Sebenarnya yang membuat Raina terpuruk pasca perceraian bukan karena berpisah dengan Ardi. Melainkan karena ia harus terpisah dengan ketiga anaknya. Ya. Ardi memang telah mendapatkan hak asuh atas ketiga anaknya. Entah dengan cara apa Ardi bisa memanipulasi semuanya. Yang jelas, saat persidangan Ardi menuding Raina yang tak bekerja sehingga tak akan mampu membiayai hidup ketiga anaknya. Hingga putusan pengadilan menjatuhkan hak asuh sepenuhnya pada Bagas Ardi.
Sungguh miris memang nasib Raina. Kehilangan suami dan juga ketiga anaknya. Ini sudah satu bulan berlalu pasca perceraiannya. Dan Raina masih ingat betul bagaimana saat Ardi membawa paksa anak-anaknya.
Bayangan Ardia yang menangis kala harus berpisah dengan nya. Anak pertamanya yang memang begitu dekat dengan nya. Lelaki yang sudah mulai beranjak remaja di usia ke dua belas tahun. Sudah paham betul dengan perangai sang papa selama ini. Tapi sekeras apapun Ardia menolak ajakan papanya, tetap saja Ardi yang menang. Sementara Ardani dan Ardana, mereka masih terlalu kecil untuk mengetahui mengenai perpisahan kedua orangtuanya. Dan hanya menurut saja saat sang papa membawa keduanya.
"Na...." tepukan lembut di bahu membuat Raina terjengit kaget.
Wanita itu sedang menyendiri, duduk di atas ranjang di dalam kamarnya. Bahkan ibunya sangat iba melihat kondisi Raina yang sekarang. Badan nya semakin kurus karena tidak mau makan. Jikalaupun mau, saat ibumya menyuapi itupun hanya satu atau dua sendok saja yang bisa masuk ke dalam mulut Raina.
"Sudah hampir maghrib. Sebaiknya kamu mandi dulu." pinta ibunya dengan nada yang sangat lirih.
"Aku kangen anak-anak, Bu," jawab Raina mendingan menatap ibu yang berdiri di sampingnya.
Pecahlah tangis Raina. Memeluk ibunya dengan isak tangis yang tak mampu ditahan lagi.
Sebenarnya waktu itu Raina sudah berencana mengajukan banding mengenai hak asuh anak. Akan tetapi Bapak yang melarangnya. Selain nanti akan semakin memperkeruh suasana juga kasihan pada anak - anak Raina yang harus menjadi rebutan kedua orang tuanya yang sedang berselisih.
Raina masih ingat kata - kata Bapaknya waktu itu, "Biarkan Ardi meraskan menjadi orang tua sesungguhnya bagi anak-anaknya. Dan biarkan lelaki itu ikut merasakan bagaimana repot nya kamu selama ini membesarkan mereka. Mengurus anak itu tidak mudah. Dan selama ini Ardi telah mengabaikan nya. Sekarang, biarkan saja ia tahu bagaimana menjadi orang tua yang baik untuk ketiga putranya. "
Raina pun setuju dengan apa yang Bapaknya ucapkan. Selama ini Ardi tak pernah mau tahu tentang anak - anaknya. Bahkan seorang anak itu tidak hanya membutuhkan makan. Tetapi juga membutuhkan didikan dan kasih sayang. Dan Ardi tak pernah memberikan hal itu sama sekali. Meskipun demikian, Raina berusaha tenang dan mensugesti diri jika anak anaknya akan baik- baik saja. Mereka tidak sedang bersama orang lain melainkan bersama bapak nya. Tidak mungkin bapak nya sendiri tega menyakiti anak kandungnya.
Raina terus saja ketakutan. Bagaimana jika anak - anaknya saat bersama Ardi tak ada yang mengurus. Bagaimana makanan minum nya. Ya Tuhan, lama - lama Raina bisa gila jika terus- terusan seperti ini. Rasa khawatir yang berlebihan sanggup menghancurkan hidupnya sendiri.
Raina bangkit dari atas ranjang disusul oleh ibunya. Masuk ke dalam kamar mandi dan segera membersihkan diri.
Selesai ia mandi. Menatap pantulan dirinya di depan cermin. Pipi yang dulu berisi sekarang tak lagi terlihat. Hanya pipi tirus yang bahkan terlihat sekali tulang pipinya yang menonjol. Sampai- sampai Raina tak mampu mempercayai nya.
Raina memejamkan mata. Ia tak boleh seperti itu terus menerus. Raina harus bangkit dan menata kembali hidupnya yang sempat hancur . Jika Sampai Ardi tahu kondisinya yang seperti ini. Bukan tidak mungkin lelaki itu akan mengoloknya. Tidak. Itu tidak akan terjadi. Raina harus menunjukkan pada Ardi jika dia mampu menjadi Raina yang lebih baik tanpa nya. Raina bertekad hatus bangkit. Semua demi anak anaknya. Raina yakin suatu ketika Ardi pasti akan kewalahan mengurus ketiga putranya dan pada saat itu tiba Ardi akan mengembalikan ketiga anaknya kepadanya.
***
Satu minggu berlalu, kondisi Raina semakin membaik. Ia benar - benar bangkit untuk menata masa depan kembali menjadi lebih baik. Tentu saja hal itu membuat kedua orang tuanya merasa senang. Dengan bersemangat keduanya memberi dukungan pada Raina.
Dan mulai hari itu juga, Raina kembali bergelut dengan peralatan bakingnya. Kembali dari nol menjalankan bisnis yang sempat hiatus cukup lama. Semenjak Raina mengurus perceraian nya bersama Ardi yang tentunya memakan waktu beberapa bulan lamanya.
Dan sekarang, Raina terlihat lebih segar dan bugar. Sudah mulai berusaha dan memaksakan diri untuk mau mengunyah makanan. Ikut olahraga juga yoga yang sudah tiga hari ini Raina jalani.
Belum juga ia memegang mixer, tiba - tiba ponsel yang ia letakkan di atas meja berdering. Terpampang di layarnya terdapat sebuah video call dari sebuah nomor luar negeri. Raina sudah tau siapa yang sedang menelepon nya. Dengan segera mengangkat panggilan video call tersebut, dan memilih menunda acara baking nya.
Begitu layar ponsel ia gulir ke atas, wajah berseri Bude Sri terpampang di hadapan nya. Bude Sri adalah kakak kandung Ibunya Raina. Perempuan berusia enam puluh tahun itu sudah cukup lama meninggalkan Indonesia.
Tepatnya, dua puluh lima tahun silam, semenjak suami Bude Sri meninggal dunia, beliau memutuskan untuk pergi ke luar negeri menjadi seorang tenaga kerja wanita. Keberuntungan pun berpihak pada beliau. Karena saat Bude Sri menginjakkan kaki di negara tetangga Malaysia, beliau langsung mendapat pekerjaan yang cukup layak. Bekerja di salah satu yayasan panti wreda. Dan karena kinerja Bude Sri yang bagus juga cekatan, pada akhirnya beliau dipercaya menjadi salah seorang pengurus panti tersebut. Dan semenjak itu Bude Sri benar-benar memilih menetap dan tinggal di Malaysia. Sementara itu, kedua anak Bude Sri adalah dua orang laki - laki yang sudah memiliki keluarga masing - masing dan timggal di luar pulau jawa.
"Na... Apa kabarmu?" tanya Bude Sri dengan wajah berbinar. Tidak satu kali ini saja Bude Sri menghubungi Raina. Wanita itu kerap sekali menghubungi Raina atau ibu Raina hanya sekedar bertanya kabar atau bercerita segala hal mengenai keluarga.
"Alhamdulilah, Bude. Raina sehat."
"Syukurlah. Tapi, Na. Wajahmu kok pucat?" cerca Bude Sri.
Raina berusaha memaksakan senyuman. Tapi Bude Sri paham jika sebenarnya ada hal yang Raina sembunyikan.
"Apa masalahmu dengan Ardi belum beres?"
Raina menghela nafas. "Sebenarnya semua sudah beres Bude. Aku dan Ardi sudah mengantongi surat resmi perceraian kita. Hanya saja.... Aku masih saja kepikiran anak-anak."
"Bude tahu apa yang kamu rasakan, Na. Berpisah dengan anak itu memang berat. Bude sudah pernah mengalaminya sendiri."
Apa yang dikata Bude Sri benar adanya. Memang dulu saat Bude Sri memutuskan bekerja di luar negeri, dengan terpaksa Bude harus meninggalkan anak-anaknya untuk diasuh oleh nenek Raina.