satunya itu putus sekolah. *** "Bimo, tolong kamu data kembali keuangan kantor pada bulan ini, saya ingin pergi makan siang." Perintah Devan pasa Secretarisnya. "Baik." Bimo itu manyahuti perintah dari manejer keuangannya itu. Walaupun Devan anak dari pemilik perusahaan ini dan dia anak pertama tetapi ayahnya lebih mempercayakan perusahan ini kepada adiknya yang berumur 24 tahun sedangkan Devan sudah 27 tahun. Devan sudab berada di depan rumah makan yang tampak Sederhana namun sangat indah. Seperti biasa Devan akan memperhatikan semua wanita yang ada dirumah makan ini dengan teliti. Hingga ia menangkap seorang perempuan dengan kerudung menutupi d**a, baju yang tidak sempit dan tidak lebar dan celana kain berbeda dengan yang lainnya yang memakai jean walaupun berkerudung, dan wajahnya yang bersinar dengan kulit putih yang bersinar. "Mas, ingin pesan apa?" Tanya salah satu karyawan, tapi Devan tidak manyahuti sama sekali. "Mas, ingin pesan apa?" Karyawan itu bertanya sekali lagi dengan suara yang lebih dikeraskan. Devan yang tersadar langsung menyahuti karyawan itu. "Nasi padang satu dan green tea dingin satu. Dan tolong suruh perempuan yang memakai sepatu biru itu mengantar pesanan saya." "Baik mas, tunggu sejenak." Karayawan itu bertanya-tanya. Ada hubungan apa temannya itu dengan laki-laki yang tampan sangat berkelas ini? Setelah menunggu sekitar empat menit makanan yang ia pesan pun datang, yang di antar oleh perempuan yang ia inginkan. "Ini mas makananya." Ucap Dira dengan ramah. Dira berdiam sejenak, mungkin pria ini ingin mengatakan sesuatu. Temannya tadi mengatakan pria ini ingin ia yang mengantar makanan, ya pasti pria ini ingin mengatakan suatu padanya. "Bisa duduk didepan saya?" "Untuk apa ya?" "Duduk dulu baru saya bilang." Devan dapat melihat perempuan itu dengan gugup duduk dikursinya. "Siapa nama kamu?" "Dira Amalia, maaf mas apa saya ada melakukan kesalahan?" "Tidak kamu tidak melakukan kesalahan." "Jadi kenapa?" "Maukah menikah dengan saya?" Dira tidak dapat menutupi keterkejutannya. Apa pria ini sedang demam? Apa dia sedang bercanda? Bagaimana bisa melamar seseorang seperti ingin membeli minuman, sangat mudah. Bahkan orang yang mau berpacaran memerlukan kesiapan tapi ini! Dira tidak dapat berkata-kata. Dira melihat pria di hadapannya ini tidak ada espresi sama sekali. Apa dia tidak merasa gugup? "Tap..i kita kan tidak pernah kenal sebelumnya." Sungguh dira tidak mengerti dengan pria didepan ini yang barusan mengajaknya menikah bahkan Dira tidak mengetahui siapa nama pria itu. "Dalam islam lebih baik langsung menikah, kamu pasti tau kan pacaran atau pdkt itu tidak dianjurkan untuk dilakukan, namaku Devan Athaqi berikan alamat rumah mu padaku agar aku dengan orang tuaku bisa melamarmu." Dira yang mendengarkan ucapan dari pria itu terdiam. Apa ini serius? "Apa kamu bercanda?" Tanya Dira. Apa dira harus memberikannya alamat rumahnya? Tapi bukannya mereka tidak mengenal satu sama lain sebelumnya. "Saya harus makan dan kembali bekerja tolong segera berikan alamatmu, apapun jawaban yang kau berikan akan saya terima." ucap Devan sambil memperhatikan jam tangannya lalu mengalihkan pandangannya kehadapan wanita didepannya. Dengan ragu ragu Dira menulis alamatnya di kertas, lalu memberikan alamat itu kepada Devan. Dira berdoa dalam hati, semoga ini adalah tindakan yang sudah benar. "Terima kasih, dua hari lagi saya akan ke rumahmu." setelah menyelesaikan makannya Davan beranjak dari hadapan Dira yang melamun. Bahkan Dira tidak sadar ia sudah duduk hampir dua puluh menit di depan Devan. *** Hari ini tepat dua hari setelah kejadian direstoran. Dira sudah mengatakan niat pemuda itu kepada kedua orang tuanya, ibu dan bapaknya pun menyakupinya dengan bahagia. Tiba tiba terdengar suara mobil yang memasuki halaman rumahnya, apa laki laki itu sudah tiba dirumahnya?. "Nak segera keluar." Ucap Ibunya yang sudah berada di depan pintu kamarnya. "Siapa Bu?" Tanya Dira. "Pria yang kamu ceritakan itu, tadi Ayah dari pria itu mengatakan niatnya ke rumah kita." Dira menghembuskan nafasnya gusar, dengan mantap Dira beranjak bangun, berjalan keluar. Semua mata menuju ke arahnya, setiba Dira di ruang tamu. Dira menunduk sambil memegang erat tangan ibunya. "Niat kami kesini ingin meminang anak bapak yang bernama Dira Amalia, saya harap dapat diterima oleh putri bapak." Papa dari pria itu mengatakan niatnya kembali, setelah sebelumnya sudah memberi tau orang tua Dira. Dira semakin tidak bisa menahan rasa gugup yang ia terima. Dira bahkan belum mengangkat wajahnya untuk melihat pria yang ia temuin di rumah makan itu. "Terima kasih atas niat baiknya, semua keputusan kami serahkan kepada putri kami, apa keputusan mu Dira?" Tanya Ayahnya. Dira sungguh gugup. Ia sudah meminta petunjuk kepada Allah dengan shalat istigharah dan Dira memimpi, setelah shalat Dira mendapat pertunjuk. Saat itu ia menatap pria -Devan- itu dengan tersenyum. Sembari menatap semua keluarga yang datang kesini matanya. Mata Dira pun beradu pandang dengan laki laki yang melamarnya, Dira yang gugup langsung menundukkan pandangannya. "Dira..." "Dira..." "Dira..." "Dira jangan seperti itu, berikan keputusanmu dengan tegas." Ibunya berucap dengan gemas, Dira dapat mendengarkan kekehan dari orang sekelilingnya tentu tanpa kekehan dari Devan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD