Wanita Berambut Singa

1154 Words
Bibir Laura yang sudah bersiap untuk tersenyum langsung dikatupkannya kembali, ketika pintu ruang perawatan itu dibuka oleh Yulia. Laura melihat sosok wanita paruh baya dengan rambut disasak tinggi ibarat surai singa yang duduk di sofa menghadap pintu. Sosok wanita yang telah melukai harga dirinya bertahun-tahun lalu. Sosok wanita yang membuatnya merasa begitu rendah diri, hanya karena dibesarkan oleh ibu tunggal. Kata-kata wanita berambut singa ini, langsung terngiang-ngiang di telinga Laura, ketika menatap wajah wanita ini kembali. Wanita tanpa sopan santun yang datang ke rumahnya untuk menghina Laura dan mamanya, yang mengakibatkan mamanya harus resign dari pekerjaannya. Wanita yang mengatakan tidak pantas bagi dirinya mendampingi sang putra karena tidak mempunyai bibit.bebet dan bobot yang baik. Wanita berambut singa itu tampak terpana, melihat wanita cantik berjas putih yang berdiri di depan pintu dengan bibir tertutup rapat dan tatapan mata setajam pedang samurai . Apakah dia dokter hebat dari Denmark yang khusus dipanggil ke Indonesia oleh Bima untuk menyembuhkan putra kesayangannya itu ? Siapa dia? Mengapa tatapannya begitu tajam kepadaku? Apakah aku pernah bertemu dia? Apakah semua dokter pintar memang memiliki tatapan setajam dia ? Lalu dia membalikkan kepalanya menatap putra kesayangannya yang sekarang duduk tegak menatap dokter cantik ini dengan mata berbinar-binar. Pasti putranya itu sangat berharap dia bisa disembuhkan oleh dokter cantik ini. Sehingga dia menatap dokter ini dengan tatapan penuh harapan . Laura tampak meremas gagang tas tangan Loewe warna kuningnya untuk mengendalikan perasaannya. Lalu dia melangkah masuk dengan penuh percaya diri dan berdiri di hadapan mereka semua. Wanita paruh baya, dan seorang lelaki yang berwajah mirip dengan pasien yang menatapnya dengan mata berbinar-binar. Lalu seorang wanita langsing dengan tatapan sendu yang berdiri di samping tempat tidur pasien. Kepala Laura terangkat tinggi. Pandangannya tetap setajam pedang, menatap wajah lelaki paruh baya yang berdiri di samping wanita berambut singa itu. Lelaki itu segera berdiri untuk menyambut Laura. “ Selamat datang di Klinik Aditya. Perkenalkan saya Abimanyu Aditya.Anak saya, Bima adalah pemilik klinik ini. Ini istri saya Aini Susilo Aditya dan yang akan menjadi pasien anda adalah putra tunggal saya, Bima Aditya . Wanita yang berdiri di samping tempat tidur adalah istri Bima , Ratna Prasetyo.” Kata lelaki paruh baya itu sambil tangannya menunjuk-nunjuk orang- orang yang dikenalkannya. Laura tersenyum simpul, menganggukkan kepalanya sedikit dan menyambut jabatan tangan dari Abimanyu Aditya sambil memperkenalkan dirinya. “ Senang bertemu dengan anda. Saya dokter Laura Lestari, Kepala Bagian Hematologi-Onkologi, Rumah Sakit University Odense , Denmark yang diutus ke Indonesia untuk menyembuhkan putra anda.” Laura langsung mundur dua langkah dan berpaling ke tempat tidur pasien, tanda dia tidak mau menjabat tangan Aini, sang wanita berambut singa. Biar wanita itu merasakan bagaimana rasa terhina, seperti yang dulu Laura rasakan. Lalu Laura berkata sopan kepada lelaki paruh baya itu, atau tuan Abimanyu Aditya. “ Bolehkah kita lanjuti mengobrolnya, nanti saja. Sekarang saya lebih mementingkan memeriksa pasien saya dulu agar saya bisa segera mendiagnosa apa penyakitnya.” Abimanyu Aditya langsung mengangguk setuju. Memang itu yang terpenting, memeriksa , Bima anak kebanggannya agar tahu apa penyakitnya. Abimanyu Aditya lalu berjalan bersama dokter Laura menuju tempat tidur anaknya yang sedang duduk sambil menyandar di kepala tempat tidur, anaknya yang menatap dokter Laura dengan tatapan mata berbinar-binar penuh harapan untuk sembuh. Jangan khawatir, anakku. Kamu pasti akan sembuh. Dokter Laura ini adalah dokter terbaik di Denmark. Dia pasti akan bisa menyembuhkanmu agar kamu bisa kembali bertarung di pemilihan walikota Medan. Bathin Abimanyu Aditya, sambil tersenyum tipis. Dokter Laura melangkah anggun ke arah Bima. Bima masih tidak melepaskan tatapannya ke arah wanita ini. Wanita yang dulu adalah kekasihnya. Wanita yang sangat dicintainya. Wanita yang selalu ada di hatinya dari dulu saat kuliah tahun pertama sampai sekarang ini. Tidak ada yang berubah dari diri seorang Laura, dia tetap cantik dan anggun. Sorot matanya tetap tajam dan cerdas, senyumnya juga tetap hangat hanya sekarang dia kelihatan lebih dewasa dan lebih percaya diri, mungkin karena sekarang dia sudah menjadi kepala bagian Hematologi -Onkologi di rumah sakit terkenal di Denmark. Mata Laura dan Bima saling menatap. Hati keduanya berdebar kencang dan memori masa lalu kisah cinta mereka terlintas dalam otak mereka. Laura semakin mendekati tempat tidur pasien. Mata pasien masih tetap menatapnya dengan mata berbinar-binar. Tatapan mata lelaki itu menembus sukmanya dan mengetarkan seluruh jiwa raganya. Tatapan mata penuh cinta itu, kembali memunculkan memori-memori indah tentang masu lalu mereka. Laura segera menepis semua memori indah itu , saat melihat wanita yang berdiri di samping Bima Aditya yang menatap suaminya dengan matanya yang bersorot sendu. Masa lalu itu harus aku lupakan. Hubungan kami sekarang adalah murni hubungan dokter dengan pasiennya. Tujuanku menempuh perjalanan hampir lima belas jam dari Denmark sampai ke Sibolangit ini hanya untuk menyembuhkan Bima Aditya agar impianku menjadi pimpinan Rumah Sakit -Odense Indonesia bisa segera terwujud sehingga aku bisa membanggakan mamaku tersayang dan aku bisa mengangkat kepalaku, meskipun lahir tanpa seorang ayah. Aku akan membuat Ibu Aini yang terhormat itu menyesal karena dulu menghinaku dan tidak memperbolehkan aku menjadi kekasih anaknya. Dengan senyumannya yang tenang dan menghangatkan hati setiap orang yang melihatnya. Laura menghampiri pasiennya dan memperkenalkan dirinya. “ Selamat malam tuan Bima Aditya. Saya , dokter Laura Lestari yang akan menjadi dokter anda sampai anda dinyatakan sembuh.” Laura berkata sambil menjulurkan tangannya untuk menjabat tangan Bima. Bima mengeluarkan tangannya dari balik selimut dan membalas jabatan tangan Laura dan mengguncang tangan mungil itu erat. Tangan yang dulunya selalu Bima genggam di bawah meja, saat mereka membaca buku bersama di perpustakaan. Tangan yang selalu Bima genggam saat mereka berjalan bersama menuju kampus dan tangan yang seharusnya digengamnya erat saat berjalan ke pelaminan tapi tidak terlaksana karena tangan mungil ini terbang meninggalkannya untuk mengejar mimpinya ke negara yang jauh di seberang lautan. Laura langsung menarik tangannya dari gengaman Bima dan menjulurkan tangannya kepada wanita yang berdiri tegak di samping tempat tidur Bima Aditya. “ Selamat malam Bu Ratna, Saya dokter Laura yang akan merawat suami anda. Jangan khawatir, suami anda pasti akan sembuh di bawah perawatan saya.” Kata Laura menekankan kata suami dengan harapan Bima segera sadar, bahwa dia saat ini, telah menjadi seorang suami, jadi jangan menatap Laura dengan pandangan berbinar-binar penuh cinta seperti dulu. Laura tidak ingin menjadi perusak rumah tangga Bima dan Ratna. Ratna mengangguk dan tersenyum lembut penuh keramahan. “ Saya yakin pasti dokter Laura akan berhasil menyembuhkan suami saya. Terimakasih dokter sudah bersedia datang dari jauh untuk merawat suami saya, bahkan langsung dari bandara menuju ke sini untuk bisa mendiagnosa penyakit suami saya .” Laura hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum. “ Sudah tugas saya sebagai dokter. Maaf, apakah test lab suami anda , sudah ada ? Biar bisa saya diagnosa, penyakit apa yang diderita suami anda." Tanya Laura kepada Ratna, tanpa mau memalingkan wajahnya menatap Bima yang tetap memandangnya penuh cinta. Sama seperti tatapan Bima dulu padanya. Setelah 23 tahun terpisah, hari ini Laura kembali bertemu dengan sang mantan yang masih tetap menatapnya penuh cinta. Apakah Bima tetap mencintanya, meskipun kini ada seorang perempuan yang bernama Ratna yang menjadi istrinya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD