14.Teletubbies

1023 Words
Naya keluar dari Musholla dengan perasaan yang mengganjal. Ingin menanyakan lebih lanjut kepada Rama, namun dia urungkan karena tak ingin merusak suasana hati papanya. Bella yang berjalan beriringan dengannya hanya melirik Naya dari sudut matanya. Dalam hati Bella hanya bisa terkekeh melihat perubahan air wajah Naya. "Maafkan Mama, Nak. Ini semua ide gila Papamu." Batin Bella ketika makin lama langkah Naya makin menghentakkan kaki. "Kak.... Kamu kalau mau pergi sama Mas Doni, gak apa-apa pergi aja. Nanti biar Mama yang bilang ke Papa." Ucap Bella ketika melihat Naya yang kini menatap malas 2 laki-laki yang sedang sibuk dengan mobilnya. "Gak usah Ma, biar aku sama Om Doni ikut kemana Papa sama Mama pergi aja." Naya memaksakan senyumnya, Bella dapat merasakan itu. Bella tak sampai hati jika membuat putrinya sedih seperti ini. "Tapi gak boleh cemberut, oke?" Bella menoel pipi Naya. "Sayang ayo naik, Om udah siap." Panggil Doni dengan melambaikan tangannya. Merasa tak ada respon, Doni akhirnya mendekat ke arah Naya. Wajah Naya sudah merah padam dan matanya berembun. Doni menyadari jika kekasih kecilnya ini akan menurunkan hujan dikala matanya sudah mendung, "Yang, hey kenapa?" Ucap Doni lalu merentangkan tangannya. Naya masuk kedalam pelukan Doni, tangisnya pecah karena merasa sedih tak bisa melihat momen bahagia temannya. Doni hanya bisa menghela napasnya dalam sambil tangannya mengelus lembut punggung bergetar Naya. Rama yang sudah siap melihat putrinya menangis, usil membunyikan klakson agar Naya dan Doni segera masuk kedalam mobil. "Ayo berangkat Nak. Nanti keburu malem." Tegur Rama yang membuat Naya menguraikan pelukannya. "Om... Kenapa Papa ingkar janji?" Tanyanya ketika menatap nanar mobil Rama yang mulai berjalan. "Gak akan, Papa gak akan ingkar janji. Ayo naik, nanti keburu malem." Ucap Doni secara tidak langsung memberi kode pada Naya. Namun Naya belum bisa menangkapnya, dia hanya menurut masuk mobil dan menatap ke arah depan dengan tatapan kosong. "Sayang....." Panggil Doni ketika suasana mobil tak seperti biasanya. Suasana kali ini sepi, sunyi hanya terdengar suara musik yang diputar oleh Doni. Biasanya Naya akan banyak bercerita entah dalam hal materi kuliahnya, teman atau tugas yang menumpuk yang membuatnya kewalahan. Doni menatap iba ketika kekasih kecilnya selalu menghela napas dalam lalu membuangnya kasar. "Emang dasar Rama usilnya naudzubillah. Awas aja sampek Naya nangis lagi." Batin Doni menggerutu. Doni benar-benar melajukan mobilnya tepat di belakang mobil Rama. Dalam perjalanan Doni hanya diam, niatnya untuk mengajak bicara Naya-pun tak terwujud. Naya hanya diam enggan menjawab pertanyaan dari Doni. "Sayang udah sampek." Ucap Doni sambil menyentuh lengan Naya. Naya yang tersadar menatap sekitar. "Oh iya Om, ayo masuk aku udah laper." Ucap Naya masih belum menyadari jika mereka kini berada di restoran Doni. "Ayo." Ucap Doni lalu keluar lebih dulu dan berniat membukakan pintu untuk Naya. Doni berdecak kesal karena Naya sudah keluar sebelum dia bukakan pintunya, "harusnya kamu nunggu Om sampek bukain pintunya, Yang. Ah gak seru kamu mah." Ucap Doni yang membuat Naya melotot horor. "Apa selalu seperti itu kalo Om lagi pergi sama cewek?" Tembak Naya yang membuat Doni bingung. "Maksudnya?" "Apa Om selalu bukain pintu kalo yang Om ajak cewek?" Doni menggeleng kuat menampik pertanyaan Naya. "Enggak sayang, enggak. Mana ada Om berduaan di mobil sama cewek lain. Paling Bella atau Reina. Selebihnya pasti sama kamu sama si Risma." Ucap Doni jujur yang memang tak pernah berduaan di mobil bersama wanita lain. Doni kadang tidak nyaman jika harus melakukan perjalanan dengan wanita yang tidak dikenalnya lama. Doni pernah menolak halus permintaan kliennya yang ingin menumpang di mobilnya. Entah sengaja atau tidak tiba-tiba ban mobil kliennya kempes. Klien tersebut juga sedikit memberi ancaman ingin membatalkan kesepakatan jika Doni enggan memberinya tumpangan. Doni tak ambil pusing, jika memang harus putus kerjasama. Rama akan selalu menjadi garda paling depan mempercayai Doni jika memang Doni tak nyaman dengan kliennya. "Terus?" Doni menyatukan alisnya kebingungan mendengar pertanyaan Naya. "Hey kalian, kenapa belum masuk-masuk?" Tegur Rama karena Doni dan Naya masih asik berdebat di parkiran. "Ke dalem dulu yuk Yang. Udah pada nungguin." Ajak Doni sambil menggenggam tangan Naya. "Gak mau! Lepas!" Sentak Naya enggan dipegang oleh Doni sebelum Doni menjawab pertanyannya. "Apa sih Yang? Jangan begini ah." Ucap Doni lirih. "Jawab dulu baru pegang tangan aku." Doni menghentikan langkahnya lalu menatap lekat netra Naya. "Kamu mau jawaban yang seperti apa?" Tanya Doni menjeda kalimatnya sebelum menjawab pertanyaan Naya tadi. "Om gak pernah berduaan di mobil. Om kemana-mana selalu sama Yuda, Revan, Kang Dayat atau Papamu. Kamu bisa tanya mereka, seberapa banyak cewek yang duduk di mobil Om." Ucap Doni kesal lalu menggenggam erat tangan Naya lalu melanjutkan langkahnya menuju kedalam restoran. Naya duduk lalu menatap lekat wajah Rama. Bibirnya sudah gatal ingin menanyakan kebenaran ucapan Doni. Ketika akan bersuara, Naya dipanggil dengan lantang oleh suara yang sangat dikenalinya. "Naya.... Nay...." Panggil Risma sambil melambaikan tangannya ke udara. Naya mengedarkan pandangannya. Lalu berhenti pada tangan yang melambai. Mulutnya ternganga melihat ada keluarga Risma yang duduk tak jauh dari keluarganya. Naya menatap sekelilingnya, Naya makin tak kuasa menahan haru. Ini restoran Doni yang sedari kemarin ingin dikunjunginya karena ada momen spesial dari keluarga Risma. "Risma...." Sahut Naya lalu menatap Rama dan Bella seolah meminta izin untuk menghampiri Risma. "Tetap duduk di tempatmu. Awasi dari jauh dulu baru ikut gabung." Tegur Rama yang menyurutkan senyum semringah Naya. "Iya Pa." Ucap Naya sambil menunduk dalam. "Udah sih Mas biarin aja." Ucap Bella memberi pembelaan. "Gak apa-apa Ma." Ucap Naya lalu kembali duduk dan memperhatikan meja Risma. "Kakak sedih?" Tanya Reino yang memang tak suka jika perempuan dalam keluarganya sedih. Reino menatap tajam Rama yang sedari tadi membuat Naya sedih. "Papa, Papa harus tanggung jawab udah bikin Kakak sedih." Ucap Reino menatap sengit Rama. "Loh kok Papa?" Tanya Rama dengan alis menyatu. "Iya gara-gara Papa, Kakak mau nangis." Sungut Reino lalu turun dari kursinya dan mendekat ke arah Naya. "Kakak jangan sedih, tenang ada Abang. Abang sayang Kakak." Ucapnya lalu memeluk Naya dari samping. Bella terkekeh pelan melihat pemandangan manis dari anak-anaknya. Reina yang tak mau kalah langsung bergabung dan menyempil diantara Naya dan Reino. "Ngapain sih Dek?" Tanya Reino ketika Reina makin mendusel mencoba memisahkan Reino dan Naya. "Mau ikutan Abang." Ucap Reina lalu nyengir. "Udah, udah ayo dilanjutin dulu makan malamnya. Nanti dilanjutin lagi teletabisannya." Ucap Rama.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD