Baru saja keluarga mereka selesai sarapan, saat rumah mereka kedatangan tamu. Keluarga Lazuardi, yaitu Bapak Malik Lazuardi, beserta istri beliau Radea Lazuardi.
Orang tua Devita, dan Devira menyambut kedatangan tamunya dengan suka cita.
Orang tua Devita memperkenalkan kedua putrinya pada Keluarga Lazuardi.
"Ooh, kembar ya. Jadi siapa nih yang akan kita jodohkan dengan Rama, Vira, atau Vita?" Tanya nyonya Lazuardi.
"Vira, Jeng." Bu Devina menarik bahu Devira agar mendekat. Sementara Devita diberi isyarat agar masuk ke dalam. Devita berpamitan pada tamu mereka, ia masuk ke dapur untuk memberitahu Bibik agar membuatkan minum untuk tamu.
"Ada siapa, Non?" Tanya Bik Hindun.
"Temannya Papi, Mami, yang anaknya ingin dijodohkan dengan Kak Vira," jawab Vita.
"Ooh, ganteng orangnya Non?"
"Aku tidak tahu Bik, kata Papi, orangnya masih ada di Amerika."
"Ooh ...."
"Buatkan minum untuk tamunya, Mami, Papi, dan Kak Vira, ya Bik. Aku mau belajar di kamar."
"Baik Non." Bibik menganggukan kepalanya.
Devita meninggalkan dapur, ia menuju kamarnya, tidak ada sedikitpun perasaan ingin tahu tentang apa yang dibicarakan orang tuanya dengan tamu mereka. Meskipun itu menyangkut jodoh Devira.
Di ruang tamu, nyonya Lazuardi tengah memamerkan foto-foto Rama Aryaputra Lazuardi, putranya, dengan sangat bangga. Putra tunggalnya yang akan jadi pewaris satu-satunya kerajaan bisnis keluarga Lazuardi. Wajah Devira sumringah melihat wajah tampan, dan gagah Rama yang terlihat sangat memikat di foto-foto yang diperlihatkan Nyonya Lazuardi.
"Ganteng, dan gagah'kan putra Tante, Vira?"
"Iya Tante." Vira mengangguk dengan wajah tersipu.
"Dengan menjadi istri Rama, kamu akan jadi Nyonya besar nantinya. Rama itu putra tunggal Tante, dia satu-satunya yang akan mewarisi seluruh harta kami."
"Rama sudah tahu kalau akan dijodohkan dengan Vira, Jeng?" Tanya Bu Devina.
"Kami akan memberitahunya nanti, setelah Vira selesai sekolah. Jadi tidak perlu menunggu lama setelah Vira lulus, langsung saja kita urus persiapan pernikahan mereka, bagaimana, Jeng?"
"Saya setuju saja." Bu Devina tersenyum, dan menganggukan kepala. Hatinya berbunga-bunga, karena akan mendapatkan menantu, dan besan orang yang sangat kaya, lebih kaya dari keluarganya sendiri.
Hal yang sama juga dirasakan oleh Devira. Hatinya melambung ke angkasa, karena akan mendapatkan suami yang sangat sempurna. Kaya, pintar, dan fisiknya sempurna. Hayalan Devira langsung melayang ke mana-mana. Membayangkan dirinya dipeluk lengan kokoh Rama. Dan didekap Rama dalam pelukan hangat d**a bidangnya. Diajak jalan-jalan, dan bulan madu melanglang buana, gonta ganti mobil mewah saat pergi ke mana saja. Pakaian branded dari ujung kaki sampai ujung kepala. Siapa yang tidak kenal Bapak Malik Lazuardi, pengusaha batu bara sukses, yang kini usahanya merambah dalam berbagai bidang.
'Kau boleh memiliki Elang untukmu, Vita. Karena aku sudah mendapatkan calon suami lebih dari Elang. Elang, tidak ada apa-apanya dibandingkan Rama.'
*****
"Vita!"
Panggilan, dan gedoran di pintu kamarnya membuat Devita cepat membuka pintu kamarnya.
"Ya Kak." Devita berdiri berhadapan di ambang pintu dengan Devira. Devira melangkah masuk dengan gaya angkuhnya.
"Lihatlah, ini Rama calon suamiku!" Devira memperlihatkan foto Rama yang ada di ponselnya. Devita menatap sekilas, lalu tersenyum.
"Ganteng, dan gagah, cocok sama Kakak," puji Devita tulus.
"Dan kaya raya. Kaya raya, ingat itu Vita. Om Lazuardi itu sangat kaya!" Sahut Devira bernada sombong.
"Kak Devira sangat beruntung. Selamat ya Kak, semoga keinginan Kakak, Mami, dan Papi bisa kesampaian, aamiin"
"Pasti dong! dan kau, tidak akan bisa menemukan pria melebihi Rama. Pria yang cocok untuk jadi suamimu itu cuma pengusaha kelas rendahan saja!" Devira tertawa dengan nada mencemooh pada Devita. Lalu ia meninggalkan Devita dengan tawa bernada mengejek adiknya. Devita tidak merasa sakit hati karenanya, ia hanya tersenyum saja, dan mendoakan kakaknya, agar selalu bahagia.
'Semoga rencana perjodohan, dan pernikahan Kakak berjalan lancar. Aku tahu, apapun yang membuat Kak Devira bahagia, pasti akan membuat Mami bahagia. Kebahagiaan Mami adalah yang paling utama bagiku.'
*****
Keluarga Mahmud, mendapat undangan acara syukuran pindah rumah dari tetangga baru mereka. Devita, dan Devita ikut datang bersama kedua orang tua mereka. Mereka berkumpul bersama warga komplek lainnya. Dan Devita melihat pria yang saat itu bertanya pada Pak Husni, Satpam di rumah mereka.
Tuan rumah bernama Bapak Fauzan Haryono, dan istrinya. Putra mereka dua orang, Fahri dan Fadli. Fahri inilah yang dilihat Devita malam itu. Tatapan mata mereka bertemu, Fahri tersenyum pada Devita, meski ia tidak bisa melihat wajah Devita secara utuh, tapi ia yakin kalau Devita yang dilihatnya malam itu dari cara berpakaian Devita yang tertutup. Fahri mendekati Devita. Lalu menangkupkan kedua telapak tangannya.
"Hallo, aku Fahri, kamu yang malam itu ada di teras rumahmu'kan?"
"Saya Devita, iya benar, Mas" Devita menangkupkan kedua telapak tangannya sebagai tanda ia menerima salam Fahri.
"Ooh, itu saudara kembarmu ya?" Fahri menunjuk ke arah Devira yang tengah mengobrol dengan anak muda penghuni komplek juga. Tampaknya Devira tidak lagi tertarik pada pria lain, semenjak melihat foto Rama, calon suami pilihan orang tua mereka.
"Iya Mas."
"Masih sekolah?"
"Iya, kelas 12."
"Hampir lulus dong ya."
"Insya Allah," jawab Devita.
"Mau melanjutkan kemana?"
"Inginnya jadi Guru, Mas."
"Cita-cita mulia."
"Ehmm, Mas sendiri?"
"Aku sudah bekerja, belajar mengelola perusahaan Ayah."
"Ooh, kalau Fadli?"
"Fadli? Dia masih kuliah."
"Ooh ...."
Fahri bisa mendengar suara Devita dengan cukup jelas, meski Devita memakai penutup di wajahnya.
Keheningan sejenak tercipta di antara mereka.
"Sudah punya pacar?"
"Haah!" mata Devita membola mendengar pertanyaan yang tidak ia duga. Wajahnya memerah, lalu kepalanya menggeleng pelan.
"Masa gadis secantik kamu belum punya pacar?"
"Cantik, memang mata Mas bisa menembus penutup wajah saya?" Tanya Devita.
"Aku yakin wajahmu pasti mirip dengan saudara kembarmu. Devira sangat cantik, kamupun pasti begitu," ujar Fahri yakin. Wajah Devita memerah di balik penutup wajahnya.
"Betulkan, Devita. Wajahmu mirip dengan Devira?" Tanya Fahri ingin jawaban langsung dari Devita. Devita menganggukan kepala dengan tatapan luruh ke bawah tanpa berani membalas tatapan Fahri.
Fahri tersenyum melihat Devita, ia yakin kalau Devita adalah gadis yang sangat polos. Yang pikirannya belum tersentuh oleh hal-hal yang negatif. Terlihat sangat berbeda dengan Devira, saudara kembarnya yang terlihat seperti gadis-gadis zaman sekarang yang serba modis dalam penampilan. Gayanya serba mengikuti perkembangan zaman. Mereka kembar, mirip dalam rupa, tapi berbeda dalam tampilan dan sikapnya.
BERSAMBUNG