" Kita pulang kampung saja," ucapan Bagas Ardi, yang tak lain adalah suami Raina.
"Apa? Pulang kampung?" tanya Raina memastikan jika ia tak salah dengar dengan apa yang suaminya sampaikan.
"Ya," jawab Ardi singkat.
"Untuk apa kita harus pulang kampung, Mas?" tanya Raina dengan nada protes.
"Habisnya? Kau mau apa tetap disini. Toh kau juga sudah tidak bekerja lagi. Biaya hidup disini mahal. Mana mampu jika hanya mengandalkan gajiku saja. Nanti aku akan mencoba mengajukan mutasi agar kita bisa pindah dan hidup di kampung. "
Jika Ardi sudah memutuskan, Raina bisa apa?
Satu minggu yang lalu saat Raina mengatakan pada Ardi mengenai dirinya yang di PHK, reaksi Ardi biasa-biasa saja. Diluar dari ekspektasi Raina. Padahal beberapa malam ini Raina hampir tak pernah bisa tidur karena kepikiran tentang masa depan nya nanti bersama anak-anaknya.
Selama ini, gaji Raina yang diterima setiap bulan sangat membantu perekonomian keluarganya. Ardi, meski lelaki itu juga bekerja, bahkan Ardi merupakan salah satu pegawai pemerintahan yang setiap bulan juga mendapat gaji yang tidak sedikit jumlahnya. Hanya saja, gaji yang Ardi terima hanya untuk dipakai dirinya sendiri juga untuk membiayai keluarga Ardi yang notabene adalah ibu mertua Raina.
Meski begitu Raina tak pernah protes pada sang suami. Bahkan hal itu sudah sejak dulu terjadi. Saat mereka baru menikah, Ardi harus membiayai semua pengobatan ayahnya yang sakit-sakitan, serta biaya hidup kedua orang tuanya semua Ardi yang menangungnya. Sehingga gaji Raina lah yang terpaksa harua dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari keluarga mereka.
Hingga sebelas tahun usia pernikahan Ardi dan Raina, hal itu masih tetap terjadi. Raina menghidupi ketiga anaknya juga dari gajinya. Ardi tidak pernah mau repot- repot membagi uangnya untuk menafkahi anak istri karena menurut Ardi gaji Raina cukup tinggi dan untuk apa jika tidak digunakan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Jika ada yang mengetahui tentang kelakuan Ardi, mungkin saja kata u*****n sangat cocok dilontarkan untuk memaki lelaki itu. Tapi Ardi masih sangat beruntung karena Raina lah yang menjadi istrinya. Raina yang tak pernah protes kepadanya dan Raina yang memilih diam demi menghindari keributan. Raina perempuan yang baik. Seburuk apapun suaminya, dia akan berusaha semampu yang ia bisa untuk menyembunyikan aib keluarga nya dari siapun. Tidak pernah bercerita tentang kebobrokan rumah tangganya, baik pada teman atau keluarganya. Raina selalu memendam sendiri semua keluh kesah dan semua perilaku sang suami.
"Hari minggu kita pulang kampung," perkataan Ardi yang duduk di sofa sambil memperhatikan televisi membuat Raina mendesah kecewa.
Bukan karena Raina tidak mau pulang ke kampung mengunjungi orang tua nya, hanya saja Raina memang belum mengatakan pada bapak dan ibunya mengenai dirinya tang tak lagi bekerja.
"Terserah kau saja, Mas." Raina memilih mengalah lagi pada suaminya.
Raina beranjak berdiri dan memilih masuk ke dalam kamarnya. Ardi hanya menatap Raina sekilas sebelum fokusnya kembali pada layar televisi.
Di dalam kamar, Raina memperhatikan anak ketiganya yang sudah tertidur pulas. Sementara anak pertama dan kedua tidur sendiri di kamar sebelah.
Raina membaringkan tubuhnya di sebelah bayi lekaki bernama Ardana. Tangan nya terulur membelai pipi mulus putra terakhirnya.
Air mata Raina tiba- tiba menetes. Membayangkan akan jadi seperti apa masa depan anak anaknya kelak.
Raina tidak bermaksud meragukan Ardi, jika suaminya itu tak mau menghidupinya beserta anak-anak mereka. Akan tetapi di lubuk hati terdalam nya, Raina meyakini jika Ardi tetaplah Ardi yang tak akan pernah berubah meski mengetahui dirinya tak berpenghasilan lagi.
Yang menjadi prioritas Ardi hanyalah diri pria itu sendiri dan juga ibu dari lelaki itu karena semenjak Bapaknya meninggal, semua tanggung jawab ibunya dibebankan pada Ardi sepenuhnya . Tak ada dirinya ataupun anak-anak yang menjadi prioritas Ardi dalam hal nafkah materi. Raina merasa lelah sebenarnya, tapi dia bisa apa?
Selain hanya menerima semua takdir dan jalan hidupnya.
****
Hari itu tiba dimana Ardi yang telah bersiap mengantarkan anak dan istrinya pulang ke kampung halaman. Sekalipun Raina pernah mengatakan bahwa ia masih ingin tinggal di rumah nya. Rumah yang selama ini ditempatinya. Tapi Ardi bersikukuh dengan pendirian nya. Membawa Raina beserta anak-anaknya pindah dan menetap di kampung, tanah kelahiran Raina.
Ini satu minggu sejak Raina resmi menyandang gelar sebagai pengangguran. Dan selama satu minggu pula Raina seperti orang linglung yang tak tahu harus berbuat apa di rumah. Karena dia sudah terbiasa bekerja sehingga begitu hanya berdiam diri di dalam rumah, Raina jadi bingung sendiri ingin mengerjakan apa.
Teringat protes yang Raina lontarkan pada Ardi kala itu , "Mas... Jika aku dan anak-anak pindah, bagaimana dengan sekolah Ardia. Lalu... Jika kau disini seorang diri, siapa yang akan mengurusmu nanti?"
Dengan lantang Ardi menjawab, "Aku akan mengurus kepindahan sekolah Ardia. Dan mengenai aku, kamu tak perlu memikirkan nya. Aku sudah dewasa dan aku bisa mengurus diriku sendiri."
Lagi-lagi Raina mendesah kecewa dengan jawaban yang Ardi lontarkan kepadanya. Sepertinya memang suaminya benar-benar tidak ingin ia ada disini dan merepotkan nya.
Dengan menahan air mata kekecewaan Raina pun menyetujui semua." Baiklah jika itu maumu. Aku akan menuruti nya."
"Memang kau harus menurutinya Raina. Kau tahu kan, jika kau dan anak-anak pindah ke kampung, maka kita bisa menekan biaya hidup sehari - hari. Hidup di kampung itu enak. Sekolah tanpa biaya, bahkan untuk makan sehari - hari juga tak perlu mengeluarkan banyak uang karena di kampung semua serba terjangkau harganya. "
Raina tak menjawab. Dalam hati dia hanya berpikir, jika ia kembali hidup di kampung, maka bisa dipastikan jika ia tak bisa lagi mengembangkan diri seperti apa yang sudah ia raih selama ini.
Raina bukanlah wanita sombong yang lupa jika ia dibesarkan di kampung juga. Bukan seperti itu. Hanya saja, perubahan zaman yang semakin modern membuat Raina ingin selalu mengasah diri agar lebih baik lagi. Tinggal di kota dengan fasilitas yang memadai menunjang semua perkembangan diri.
Tapi ya sudah lah. Raina akan menerima semuanya. Kembali tinggal di kampung halaman bersama kedua orangtua dan juga ketiga anaknya. Dia akan kembali memulai untuk menata hidup lebih baik lagi. Meski harus tinggal di kampung tak akan menyurutkan niat Raina agar dia bisa selalu menjadi wanita terhebat di dunia. Semua akan ia lakukan demi ketiga anak nya. Dan seandainya niat Ardi memaksanya untuk tinggal di kampung adalah ingin membuangnya, tak apalah. Raina akan terima. Mungkin sudah waktunya bagi Raina untuk bangkit dan menata hidup barunya.