PART. 1 TWINS
Plakk!!
"Kerjakan PR ku!" Vira melemparkan buku PR matematikanya ke atas meja belajar Vita. Vita menolehkan kepala, lalu mengangguk tanpa mengatakan apa-apa. Ia sudah terbiasa dengan tabiat bossy kakak kembarnya. Sudah terbiasa dengan keegoisan kakaknya. Sudah terbiasa menjadi yang kesekian bagi keluarganya. Sudah terbiasa dianggap seperti pelayan bagi Vira.
Vira ke luar dari kamar Vita, sebelum ke luar diambil snack yang ada di atas meja tanpa mengucapkan apa-apa. Vita hanya menatap punggung Vira. Lalu membuka buku PR yang tadi dihempaskan Vira di atas meja belajarnya.
Vira bukannya tidak pintar, tapi dia hanya malas belajar, malas mengerjakan tugas-tugas dari sekolah, dan Vitalah yang harus mengerjakan semuanya. Padahal ujian sudah dekat, tapi Vira tetap malas belajar, dan orang tua mereka membiarkan saja hal itu.
Di saat Vita punya cita-cita ingin menjadi Guru, Vira justru tidak ingin melanjutkan pendidikannya, ia lebih memilih menyetejui perjodohan yang diusulkan orang tua mereka.
♥♥♥
Seperti biasa, Vita berjalan di belakang Vira. Vita menemani Vira dan teman-temannya, sebenarnya teman-teman Vita juga, hanya saja mereka adalah gengnya Vira, jalan-jalan di mall, tepatnya mengawal, bukan menemani. Pakaian mereka sangat berbeda, Vira dengan gaya masa kini, mini dress motif floral membungkus tubuhnya, sedang Vita hanya terlihat matanya saja.
Pakaian tertutup Vita ini punya cerita tersendiri. Saat itu mereka sedang jalan di mall seperti ini, tatapan kagum dan terpesona para pria ditujukan pada keduanya, bahkan seorang pria tampan nekat ingin berkenalan dengan Vita yang malu-malu. Hal itu melukai hati Vira, Vira tidak suka tersaingi, ia tidak rela Vita lebih diperhatikan daripada dirinya.
Begitu tiba di rumah, ia mengadu kepada Mami mereka, alhasil Mami mereka langsung membelikan Vita pakaian yang menutup seluruh tubuh, dan sebagian wajahnya saat ia berjalan-jalan. Hanya saja, ke sekolah Vita tetap memakai pakaian seragamnya seperti biasa.
Vita hanya menerima saja titah dari Maminya, ia sangat tahu, menolakpun akan sia-sia, ia tidak punya hak untuk bicara ataupun protes di rumah mereka. Awalnya memang terasa tidak nyaman bagi Vita mengenakan pakaian seperti itu, tapi lama kelamaan ia merasa terbiasa.
"Vita!" Panggilan Vira membuyarkan lamunan Vita.
"Ya," sahut Vita cepat.
"Kami mau nonton, kamu tunggu di luar saja, mengerti!" Perintah Vira dengan wajah terangkat, mempertontonkan kalau ia berkuasa atas diri Devita, pada teman-temannya.
"Baik, Kak." Vita menganggukan kepalanya. Meskipun ia punya keinginan untuk ikut menonton film yang tengah booming itu, tapi ia tidak punya keberanian untuk mengatakannya pada Vira. Vita lebih memilih duduk menunggu sambil memakan snack kesukaannya, dan berselancar di dunia maya.
Selesai menonton, Vira, dan teman-temannya berbelanja pakaian, dan aksesoris, Vita hanya menguntit, dan memperhatikan saja. Ia tidak boleh iri pada kakaknya, karena kakaknya adalah kesayangan orang tua mereka.
Sebenarnya orang tua mereka tidak membedakan mereka berdua, apapun yang orang tua mereka belikan, dan berikan untuk Vira, Vita pasti mendapatkan hal yang sama. Hanya saja, orang tua mereka tidak bisa menolak apapun keinginan Vira, meski mereka harus mengorbankan perasaan Vita. Tapi Vita tidak pernah sakit hati pada orang tuanya akan hal itu. Ia bisa memahami kenapa orang tuanya bersikap seperti itu.
Dengan langkah pelan, Vita kembali mengiringi langkah Vira, dan teman-temannya. Kali ini tangan Vita tidak kosong, tapi ada 5 paper bag belanjaan Vira yang harus ia bawa. Agak merepotkan memang dengan pakaiannya yang menjuntai panjang sampai ke mata kaki, tapi Vita tidak mengeluh. Ia berusaha untuk sabar menjalani hari-harinya. Ia hanya ingin Vira, dan kedua orang tua mereka bahagia. Itu saja.
♥♥♥
Di sekolah.
"Vita!" Panggil seseorang dari arah belakang tubuhnya. Vita yang berjalan di belakang Vira menghentikan langkahnya. Bukan cuma Vita yang menghentikah langkahnya, tapi juga Vira. Mereka menoleh ke arah asal suara.
"Elang!" Vira berseru menyambut Elang yang mendekati mereka berdua. Sedang Vita hanya tersenyum di balik masker yang menutupi sebagian wajahnya.
"Ada apa?" Tanya Vira.
"Aku ingin bicara berdua dengan Vita, boleh?" Tanya Elang dengan tatapan penuh harap pada Vita.
"Bicara apa?" Tanya Vira tajam pada Elang, yang merupakan mantan ketua osis di sekolah mereka.
"Maaf, aku tidak bisa msngatakannya padamu, aku hanya ingin Vita saja yang mendengarnya," jawab Elang.
"Elang, Vita itu tidak boleh jauh-jauh dari aku. Dia harus selalu ada di dekatku!" ujar Vira tajam.
"Ooh begitu, untuk apa Vita harus selalu ada di dekatmu, apa kamu perlu Vita untuk menghapus ingusmu, atau untuk menyeka air liurmu yang ngeces dari mulutmu? Begitukah, Vira?"
"Jangan bicara sembarangan ya Elang!" Seru Vira marah. Ditatap Elang dengan rasa kesal di dalam hatinya.
"Sebaiknya kamu pergi Elang," mohon Vita, sebelum terjadi keributan yang lebih besar lagi.
"Aku heran ya dengan kalian berdua, kalian ini bersaudara, kembar pula, tapi kenapa kamu diam saja diperlakukan seperti pelayan oleh dia!" Jari Elang menuding hidung Vira, Vira menepiskan tangan Elang dengan rasa kesal luar biasa.
"Aku mohon pergi, Elang, jika kamu masih menganggapku temanmu, tolong pergi," pinta Devita dengar tatapan memohon.
"Tapi aku ingin bicara denganmu, Vita!" Elang tetap berkeras pada keinginannya.
"Kamu bisa menelponku nanti, sekarang pergilah, aku mohon." Vita menangkupkan kedua telapak tangannya, memohon Elang agar neninggalkan mereka.
"Baiklah, aku pergi. Nanti malam aku telpon kamu." Elang akhirnya menyerah, setelah melihat permohonann Vita.
"Iya," Vita menganggukan kepalanya. Elang pergi meninggalkan mereka
"Ada urusan apa Elang sama kamu?" Tanya Devira dengan tatapan menyelidik ke arah Devita.
"Tidak tahu, Kak," jawab Devita, karena ia memang benar-benar tidak tahu.
"Nanti beritahu aku, apa yang ia bicarakan denganmu!" Seru Devira.
"Baik, Kak." Vita menganggukan kepalanya, lalu mengikuti langkah Vira menuju kantin sekolah mereka. Ada pertanyaan besar dalam benak Vita. Apa sebenarnya yang ingin Elang bicarakan dengannya. Seberapa penting hal yang ingin dibicarakan. Selama ini, mereka tidak pernah membicarakan hal lain selain masalah pelajaran. Itupun selalu berkelompok dengan teman-teman mereka. Tidak pernah hanya berdua saja.
Devita tahu kalau Devira menaruh hati pada Elang, tapi Devira sendiri sudah setuju untuk dijodohkan dengan anak teman Mami mereka. Karena itulah yang membuat Devita berani menerima permintaan Elang untuk bicara dengannya. Devira tidak mungkin lagi bersama Elang. Devira akan segera terikat pernikahan, selepas mereka menamatkan Sekolah Menengah Atas mereka tahun ini.
BERSAMBUNG