"Lihat saja apa yang akan dia lakukan dengan gadis itu."
***
Kedekatan Hafidz dengan Cris semenjak hari itu sering Lina lihat. Lina jadi tidak terima, Lina juga menyimpan perasaan dengan Hafidz tapi dia pendant karna dia merasa Hafidz hanyalah menganggap teman.
"Hafidz anterin aku beli buku ada yang mau aku beli buat teori kuliah. Sama buku agenda kajian kita," ucap Lina mengintrupsi Cris Dan Hafidz yang sedang berbicara.
"Kok dadakan, Lin? Aku lagi ada yang mau aku kerjain sama Cris. Oiya Cris ini ternyata pinter nulis cerita juga." Lina makin tidak suka mendengar Hafidz yang terang-terangan membela Cris.
"Biasanya juga kalau aku dadakan kamu bisa, Fidz. Kamu tahu kan berdua sama yang bukan Mahrom gimana tapi kamu di sini berduaan. Kita aja kalau berduaan jaga jarak." Dengan sarkasnya Lina mengatakan itu kepada mereka berduam Hafidz melihat jaraknya dengan Criszya. Memang benar jaraknya dengan Criszya seakan sangat dekat. Hafidz langsung saja bangkit dari duduknya Dan mengucap istigfar tapi masih bisa di dengat Cris. Cris pun bangkit dari duduk yang berhadapan. Mereka tidak satu bangku cuma tetap saja jaraknya sangat dekat.
Sedangkan, Lina yang melihat pun sedikit senang karna sudah berhasil menghasut Hafidz. Cris hanya bisa menerima saja. Apalagi Lina juga lebih kenal dulu dengan Hafidz. Mungkin niatnya hanya mengingatkan. Tapi, Cris benar-benar menikmati saat dia bisa mengobrol dengan Hafidz. Kalau bukan karna project baru yang akan dia buat bersama Hafidz pasti dia tidak akan bisa dekat dengan Hafidz.
"Maaf ya, Cris aku tadi terlalu fokus denger penjelasan kamu jadi enggak sadar terlalu deket sama kamu."
"Dia mah paling seneng lah, Fidz orang mukanya aja kelihatan suka sama kamu kok." Lina lagi-lagi mengompiri Hafidz. Hafidz pun melihat ke arah Criszya meminta jawaban yang jelas.
"Enggak kok. Aku emang cuma mau nyelesain project aja lagian kalau Kak Hafidz enggak suka aku enggak bakal lanjut."
"Emang project apaan sih coba lihat." Lina langsung saja menarik kertas dari tangan Criszya. Hafidz pun langsung menegor Lina yang kasar menarik kertasnya.
"Lina kamu bisa 'kan nariknya pelan. Nanti kalau rusak kertanya gimana. Aku belum selesai baca semuanya."
"Ck yang pennting enggak rusak kan. Kamu kok repot banget." Hafidz hanya menghela napas Dan menggelengkan kepalanya.
"Project gini doang. Apa-apaan ini. Udah ah, Fidz ayo buruan anter aku cari buku. Ini tu kita mau ada kajian lagi aku butuh beli buku sama agenda ya sekalian. Gerry sama yang lain enggak tahu ke mana. Kamu malah enak-enakan di sini berdua. Kalau ada fans kamu yang lihat emang enggak malu apa," ucap Lina lagi.
"Yaudah iya-iya kamu ngomongnya yang kalem sedikit bisa kan, Lin. Perempuan itu harus kalem."
"Hmmm...."
"Cris aku mau pergi dulu ya. Oiya aku mau ingetin sama kamu lain kali pakai kerudungnya lebih tertutup ya. Rambut kamu sama leher kamu kelihatan."
"Halah kamu juga seneng kan lihatinnya, Fidz kalau enggak seneng ngapain kamu dari tadi berdua aja."
"Astagfirullah, Lina kamu ngomong apa sih. Kamu itu dateng aku sama Cris belum lama juga. Udab ayo kalau mau pergi. Cris aku minta maaf ya kalau Lina kata-katanya nyinggung kamu."
"Enggak papa kok, Kak. Mungkin maksudnya Kak Lina juga baik."
"Ck." Lina berjalan lebih dulu meninggal mereka. Melihat gadis itu yang jadi dekat dengan Hafidz membuat dia kesal. Untung saja Hafidz masih berpihak dengannya. Jadi, apapun yang gadis itu lakukan harus bisa membuat Hafidz tidak menolak.
"Cris aku duluan ya. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Hafidz lalu pergi meninggalkan Criszya. Cris masih ingin bersama dengan Hafidz tapi karna Lina datang Dan dia tidak punya kekuatan apa-apa juga. Seandainya dia bisa meluluhkan hati Hafidz Dan jadi pacarnya apa mungkin dia akan membuat Hafidz melakukan apa yang dia mau.
Tapi, bagaimana jika Hafidz tahu kalau dirinya adalah non Muslim. Apakah Hafidz masih ingin bersamanya. Tidak saat ini Cris tidak mau berfikir kesana. Dengan dia bisa bersama dengan Hafidz itu akan lebih mudah pasti ke depannya.
Di sisi lain, Hafidz sedang mengantar Lina ke toko buku. Hafidz melakukan ini semua karna Lina yang sudah membantunya hingga sampai di titik ini. Keluarga Lina juga kenal dengan dirinya. Bahkan Ibunya pun sangat senang apabila ada Lina. Lina yang sudah banyak membantu dirinya Dan juga keluarganya. Jadi, Hafidz banyak berhutang budi dengannya. Sehingga apapun yang Lina mau sulit untuk Hafidz tolak. Pernah suatu ketika dia menolaknya yang ada Lina marah Dan Ibunya pun meminta untuk minta maaf dengan gadis itu. Mau tidak mau Hafidz pun minta maaf.
"Lin tadi katanya mau ke toko buku kenapa jadi ke toko baju?" tanya Hafidz mengikuti Lina ke toko baju.
"Besok kita ada ngisi kajian di tempat yang lumayan Bagus. Aku enggak punya baju. Kamu juya sekalian aja beli baju yang sama kayak aku. Kayaknya kita enggak punya baju yang sama."
"Enggak usah, Lin. Baju aku masih banyak yang Bagus juga kok."
"Udah enggak papa sekalian aku mau cari yang sama aja. Nanti pasti kalau kita kasih tahu sama Ibu kamu. Ibu kamu suka."
"Lin tapi nanti baju aku banyak hisabnya jadi semakin berat."
"Udah kamu diem aja. Aku mau nyari baju untuk kita berdua yang bagus buat performe. Lagian kata Ibu kamu style kamu kalau aku yang atur tuh Bagus." Ya memang Ibunya pernah mengatakan seperti itu. Akhirnya Ibunya pun mengikuti kata Lina. Ibunya ini sangat sayang Dan dekat dengan Lina.
"Kamu duduk aja di sana dulu, Fidz. Biar aku aja yang nyari kamu pasti capek kalau ngikutin aku cari baju. Aku nyari bajunya lama," ucap Lina. Dengan sabar pun Hafidz duduk membiarkan Lina yang mencari pakaian untuknya.
Hafidz jadi ingat dengan Criszya. Gadis itu kenapa jadi selalu Hafidz ingat. Padahal, gadis itu awalnya hanya bikin kesal yang terang-terangan suka dengan dirinya. Tapi, entah kenapa Akhir-Akhir ini dekat dengannya membuat Hafidz terpikirkan selalu.
"Hafidz!!!"
"Hafidz!!!"
"Iya, Cris?"
"Eh, Lin maaf-maad tadi aku enggak fokus." Lina yang mendengar Hafidz memanggil nama Cris pun kesal jadi Dari tadi Hafidz sedang memikirkan perempuan itu.
"Kenapa, Lin? Kamu lagi Mikirin apa."
"Kamu punya hubungan apa sih sama perempuan tadi? Kenapa kamu lagi sama aku malah manggil perempuan lain."
"Maaf, Lin aku tadi kepikiran project makanya yang aku Inget ya namanya Cris."
"Halah."
"Lagian kenapa kamu marah? Kita kan enggak ada apa-apa, Lin," ucapan Hafidz sukses membuat Lina bungkam sejenak.