BAB 2 Tersesat

1109 Words
Hari yang begitu cerah, kilauan cahaya matahari menembus sampai ke jendela kamar seorang wanita. Wanita itu membuka matanya dan menggeliatkan tubuhnya ia kemudian duduk bersandar di kepala ranjang mengambil buku dan pensil lalu mulai menulis lagi. Hari ini jadwal Liana akan berkunjung ke rumah kakek dan neneknya yang berada di ujung kota karena paman memiliki pekerjaan lain jadi hanya Teresa yang bisa mengantarnya, bibinya menyarankan agar Liana sementara waktu tinggal di rumah nenek dulu sambil menunggu Martin pulang dan menjemputnya kembali. Setelah menyelesaikan tulisannya, Liana beranjak dari ranjangnya dan berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Seorang pria tengah berdiri di seberang jalan trotoar dengan pakaian hangatnya, ia mengedarkan pandangannya ke seluruh kota dan jalanan raya, lalu berjalan menyeberangi garis di aspal, sesaat langkah kakinya bergerak, kedua matanya pun tidak bisa lepas pandang dari sekian banyaknya manusia yang berjalan disekitarnya. Tatapan mata yang tajam dan dingin melihat pada satu orang pria yang berada dihadapannya, masih memperhatikan sampai ia sudah berada diseberang jalan. Sekarang pria itu tengah berbicara dengan seseorang lewat pikiran dan jiwanya. "Aku menemukannya." ucapnya pelan, melihat pada bekas robekan baju yang ia genggam. "Tetap berada disekitar pack kita. Awasi para omega dan prajurit di dalamnya, aku yakin salah satu diantara mereka ada satu dari bangsa lain yang sedang menyamar, lindungi Raja dan Ratu." titahnya dan setelahnya mengakhiri percakapan mereka. Seorang anak perempuan berusia 10 tahun tengah berjalan dengan hati-hati sambil membawa permen di tangannya, permen tersebut tiba-tiba terjatuh membuat anak itu pun berjongkok hendak mengambil kembali pemennya, namun dari arah depan sebuah mobil berwarna putih cerah melaju cukup kencang. Anak perempuan itu berdiri, merasakan tubuhnya kaku tepat berhadapan dengan mobil yang hampir menabraknya. Berjalan menjauh, gadis kecil itu segera mengetuk kaca mobil hingga terbuka dan memperlihatkan seorang pria yang menatap dingin padanya. "Kau hampir menabrakku. Seharusnya kau minta maaf sebagai orang dewasa." ujar anak itu, mengangkat permen yang sudah kotor pada pria tersebut. "Aku sedang tidak bawa permen. Apa kau membutuhkan yang lain, anak manis?" tanyanya kepada gadis kecil yang mengenakan bando berwarna merah di kepalanya. "Kau mau kemana? apa aku boleh ikut denganmu?" tanya anak tersebut membuat pria itu lantas terkejut dengan mengernyitkan dahinya. "Tapi aku tidak bisa membawa seorang anak sepertimu tanpa ijin dari ibumu terlebih dahulu." jawabnya cukup jelas. "Apa kita bisa bertemu lagi?" tanya anak itu lagi dan lantas membuat pria yang masih berada di dalam mobil tertawa dan menganggukkan kepalanya. "Mungkin bisa, tapi tidak besok atau besoknya." "Kenapa?" "Karena kau harus bersekolah dan belajar. Kata-katamu sudah seperti orang dewasa. Hmm." ucap pria dengan memberikan satu buah permen lollipop besar dan langsung diterima oleh gadis kecil tersebut. "Kau bilang tidak punya permen." "Aku lupa ternyata aku menyimpan satu." Anak perempuan itu tersenyum senang dan dengan cepat mengecup pipi pria tersebut, kemudian berlari menjauh, menghilang bersama kabut putih yang mengelilingi jalanan. "Lili, bangun nak." panggil Teresa membangunkan Liana yang sebelumnya tertidur di dalam perjalanan mereka. "Bibi, apa kita sudah sampai?" kata Liana dengan melihat sekeliling mereka, sebuah hutan hijau dan lebat. "Balum, tapi kita dalam masalah, mobil kita tiba-tiba mogok di tengah hutan seperti ini." ucap Teresa dengan menghela napas panjang. "Lalu apa yang harus kita lakukan, Bibi?" tanya Liana dan bibinya hanya bisa menggelengkan kepala bingung mencari pertolongan kepada siapa, sedangkan saat ini mereka berada di hutan tanpa adanya tanda kehidupan manusia disana. Liana membuka pintu mobil, ia keluar menghirup udara di hutan lebat tersebut, melihat ke arah satu pohon yang paling besar diantara yang lainnya. Liana hendak berjalan menuju pohon tersebut namun panggilan Teresa menghentikan langkahnya, akhirnya ia berjalan kembali ke arah bibinya. "Bibi mencoba menelpon service langganan kita, dia bilang akan sampai disini saat subuh nanti. Apa kita membangun tenda disini saja sementara sampai orang itu datang." kata Teresa pada Liana. "Tidak masalah, Bibi. Untuk sementara waktu saja kan," Liana berjalan, membuka bagasi mobil belakang dan mengambil peralatan kemah mereka, saat menutup pintu bagasi Liana melihat sekilas cahaya cerah yang melintas diantara pepohonan yang besar tadi lalu cahaya itu terbang ke atas dan menghilang seketika. Liana semakin dibuat penasaran dengan apa yang dilihatnya, setelahnya ia berjalan ke arah bibinya dan memberikan semua peralatan itu. Ia terus melihat pada pohon tersebut tempat dimana cahaya tadi menghilang hingga panggilan bibinya terdengar. "Apa yang kau lihat?" tanya Teresa mengikuti pandangan dari Liana namun, yang dilihatnya bukanlah sebuah pohon besar seperti yang di lihat oleh Liana akan tetapi sebuah jalanan yang disekitarnya terdapat tanaman-tanaman liar. "Aku merasa sangat tidak asing dengan pohon itu." ucap Liana sembari menunjuk pohon besar tersebut. Teresa yang bingung segera melihat kemana tunjukkan Liana tapi, lagi-lagi yang dilihatnya bukanlah sebuah pohon besar tapi melainkan hanya sebuah jalan. "Tidak ada pohon disana, Lili. Bibi hanya melihat sebuah jalanan saja dan rumput liar." kata Teresa, Liana mengernyit bingung. Mengapa hanya dia yang melihat pohon tersebut tapi bibinya tidak. "Aneh." gumam pelan Liana. "Lili, hari sudah semakin gelap. Aku akan mencari kayu bakar disekitar sini." kata Teresa hendak berjalan, Liana dengan segera mencegah bibinya dan menyuruh Teresa untuk beristirahat saja lalu dia yang pergi untuk mencari kayu bakar. "Baiklah, kau hati-hati. Jauhi semak belukar, Lili. Berbahaya." ucap Teresa mengingatkan dan dibalas dengan anggukan kepala dari Liana. Liana masuk lebih dalam di hutan, kakinya melangkah menyusuri sebuah jalanan setapak dengan pandangan yang mencari-cari sebuah ranting pohon, untuk sekarang ia baru mengumpulkan sedikit kayu bakar, sehingga membuatnya harus terus berjalan lebih masuk ke dalam hutan, sampai ia tidak melihat sesuatu di depan kakinya, menyebabkan Liana terjatuh karena tidak fokus melihat jalan dan tersandung akar pohon yang menempel di tanah. "Aduh..! kakiku.." merintih kesakitan, Liana dengan cepat duduk dan melihat bagian lutut kakinya yang tergores dan mulai mengeluarkan darah. "Hari sudah gelap, aku harus segera kembali ke mobil. Bibi pasti sangat mengkhawatirkan aku." ucap Liana dan mencoba untuk bangkit dengan menahan rasa sakit bercampur keram dikakinya. Smeilir angin malam bertiup sangat kencang hingga menerbangkan sebagian rambut panjang Liana, wanita itu terus berjalan dan melihat jalanan gelap disekitarnya, sekarang ia harus memilih sebuah tiga jalur jalan yang berbeda. Liana mencoba mengingat jalan mana yang dilaluinya sebelumnya, namun lagi-lagi ia meringis pelan dan menarik nafasnya kasar. "Andai saja kejeniusan ku adalah mampu mengingat walaupun sudah seribu tahun ke depan, aku pasti sudah keluar dari sini." ucap Liana dengan aliran air matanya, dengan darah di kakinya yang terluka sudah hampir mengering walaupun masih terasa sakit dan perih. Kretek!! Sebuah suara terdengar dari balik pepohonan, Liana menarik nafasnya dan membalikkan badan dengan gerakan cepat, takut jika itu adalah hewan buas semacam singa atau harimau. Liana terdiam ditempat dan membeku seketika saat sorot netranya menatap ke arah depan, mencoba berpikir jernih. Liana sangat terkejut dan tidak percaya apakah yang dilihatnya di depan itu benar-benar nyata atau hanya perasaan halusinasinya saja karena kelelahan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD