10. Berpisah

1006 Words
Tanpa ada rasa bersalah atau penyesalan, keesokan harinya Ardi datang menemui Raina. Sebenarnya Raina sudah sangat malas menanggapi kehadiran Ardi. Tapi, ia harus segera menyelesaikan permasalahan yang terjadi diantara keduanya. Ardi yang duduk di sofa ruang tamu, dengan Raina yang memilih duduk di sofa lain. Anak-anak Raina sedang bersama neneknya, karena Ibu Raina tahu jika putrinya perlu menyelesaikan masalah yang tengah mereka hadapi. "Jadi... Aku tak perlu lagi bercerita banyak padamu, Na. Dan tentunya kau pun tahu jika aku sudah menikah lagi," ucap Ardi memulai obrolan. Bahkan raut muka yang Ardi tunjukkan tak ada rasa iba sama sekali pada sang istri. Raina, sekuat tenaga wanita itu menahan sesak di dalam d**a. Melihat Ardi yang begitu mudah berbicara mengenai pernikahan kedua lelaki itu membuat Raina sangat sedih sebenarnya. Tapi, Raina tak akan menunjukkan rasa sakit hatinya pada Ardi. Raina tak akan menjadi wanita lemah di hadapan Ardi. Raina adalah wanita yang kuat dan tangguh. Ia yakin jika bisa melalui semua ini. "Ya. Aku tahu itu Mas. Maaf jika semalam aku tak bisa ikut dengan kakakmu untuk menyaksikan acara pernikahanmu." Ardi menghela nafas. "Jadi sekarang bagaimana?" tanya lelaki itu. "Bagaimana apanya, Mas? Jika kau ingin aku tetap diam dan menerima pernikahan keduamu, maaf aku tak bisa. Aku tak ingin menjadi istri tua dan mempunyai madu. Aku tak sekuat perempuan di luar sana yang mau berbagi suami dengan perempuan lain." ucapan Raina dengan setenang mungkin. Padahal di dalam hatinya sudah bergemuruh ingin sekali melampiaskan amarah pada lelaki yang telah menikahinya tiga belas tahun silam. Tapi, Raina tetap pada sikapnya yang tak mau gegabah dan bersikap percaya diri. Meski ia ingin marah, berusaha ditahan nya. Ia tak ingin ribut dengan Ardi. Dalam hati ia tanamkan, jodohnya bersama Ardi mungkin hanya sampai disini. "Lalu...?" tanya Ardi selanjutnya dengan tatapan tajam tepat di wajah Raina. "Mungkin memang sebaiknya kita berpisah saja. Silahkan kamu jalani hidup baru bersama istri barumu, Mas. Dan akupun akan menjalani kehidupan baruku tanpamu." "Oh... Jadi kau ingin bercerai dariku?" Pertanyaan Ardi dijawab anggukan kepala yang begitu mantap dari Raina. "Jika rumah tangga kita tak bisa dipertahankan lagi, buat apa juga aku tetap bertahan. Tak ada gunanya juga kan?" Raina berucap demikian dan dengan keberanian yang ia paksaan menatap tajam tepat pada bola mata Ardi. Raina tak bisa membaca apa yang ada dalam pemikiran Ardi saat ini. " Kau sudah yakin memutuskan berpisah dariku, Na? " Tampaknya Ardi meragukan keputusan Raina. Akan tetapi dengan satu senyuman yang terbit di bibir Raina menunjukkan jika ia baik-baik saja. "Aku sangat yakin. Mungkin hidupku akan lebih bahagia jika sudah tak lagi terikat pernikahan denganmu, Mas." "Oh... Jadi rupanya memang kau senang berpisah denganku. Atau jangan - jangan memang kau sudah menginginkan ini dari dulu." "Ya. Kau benar sekali, Mas. Buat apa aku punya suami jika aku saja masih harus berjuang mengejar kebahagiaanku sendiri. Selama kita menikah, tak banyak kebahagiaan yang kudapat darimu, Mas. Aku tak pernah menuntut materi padahal kau pun tahu seharusnya seorang suami memiliki tanggung jawab penuh memberikan nafkah pada keluarga. Tetapi yang kau lakukan selama ini, hanya dirimu sendiri yang kau pikirkan. " " Kenapa kau jadi megungkit-ungkit semuanya. " " Aku tidak mengungkit semuanya. Hanya aku ingin kau tahu dan sadar dengan apa yang telah kau lakukan kepadaku dan juga pada anak anakmu selama ini. " " Sudahlah, Na. Jangan bicara sembarangan kamu. Sekarang aku tanya padamu sekali lagi. Kau yakin meminta kita berpisah? " Dengan senyum sinis kembali Raina mengangguk dan menjawab." Ya. Aku sangat yakin. Lebih baik kita berpisah saja. " " Baiklah jika itu sudah menjadi keputusanmu. Aku akan segera mengurus perceraian kita. Dan mengenai anak, kau jangan khawatir. Anak-anak tetap tanggung jawabku. Dan aku akan mengurus mereka." Raina ingin memprotes tapi tak jadi ia lakukan. Berpikir sejenak, ada baiknya lelaki j*****m seperti Ardi diberikan beban mengenai anak. Biar dia tahu bagaimana beratnya mengurus, mendidik dan merawat tiga orang anak. Raina saja mungkin akan menyerah dan kewalahan jika saja tidak ada ibu yang membantunya. "Baiklah jika seperti itu. Aku akan ikut saja apa maumu, Mas. Yang penting semua nya beres." Ardi, wajah lelaki itu tampak pias melihat wajah Raina yang biasa - biasa saja. Raina memang wanita tangguh yang tak akan terpedaya dengan apapun juga. Dan Raina yang terlalu mandiri menjadi seorang wanita. Terkadang membuat Ardi merasa tidak pernah dibutuhkan oleh wanita itu. Sekarang tak ada lagi yang perlu disesali karena semua sudah terjadi. Ardi bangkit dari duduknya. Sebelum pergi meninggalkan Raina ia mengatakan sesuatu , "Secepatnya aku akan mengurus semua berkas- bekas di kantor. Dan jika sewaktu- waktu kau dipanggil oleh pihak kantor, kuharap kau tak akan mempersulitnya." Begitu saja Ardi berlalu dari hadapan Raina, membuat wanita itu hanya membuka mulut tak bisa berkata apa- apa. Yang benar saja dia dikata akan mempersulit. Itu tidak akan pernah terjadi. Justru sebaliknya, Raina akan mempermudah semuanya. Karena ia pun tak ingin berlama- lama terjebak hidup dalam rumah tangga yang tidak bahagia. Terdiam duduk di atas sofa. Berusaha menguatkan hatinya bahwa semua akan baik-baik saja, tanpa Ardi. Sejujurnya, meski dalam hati tetap meyakinkan diri bahwa ia bisa, tapi Raina tak menampik jika di hati terkecilnya sedikit ada rasa tidak percaya diri. Juga rasa takut yang berusaha ia enyahkan. Menyandang status janda tidaklah mudah. Raina tahu itu. Yang terus ia yakini, semua akan berproses dan kedepannya pasti semua akan baik - baik saja. Mengenai rejeki dan penghidupannya kelak seperti apa, Raina yakin Tuhan pasti akan membukakan jalan untuknya. Tertutup satu pintu rejeki, maka Tuhan akan membuka lebih banyak pintu yang lain. Ia pasti sanggup melalui semuanya. Menghela nafasnya berat. Kilasan-kilasan kejadian masa silam menari-nari di pelupuk matanya. Hal itu tentu saja membuat Raina sangat bersedih. Rumah tangga yang dia bangun susah payah harus hancur karena hadirnya orang ketiga. Dan itu Ardi sendiri yang memulainya. Ah sudahlah. Tak ada gunanya lagi meratapi nasib rumah tangga nya yang telah usai. Sekarang yang perlu Raina pikirkan adalah masa depannya kelak beserta anak-anaknya. Raina harus lebih semangat dan berjuang menatap kehidupan nya. Ia tak ingin anak yang akan menjadi korban karena sebuah keegoisan yang memilih berpisah. Menyebabkan ketiga anaknya tak lagi merasakan kasih sayang yang utuh dari kedua orangtuanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD