"Ma... Kapan kita pulang?" rengekan Ardani yang merupakan anak kedua Raina, hanya bisa dijawab Raina dengan senyuman. Mengelus lembut rambut putranya wanita itu menjawab, "Kita akan tinggal di rumah nenek untuk sementara."
"Kenapa tinggal di rumah nenek. Rumah kita kenapa? Dani lebih suka tinggal di rumah kita sendiri. Dani tidak suka tinggal di rumah nenek."
Lagi-lagi Raina hanya bisa menghela nafas menghadapi putranya yang batu berusia lima tahun itu. Meski masih kecil nyatanya putra Raina sangat aktif bertanya segala hal.
" Ma....! " panggilan Dia, anak pertama Raina, membuat wanita itu mengalihkan pandangan dari Dani.
"Ya," jawab Raina cepat.
"Benarkah aku akan pindah sekolah?"
Raina menghela nafasnya berat. Sejatinya dia kasihan pada anaknya karena demi menurut pada sang ayah, harus rela menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.
"Iya, sayang."
"Kenapa kita harus pindah kesini, Ma?" Lagi-lagi Dia mengajukan pertanyaan.
"Sayang.... Kita akan pindah dan menetap di rumah nenek. Karena... Ya karena sekarang mama tak lagi bekerja. Jadi, kita akan mulai tinggal di kampung. "
Tampak kekecewaan di raut wajah Dia.
"Lalu rumah kita?"
"Mungkin akan kita jual dan kita akan belikan rumah baru disini. Percayalah sayang.... Kalian pasti akan betah tinggal disini. Kita hanya perlu penyesuaian saja. Lagipula... Di kampung ini juga mama lahir dan dibesarkan oleh kakek dan nenek kalian."
Raina tahu jika Ardia berusaha untuk tidak mengajukan protes lagi meski dalam hati putra pertamanya itu masih belum bisa menerima semuanya. Raina patut berbangga diri karena memiliki putra yang begitu pengertian dan menurut kepadanya.
Apalagi kedua orangtua Raina juga menerima kehadiran Raina beserta anak-anaknya dengan tangan terbuka. Justru merasa senang karena rumah yang dulunya sepi menjadi ramai akan hadirnya ketiga cucu mereka.
Raina juga sudah mengatakan semua pada Bapak dan Ibunya jika dirinya tak lagi bekerja, dan juga mengenai keputusan Ardi yang menginginkan ia tinggal sementara di rumah orangtuanya, sambil menunggu rumah mereka yang di kota laku terjual. Dan setelahnya, Ardi beserta Raina ingin membeli rumah baru di kampung.
****
Malam ini untuk kesekian malam yang Raina lalui berada di rumah kedua orangtuanya. Ardi telah kembali ke kota meninggalkan nya bersama ketiga anak mereka.
Raina mendesah, memikirkan apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Tidak mungkin dia hanya berdiam diri di rumah tanpa melakukan apapun. Meski sejatinya dengan mengurus ketiga orang anak pasti sudah sangat melelahkan.
Karena rasa kantuk yang tak kunjung datang sekalipun hari menjelang tengah malam, Raina meraih ponsel yang tergeletak di atas meja, di samping ranjang yang ia tiduri. Mungkin dengan berselancar di sosial media miliknya, rasa kantuk akan datang dengan sendirinya.
Digulir layar ponsel miliknya, membuka beberapa postingan yang bertebaran di beranda sosial medianya. Beberapa curhatan teman, aneka resep masakan serta beberapa postingan yang telah dibagi ke akun miliknya. Tak ada yang menarik bagi Raina.
Hingga perlahan matanya tertuju pada sebuah postingan di salah satu grup. Sebenarnya hanya postingan biasa, ialah Link sebuah film atau drama mungkin saja. Sempat Raina menekan deretan Link yang langsung terhubung pada pemutaran video di aplikasi youtube. Oh, ternyata yang ia buka adalah sebuah film Roman mungkin. Karena Raina sangat asing dengan beberapa pemeran dalam film tersebut. Dan setelah ia menonton sebentar, mendengar percakapan mereka, Raina mendesah kecewa. Pasalnya ia tak paham dengan apa yang di perbincangkan. Berusaha mencari sub titel dalam bahasa Indonesia, tapi tidak tersedia.
Raina menebak jika sebenarnya film dari negara tetangga yang sedang ia tonton, memiliki alur cerita yang bagus. Itupun Raina tahu karena terdapat sinopsis dalam description box yang ia baca.
Karena mata Raina tak juga terpejam, dia tetap melanjutkan menonton dengan sesekali ia mengartikan sendiri dengan jalan cerita yang ada. Hingga saat sang aktor utama muncul, saat itu juga Raina terpesona.
Dalam hati Raina memuji aktor pria pemeran utama. Beranda-andai jikalau mereka bisa saling kenal, dan tak terasa perlahan mata Raina mulai terpejam. Ia tertidur dengan ponsel yang masih menyala.
Hingga subuh menjelang betapa Raina terlonjak kaget tatkala mendengar pintu kamarnya yang di gedor dari luar. Tak lama pintu itupun terbuka, menampakkan sosok anak pertamanya yang kini sudah begitu saja merangsek naik ke atas ranjang. Duduk di bawah kaki Raina.
"Mama... Ayo bangun!" rengek lelaki kecil itu yang mendapati sang mama justru tertidur kembali setelah tadi sempat terbangun.
Dia mengguncang kaki sang mama membuat Raina menggumam lalu berusaha membuka mata. Sungguh, rasanya sangat berat sekali mata Raina untuk bisa dibuka. Rasa kantuknya tak juga hilang. Maklum lah karena mungkin saja Raina hanya tertidur beberapa jam saja.
"Mama... Ayolah... Bukankah mama bilang hari ini mama akan mendaftarkan aku ke sekolah baru."
Astaga! Bagaimana mungkin Raina bisa lupa jika pagi ini ia harus segera pergi ke sekolah baru Ardia. Dia akan mendaftarkan putranya sekaligus mengurus mengenai kepindahan sekolah Ardia.
"Ya Tuhan! Dia... Maaf mama lupa."
Dengan mata yang belum terbuka sepenuhnya, Raina beranjak bangun, menggapai tali rambut yang ada di atas meja lalu mulai mencepol rambutnya asal. Menurunkan kaki nya sampai menapak lantai. Lalu menarik lengan Ardia membawanya keluar kamar. Sebelum itu Raina sempat memperhatikan putra ketiganya yang masih terlelap. Membiarkan bayi mungil itu yang masih menikmati mimpi indahnya. Raina harus segera membuatkan sarapan untuk Ardia selanjutnya ia akan segera mandi.
"Sayang... Kau mandi dulu. Mama siapkan sarapan untukmu." ucap Raina sambil mengelus kepala Ardia dengan penuh kasih sayang.
Ardia mengangguk lalu masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil peralatan mandi. Sementara itu, Raina melanjutkan langkah kakinya menuju dapur. Tampak ibunya yang sedang berdiri memunggunginya menghadap pada kompor dan sedang menggoreng sesuatu.
" Ibu masak apa? Wangi sekali," puji Raina sembari mendekati sang ibu tercinta.
"Ibu hanya menggoreng tempe untuk sarapan anak-anakmu," jawaban ini membuat Raina terharu. Seharusnya ia sendiri yang perlu menyiapkan semua kebutuhan anak-anaknya. Tapi kali ini justru dirinya yang merepotkan ibunya karena harus mengerjakan semua untuk anak-anak Raina.
Ah, ini semua karena drama melayu yang ditonton nya semalam. Raina menggaruk pelipisnya. Merasa konyol karena terlalu mengagumi aktor tampan yang bahkan ia lupa siapa namanya. Mungkin nanti ia akan mencoba menonton nya kembali jika waktunya sudah longgar. Karena jika ada anak-anaknya maka waktu Raina hanya akan tercurah untuk mereka. Tak ada lagi waktu bagi Raina untuk bersenang-senang meskipun itu hanya untuk menonton drama favoritnya. Karena sudah dapat Raina pastikan, anak-anaknya pasti akan selalu merecoki mama nya.