35. Stakeout

1212 Words
“Ck!” Jonathan terus berdecak bibir. Ia mendongak, memandang angka berwarna merah yang terus berganti seiring pergerakan lift. Sungguh pun hati Jonathan dibuat gelisah. Memori kembali memutar ingatan Jonathan beberapa menit yang lalu dan ingatannya merekam dengan jelas raut wajah penuh kekesalan dari Darren. Semua itu membuat Jonathan mendengkus. Ia menggeram. “f**k!” Lalu memaki dirinya dengan kuat. Seketika wajah Jonathan berubah merah padam dan ia bisa menyaksikan luapan emosi yang tergambar jelas di wajahnya. Ketika lift berhenti, ia pun tak sabar untuk segera keluar dan setelah terdengar bunyi dentingan, pintu yang disepuh aluminium itu pun terbuka. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Jonathan langsung melesat keluar dari dalam tempat itu. “DARREN!” Suaranya lantang terdengar hingga menimbulkan gema di lobi lantai satu apartemen tersebut. Jonathan bahkan membuat beberapa orang yang kebetulan berada di lobi tersentak dan langsung memutar pandangan sinis padanya. “DARREN!” Namun, Jonathan tak peduli dengan tanggapan orang-orang tersebut. Lelaki itu lebih menghawatirkan sahabatnya yang melesat terburu-buru meninggalkan lobi. “Ck! Sial!” Lelaki itu berlari dan berusaha menyusul Darren, tetapi semuanya terlambat. Lelaki McKenzie itu terburu-buru menaiki mobil sportnya dan tanpa membuang lebih banyak waktu lagi, ia langsung membawa pergi mobil sportnya itu dengan kecepatan penuh meninggalkan kawasan Manattan. Jonathan hanya bisa berdecak bibir sambil menonjok udara dengan kepalan tangannya. “Sial!” makinya tanpa henti. Ia mengusap wajahnya dengan kasar lalu menaruh kedua tangannya di belakang kepala dan kembali menggeram frustasi. “f**k it!” Hidung Jonathan kembang kempis. Dadanya naik turun dan napasnya bergemuruh. Hanya satu yang menjadi ketakutan besar Jonathan adalah reaksi Darren setelah ini dan bisa saja ia melukai Selena malam ini juga. “No!” Pemikiran itu sontak membuat Jonathan membulatkan kedua matanya. Otaknya dengan cepat mengirim perintah dan menggerakkan kedua tangan Jonathan. Ia langsung mengeluarkan ponselnya dari dalam jaket kulit hitam yang dikenakannya. Tak ada setitik pemikiran lain dalam kepala Jonathan selain menghubungi Selena. Namun, ketika ia mengingat sesuatu bahwa beberapa hari yang lalu dia telah mengecewakan Selena, maka lelaki itu memilih untuk tidak menghubunginya. “Sial!” Jonathan kembali memaki. Ini benar-benar menyebalkan. Bagaimana ia bisa memperingatkan Selena. Kembali terlintas sebuah rencana dalam benak Jonathan. Ia bergegas mengeluarkan ponsel dan sepasang ibu jarinya bergerak dengan cepat mengetik sesuatu di ponselnya. Sel, kamu di mana? Bisa gak kita ketemu? “Ck!” Lelaki itu berdecak bibir dan kembali menghapus teks yang telah ia tulis dan menggantinya dengan kalimat yang menurutnya to the point. Sel, please kamu jangan keluar rumah malam ini, ada .... Jemari Jonathan kembali berhenti mengetik. Ia pun mendongak, mendengkus dan sekali lagi berdecak bibir. “f**k!” Entah sudah berapa kali lelaki itu memaki. Hanya itu satu-satunya cara bagi Jonathan untuk bisa meluapkan rasa kesal dalam dirinya dan meredam emosi yang kian membuncah dalam pikirannya. “Berpikir Jonathan, berpikirlah,” gumam lelaki itu sambil menepuk-nepukkan ponsel ke telapak tangannya. Ia menarik napas, menahannya sebentar lalu mengembuskannya dengan tekanan kuat. Berharap ketika melakukan simulasi itu maka dia akan merasa tenang dan otaknya bisa berpikir dengan jernih. Namun, alih-alih merasa tenang, pria itu malah mendapati dirinya semakin gelisah hingga ia pun memilih untuk berteriak. “Aaarggh ...!” Beberapa orang yang lewat di depannya lalu tersentak. Mereka melayangkan tatapan terkejut dan sinis mereka pada Jonathan, tetapi lelaki itu sudah tersulut emosi hingga ia sudah tak lagi memedulikan situasi di sekelilingnya. “Sial, sial, sial!” desis Jonathan. Lelaki itu sudah tak memiliki cara lain. Jika ada yang bisa dilakukannya malam ini adalah menemui Selena secara langsung dan memperingatkan gadis itu. “Ya!” tandasnya. Pergulatan batin ini benar-benar melelahkan, akan tetapi demi Selena, Jonathan bersumpah akan melakukan apa pun sebisanya. “Good night, Sir Kusuma.” “Good night, Dom. Berikan kunciku.” Lelaki muda yang bekerja sebagai petugas valet itu kemudian maju selangkah dan menyerahkan kunci mobil milik Jonathan. “Thanks,” ucapnya. Lelaki di depan Jonathan itu kemudian mengangguk dengan hormat. “Anytime, Sir.” Tangan Jonathan merayap ke dalam saku jaketnya lalu mengeluarkan selembar uang pecahan seratus dolar. “Ambil ini untukmu, Dom.” Lelaki di depannya membungkuk setengah badan. Ia mengulurkan tangan menerima pemberian Jonathan. “Terima kasih banyak, Sir.” “Ya, sama-sama. Aku pergi dulu,” ucap Jonathan. “Have a nice night,” ucap Dom. Jonathan menanggapinya dengan senyum tipis di wajah lalu bergegas lelaki itu melesak ke dalam mobil. Ia langsung menyalakan mesin dan membawa mobilnya pergi dari kawasan tersebut menuju ke Harlem. Ada sesuatu yang memicu detak jantung Jonathan berdetak penuh tekanan. Setelah kejadian di bar yang terjadi beberapa hari yang lalu, ia sudah tidak berani lagi menemui Selena. Sejujurnya Jonathan merasa sangat pengecut. Sekalipun ia berhasil menggagalkan niat Darren yang nyaris melecehkan Selena, tetapi Jonathan tak sepenuhnya melindungi Selena. Dia juga tak bisa memarahi Darren sekalipun perasaan itu pernah timbul saat ia melakukan hal tak senonoh pada Selena, tetapi Jonathan tidak bisa. Ia benar-benar pengecut. Namun, untuk malam ini Jonathan harus memastikan bahwa Selena akan baik-baik saja. Tujuan Jonathan datang ke Harlem hanya untuk memastikan bahwa Darren tak akan kemari dan jika sahabatnya itu benar-benar akan kemari maka Jonathan pun harus siap melakukan apa pun yang ia bisa untuk melindungi Selena. Tiba di Harlem, Jonathan langsung memarkirkan mobilnya kira-kira seratus meter dari depan pintu lobi apartemen milik Selena. Jonathan menahan kedua tangannya tetap mencengkeram stir mobil, sementara matanya menoleh ke kiri dan kanan, depan dan belakang. Matanya tampak seperti seekor elang yang sedang mengintai mangsa. Sangat teliti, begitu siaga. Bulu kuduknya bangkit ketika pemikiran tentang, bagaimana jika Darren benar-benar berada di sini. Apa yang akan dia lakukan dan bagaimana Jonathan harus kembali mengendalikannya? Semua pemikiran itu membuat jantung Jonathan berdetak penuh kewaspadaan. Hatinya bergetar tatkala memikirkan bagaimana dia akan mengatasi situasi kali ini dan sungguh, Jonathan terlihat seperti seorang pencuri yang sedang mengintai situasi. Tak apa. Dia melakukan semua ini demi Selena dan demi melindungi teman barunya itu. Saat tak menemukan tanda-tanda keberadaan Darren, Jonathan pun mendesah lega. Ia menutup mata, mendongak lalu melempar punggungnya ke sandaran. “Syukurlah,” gumam Jonathan. Dia akan banyak-banyak berterima kasih apabila ternyata dugaannya salah. Namun, ketika Jonathan mulai merasa lega, tiba-tiba saja timbul sebuah pemikiran mengerikan yang langsung membuat kedua matanya terbelalak. Ia pun menarik punggungnya dari sandaran dan seketika wajahnya berubah menjadi tegang. “Ya Tuhan,” gumam Jonathan. “bagaimana kalau Selena masih berada di luar?” Jonathan kembali terlibat monolog dengan dirinya sendiri. Cepat-cepat ia mengeluarkan ponselnya. Pukul 10 malam waktu New York. “Dia gak mungkin pergi ke kelab malam, kan?” tanya Jonathan pada dirinya sendiri. Lelaki itu kembali mendongak, memandang pintu apartemen. “Gak. Dia gak mungkin pergi ke kelab,” sangkalnya. “Selena bukan tipe gadis seperti itu.” Lanjutnya. Merasa aneh dengan dirinya sendiri, Jonathan kemudian memejamkan mata dan perlahan membiarkan tengkuknya melengkung. Jonathan pun mendesah berat. “Apa-apaan aku ini,” gumamnya terus menerus. Entah sampai kapan pergulatan batin ini akan berakhir. Jonathan sendiri tak mengerti mengapa ia harus benar-benar menghawatirkan Selena sampai seperti ini. Sesuatu benar-benar mengganggunya dan ini sangat menyebalkan. Tok tok Jonathan langsung membelalakkan mata ketika mendengar suara ketukan di jendela mobil. Sekali lagi dia mengetuk dan Jonathan langsung mendongakkan wajahnya. “KELUAR!” Manik mata Jonathan semakin melebar melihat seseorang yang berdiri sambil berkacak pinggang di depan pintu mobilnya. ‘Sial!’ desis Jonathan dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD