34. The Devil Kim Seo Joon

2394 Words
Beberapa Hari Sebelumnya *** Ting .... Bunyi dentingan yang terdengar menggema itu mengawali langkah dari seorang lelaki bertubuh jangkung keluar dari dalam bilik kecil yang disepuh warna aluminium. Kedua sudut bibirnya terangkat naik, membingkai senyum pada wajah tampannya yang putih bersih. Hasil perawatan wajah ratusan ribu dolar. Lelaki yang menempatkan visual di atas segalanya, siapa lagi kalau bukan Kim Seo Joon. Senyumnya semakin mengembang menguasai seantero wajah tampannya ketika melihat tiga orang lelaki lain berada di dalam ruangan, di puncak tertinggi apartemen sembilan puluh lantai di New York ini. “What’s up chingudeul ....” Tanpa ragu ia menyaba. Bahkan sambil mengangkat tangannya. Ia menanti ketiga temannya mendongak lalu dengan cepat lelaki itu mengedikkan alis sambil mempertahankan senyum di wajah. “Cih!” Salah satu dari mereka mendecih. Lelaki yang terlahir dari keluarga kaya raya dan terbiasa memerintah. Punya ambisi kuat, manipulatif dan menganggap dirinya paling tak bisa ditaklukkan. Siapa lagi kalau bukan Aaron Travis. “Suck the d**k!” desisnya menyambut kedatangan Kim Seo Joon. “Yah ....” Kim Seo Joon mendesah panjang sambil memandang kecewa dan menunjuk tiga orang lelaki yang sedang terduduk di depannya. “aku baru datang, tapi kenapa wajah kalian sudah seperti ditekuk begitu, hah? Kalian seperti lelaki yang kehilangan kejantanan!” Lanjut Seo Joon. “Cih!” Aaron kembali mendecih sinis. “dari sekian tahun kita bersama, hanya kau yang tak pernah melihatkan penismu pada kami,” ucap Aaron tanpa menyensor ucapannya. Sorot mata Kim Seo Joon langsung berubah. “Yak!” teriaknya. “Mak!” Lanjutnya dengan mata melotot. “To-“ Tunjuknya dengan penuh penekanan. “aish ... neo bitchi neoya!” Kim Seo Joon menepis bibir, memalingkan wajah lalu berdecak bibir. “Kenapa kalian seperti sudah terobsesi dengan penisku, hah?!” tandasnya. “Hei, hanya Aaron, aku tak ikut-ikutan!” Lelaki Indonesia bertubuh atletis itu langsung memberikan pendapatnya. Membuat Kim Seo Joon mengalihkan pandangan kesalnya kepada Jonathan. “Ya, I mean this b***h!” tunjuk Kim Seo Joon pada Aaron lengkap dengan mata nyalang. “apa kau biseks?!” Aaron menanggapinya dengan santai. Sesantai ia mendecih dan meletakkan kakinya di atas meja. “Aku bahkan b******a dengan wanita di depan mata kalian. Lagi pula jika ada yang tertarik dengan laki-laki mungkin itu hanya seseorang.” Manik mata Kim Soe Joon melebar sempurna. “Kau menuduhku?!” tandasnya. “Kau merasa?!” balas Aaron tak mau kalah. Manik cokelat Seo Joon semakin melebar. Hidungnya kembang-kempis melepaskan napas yang kian bergemuruh. “Yak!” teriaknya. Lelaki itu mulai berang. Namun, Aaron menanggapinya dengan sangat tenang, setenang ia memerengut bibir dan mengedikkan kedua bahu. Melihat ketegangan itu membuat salah seorang dari mereka mendengkus. “Hei ... kau yang duluan menyinggung kejantanan kami. Giliran dia menyinggung kejantananmu kau marah.” Jonathan akhirnya angkat bicara. Berharap ia bisa menenangkan Kim Seo Joon, tetapi situasi terlanjur menjadi sengit. Sungguh, Aaron memang sangat berbakat membangkitkan emosi semua orang. Hanya Jonathan yang selama ini mengacuhkan ucapan seorang Aaron Travis karena dia tahu persis bahwa percuma saja beradu mulut dengan seorang Aaron Travis. “Come on, Joon ... kau tidak kemari untuk beradu mulut dengan Aaron, kan?” Jonathan kembali berucap dan berharap bahwa situasi ini segera berakhir sebelum seseorang yang sedari tadi berdiam diri lalu menanggapinya dan Jonathan yakin bahwa akan timbul perang jika sampai lelaki itu mengamuk. Untuk sekelebat Kim Seo Joon masih mengarahkan tatapan nyalangnya kepada Aaron Travis. Dadanya semakin naik turun, melepaskan napas yang kian bergemuruh. “Joon, ayolah ....” Akhirnya lelaki Seoul itu memalingkan wajahnya. Kedua sisi rahang Kim Soe Joon mengencang. Ia pun mengembuskan napasnya dengan kasar lalu berjalan menghampiri Jonathan. “Anyway, kau bilang ada kabar gembira yang ingin kau sampaikan pada kami,” ucap Aaron Travis. Sungguh, lelaki itu berucap begitu tenang dan santai seakan tak terjadi apa-apa. Ia bahkan mengabaikan raut wajah Kim Soe Joon yang seperti harimau lapar menatapnya dengan wajah memerah. “Ya, tapi kau sialan mengacaukannya!” tandas Seo Joon lengkap dengan tatapan berang. “Oh, come on, Dude ... ada pepatah yang mengatakan bahwa kau tidak boleh mengusik singa yang sedang tidur. Dan ... jangan main-main dengan serigala yang sedang duduk tenang.” Aaron menarik sudut bibirnya ke atas. Melayangkan seringai licik sebelum ia melempar sebutir anggur hijau ke mulutnya. Lelaki itu mengedikkan kepala sambil menarik setengah bahunya ke atas. “Come on, tell us the good news,” ucap Aaron. Ia bergerak, mencondongkan wajahnya ke depan lalu tangannya memanjang, menuangkan wiski ke dalam gelas. Sementara Kim Soe Joon yang duduk sambil memerhatikan gerakan Aaron lalu menepis bibir. Ia pun melepas tatapan penuh teror itu dari Kim Soe Joon dan beralih menatap lelaki yang duduk di sampingnya. Jonathan mengulum bibir, tersenyum singkat sambil mengedikkan kedua alis. Kali ini lelaki itu tak mau ikut campur. Sudah bersyukur Kim Soe Joon mau mendengarkannya. Jonathan pun tahu diri hingga ia tak mau terkesan memerintah. Sejurus kemudian Kim Soe Joon mendesah panjang sebelum berucap dengan nada lantang. “Hah ... kau benar-benar mengacaukan moodku, dasar sialan!” gerutunya. Aaron pun menyeringai. Bagaikan menerima piala penghargaan apabila ia mendapatkan makian dari teman-temannya. Itu berarti dia sukses mengacaukan emosi mereka. Hal yang paling disukai Aaron adalah, sekalipun mereka emosi, tapi tak ada satu pun dari mereka yang sanggup menyerang seorang Aaron Travis. Kecuali seseorang yang sedang duduk tenang di sampingnya. Sejauh ini belum ada respon dari lelaki bermata biru itu. Dia kembali terjebak dengan pemikirannya terhadap seorang wanita yang sudah menjadi ibu sambungnya. “Come on, Jonie, tell us what your happines,” ujar Aaron. Sekali lagi Kim Seo Joon menarik napas dalam-dalam. Kali ini sambil memejamkan kedua matanya. Lelaki itu mencoba untuk menenangkan diri. ‘Tidak, Joon, kau tidak boleh terlalu lama marah. Nanti timbul keriput di sekitar area mata dan bibirmu. Oh tidak, tidak. Jangan sampai itu terjadi,’ batin Seo Joon. Untuk ke sekian kalinya ia mendesah. Lelaki itu akhirnya membuka kedua matanya kembali, mengangkat padangan dan secara otomatis pandangannya tertuju pada Aaron Travis. “Hah!” Kim Seo Joon mengentak napasnya dari mulut. Hatinya masih berkedut marah hingga ia memilih untuk memalingkan wajah dan menatap Jonathan. “Aku mendapatkan gadis itu.” Kim Seo Joon mengakhiri ucapannya dengan memasang senyum di wajah. Ada sesuatu dalam ucapan Kim Soe Joon yang memicu detak jantung Jonathan Kusuma berdetak dengan tekanan kuat dan menyakitkan. Sesuatu seperti membakar tubuhnya dari dalam, mengaduk emosinya. Sekali lagi, ia masih tak rela jika teman-temannya memperebutkan Selena hanya sebagai bahan taruhan semata. “Oh ya?” tanya Aaron. “kau membayarnya berapa?” Seketika Jonathan memutar wajah. Kali ini giliran lelaki itu yang melayangkan pandangan sinisnya pada Aaron Travis. Ingin sekali Jonathan berteriak dan menghentikan semua ini. Andai ia punya kekuatan yang bisa menaklukkan pria-pria ini sudah pasti Jonathan akan melakukannya, tapi sekali lagi. Uang selalu berkuasa di atas segalanya. “Eum ... berapa ya,” Kim Soe Joon mendongak. Ia mengerutkan dahi, tampak sedang berpikir keras. Sejurus kemudian ia kembali memandang Aaron, tersenyum penuh kemenangan sebelum berucap, “seratus dolar. Hahaha.” Jonathan dengan cepat memutar pandangan dan melayangkan tatapan penuh teror pada lelaki sesama Asia yang semenit yang lalu dibujuknya untuk tidak berkelahi. Sekarang Jonathan serasa ingin menonjok wajahnya. Terlebih ketika senyum penuh kemenangan itu kian melebar di wajah Kim Soe Joon, oh sungguh hasrat untuk segera melayangkan pukulan pada wajah cantiknya sudah tak terelakkan lagi. Hingga tanpa sadar, kedua tangan Jonathan kini telah mengepal di atas dengkulnya. “Kau pasti berbohong!” tantang Aaron. “Aku tidak bohong. Aku mengajaknya bertemu dan dia langsung mau. Apa kalian tidak melihat foto yang kukirimkan.” Aaron memerengut bibir lalu mengedikkan bahu. “Bisa saja kau menyuruh seseorang mengeditnya untukmu.” Kim Seo Joon terkekeh mendengar ucapan Aaron. “Yak!” tandasnya dengan nada setengah oktaf. Ia melotot sambil menunjuk Aaron. Lelaki itu kembali mengacaukan akal sehatnya, tetapi untuk saat ini Kim Seo Joon harus menahan emosinya. Ia pun memilih untuk menepis bibir. “Terserah apa katamu, yang jelas wanita itu sudah menjadi milikku.” Aaron kembali memerengut bibir. Ia pun mengedikkan setengah bahu lalu memalingkan wajah, menatap hingar bingar kota New York dari balik dinding kaca yang terbentang lebar dan menjulang tinggi. “Kau tahu peraturannya, Joon,” ucap Aaron sebelum kembali memutar wajah, menatap Aaron kini. “Siapa yang berhasil meniduri wanita itu, dialah pemenangnya.” Jonathan tak dapat menahan desahan panjang dan kesal. Ia menggertak gigi sambil mengepalkan kedua tangan dan menarik punggungnya hingga ke sandaran. Hal itu sontak membuat Kim Seo Joon memalingkan wajahnya. Ia pun mengerutkan dahi, memandang lelaki Indonesia di sampingnya. “Kau kenapa?” gumam Seo Joon. Sempat Jonathan mendengkus sebelum ia kembali memandang Kim Soe Joon kali ini dengan pandangan kesal. “Tidakkah kalian terlalu kejam?” Jonathan memalingkan wajah, menatap Aaron sementara lelaki itu sibuk menyesap wiskinya. “kalian mempertaruhkan kehidupan seorang gadis hanya demi sebuah barang?” “Tapi barang itu mahal dan langkah, Jo,” ucap Seo Joon. Dengan cepat pula Jonathan memalingkan wajahnya, menatap Kim Soe Joon dengan alis yang menukik tajam, penuh penghakiman. “Seriously?” Lelaki itu terdiam sejenak, menunggu reaksi Kim Seo Joon dan dia hanya memerengut bibir sambil mengedikkan kedua bahu. Jonathan kembali mendengkus. “Kim Soe Joon, aku yakin kau bahkan sanggup membeli sepuluh mobil ferarri bahkan yang terlangka sekalipun.” “Ya, tapi aku tidak punya yang seperti milik Aaron,” jawab Seo Joon tanpa dosa. Jonathan kembali berdecak bibir lalu menundukkan kepala. “lagi pula ada apa denganmu, Jo, tak biasanya kau peduli dengan hal-hal seperti ini. Lagi pula, mengapa kau tidak ikut taruhan saja. Kulihat kalian dekat.” DEG Ucapan Kim Soe Joon sontak membuat Jonathan mendongak. Bukan hanya Jonathan, tetapi ucapan Kim Soe Joon juga mengundang reaksi dari seseorang yang sedari tadi berdiam diri. Tiba-tiba Darren bergeming. Ia pun secara perlahan mendongakkan wajah. Hal pertama yang ia lihat adalah wajah Kim Soe Joon yang tepat berada di depannya, lalu dengan cepat Darren memindahkan tatapan pada lelaki yang duduk di sebelah Kim Soe Joon yang tidak lain adalah sahabat baiknya, Jonathan Kusuma. “Wae?” tanya Soe Joon dengan bahasanya. “aku melihat kalian bersama di supermarket. Kau sangat baik hati membawakan barang-barang milik wanita itu.” Bola mata hitam milik Jonathan Kusuma kini melebar sempurna. Ia mendongak, sekaligus memutar pandangannya, memandang lelaki yang duduk di sampingnya. Tampak sudut bibir Kim Soe Joon terangkat membentuk seringai penuh arti. “Wae? Kau ingin bermain licik dengan membuat kami tampak seperti penjahat, tapi sebenarnya kamulah penjahat yang sesungguhnya, Jo,” tuduh Seo Joon. “Yah ... kau benar-benar sangat pintar, Jo. Trikmu sangat bagus, sayang sekali kau lupa bahwa yang sedang kamu lawan adalah dewa. Haha!” Kim Soe Joon menutup ucapannya dengan tawa mengejek. Ia pun menggelengkan kepala, bertepuk tangan sambil menggelengkan kepala. “Jonathan, Jonathan, aku harus akui kecerdikanmu. Sekarang aku baru tahu kalau kau suka main belakang. Hem ... aku suka trikmu,” ucap Kim Soe Joon. Ia pun kembali sambil menepuk-nepuk pangkal bahu Jonathan. Sementara lelaki itu masih terbelalak dengan wajah tercengang. Ada sesuatu yang membuat Jonathan memutar pandangannya lalu seketika ia mendapati tatapan dingin dari si pemilik manik biru yaitu Darren McKenzie. Ada sesuatu dalam tatapan Darren yang seketika mengancam Jonathan hingga membuatnya menggoyangkan kepala. “Ini tak seperti yang kau katakan, Joon!” Jonathan lalu mendongak, mengarahkan pandangannya pada Kim Soe Joon. “Wae?” tantang lelaki itu. “malam itu kau membawanya pergi dan membiarkan dia menginap di ruangan VIP tempat kita.” Manik mata Jonathan semakin terbelalak. Dalam hati ia tak menyangka bahwa ternyata selama ini Kim Soe Joon memerhatikannya. Kim Soe Joon juga seorang iblis dengan wajah seperti malaikat. Namun, Jonathan sadar bahwa di antara ketiga lelaki yang berada bersamanya di tempat ini, Kim Soe Joon adalah satu-satunya orang yang paling cerdik dan licik. Tak seperti Aaron Travis yang mengandalkan emosi lawan untuk mengungkap kebenaran, Kim Soe Joon menyerang dalam diam dan telak. Terbukti dari caranya yang berhasil mendapatkan Selena hanya dalam semalam. Dan kini pria itu sedang melontarkan kalimat yang menggiring opini teman-temannya bahwa Jonathan pun sedang memanfaatkan Selena. “Hem ... aku jadi penasaran, apa malam itu kau sudah memakainya?” Kim Soe Joon menarik sudut bibirnya ke atas lalu tersenyum sinis kemudian. “Kim Soe Joon!” tandas Jonathan. Seketika ia menjadi berang hingga tanpa sadar ia pun bangkit dan bersiap melayangkan pukulan ke wajah Seo Joon. Namun, berbeda dari caranya menanggapi Aaron Travis, Kim Seo Joon malah terlihat sangat santai bahkan menyeringai memandang Jonathan. “Yah ... lihat reaksi anak ini. Sepertinya dugaanku memang benar.” Lelaki itu kembali terkekeh sambil memandang Jonathan dengan pandangan mengejek. “Yak, Jonathan-ssi, kau tidak perlu semarah itu jika semua ucapanku tak benar. Ck, ck, ck!” Kim Soe Joon pun berdecak bibir dan semua itu semakin membuat Jonathan tersulut emosi. “Aku tak akan pernah memanfaatkan Selena!” tandas lelaki itu. Kim Soe Joon memerengut bibir. Sekilas ia memandang Aaron sebelum mendongak, memandang Jonathan. “Lalu apa? Apa kau ingin mengatakan bahwa kau tiba-tiba jatuh cinta pada seorang pelayan bar yang sudah menyiram Darren dengan Irish bomb?” Mendadak seseorang yang sedari tadi berdiam diri kemudian bangkit dan tanpa mengucapkan sepatah kata, ia langsung meninggalkan tempat itu. Aaron Travis yang melihatnya kemudian mendelik lalu perlahan menarik kedua sisi alisnya ke atas. Sementara Kim Soe Joon tersenyum iblis. “Well, well, well, Jonathan Kusuma,” Kim Soe Joon bangkit sambil mendorong dagunya ke atas, memandang Jonathan dengan pandangan arogan. Ia meraih kedua sisi jaket kulit milik Jonathan lalu mengentaknya kemudian mengibas pangkal bahu Jonathan dan meneruskan, “tampaknya kau sudah mengusik ketenangan Darren.” Tutupnya dengan kembali menyunggingkan seringaian. Jonathan terdiam selama beberapa detik lalu ia pun melepaskan tatapan membunuh itu dari Kim Soe Joon. Lelaki itu menoleh ke samping, menatap punggung Darren yang berjalan menuju ke lift. “Ck!” Jonathan menepis bibir. Tubuhnya bergerak cepat menyusul Darren, tapi semua itu terlambat ketika Darren telah lebih dulu masuk ke lift dan terburu-buru menutup bilik kecil tersebut. Hal terakhir yang dilihat Jonathan adalah wajah tegas Darren juga tatapannya yang seperti ingin mengatakan bahwa ... dia siap mengibarkan bendera perang. “Darren!” Jonathan berdecak bibir. Ia pun memutar tubuh, memandang Kim Soe Joon dengan pandangan membunuh dan lelaki itu malah menyeringai, semakin membuat Jonathan emosi. Ting .... Ketika bunyi berdenting itu terdengar, Jonathan pun dengan cepat menekan tombol dan bergegas masuk ke dalam. Jantungnya bertalu dengan kencang sementara hatinya berdebar panik memikirkan bagaimana tanggapan Darren saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD