39 - Balasan Terimakasih

1257 Words
"Sebagai Asisten Resident Kota Surabaya, ayahku, jelas akan cukup memiliki sumberdaya dana jika hanya sekedar membantu modal awal 2000 Gulden!" lanjut Willem. "Untuk bagaimana cara dan sistemnya, bisa dibicarakan nanti antara kau dan dia, yang jelas, seperti sempat kusampaikan, aku bersedia menjadi penjembatan awal!" "Aku dan Hong Kui sebenarnya bisa memberi pinjaman, namun itu tentu tak akan bagus untuk tahapan awal memulai rencana bisnis! Bagaimanapun juga, yang kami tawarkan adalah sistem kemitraan sejajar!" Willem, melanjutkan tiap penyampaian kalimat dengan tetap mempertahankan sikap tenang nan membawa suasana. "Jadi, opsi terbaik, mencoba menemukan solusi dari sosok yang dapat dipercaya! Juga harus diatas status kau miliki!" "Meminjam kepada sesama pembesar Bupati, itu tak mungkin! Beresiko seperti tadi telah disampaikan Hong Kui!" Sempat menjeda kalimat untuk memberi sorot mata kearah Hong Kui dan Raden Mas Adiwangsa, Willem menggunakan ujung jari telunjuk, mengetuk meja beberapa kali. "Tersisa serta paling sesuai, tentu baru kutawarkan padamu! Bertemu dengan ayahku! Jan van der Beele, Assisten Residen Kota Surabaya!" tutup Willem. Menyelesaikan seluruh rangkaian kalimat panjang dari penjelasan cukup detail serta terperinci. "Hmmmm… Jika boleh berpendapat, apa yang disampaikan oleh Tuan Willem, sangat terang dan masuk akal!" gumam Hong Kui. Lekas menimpali tepat setelah Willem menutup mulut. "Sebagai Asisten Resident Kota Surabaya, Tuan Jan van der Beele, tentu memiliki beberapa solusi jika berkenaan dengan Gulden! Meski jelas nantinya itu tak akan hadir dengan cuma-cuma!" lanjut Hong Kui. "Yah! Ayahku adalah tipe yang memberi untuk menerima! Selain membantu pinjaman, ia akan meminta sesuatu sebagai biaya dari bantuannya!" tanggap Willem. "Oleh sebab itu, tadi juga sempat kusampaikan tentang bagaimana cara dan sistem kesepakatan terjalin antara Bupati Sidoarjo dan dia!" lanjut Willem. "Menurut hematku, itu masih cukuplah wajar! Apa memang di dunia ini yang tak memiliki biaya? Bantuan, jelas bernilai sesuatu!" ucap Hong Kui. "Sedangkan saat ini yang utama serta diperlukan oleh Tuan Bupati Sidoarjo, adalah bantuan dana awal dari sosok terpercaya! Seroang Assisten Resident Kota Surabaya, yang mana juga ayah dari Tuan Willem, tentu mampu memenuhi dua kebutuhan pokok tersebut!" lanjut Hong Kui. "Jadi sekarang, semua akan kembali pada Tuan Bupati! Bagaimana menurut anda tentang saran atau ide Tuan Willem ini?" Hong Kui, menutup rangkai kalimat tanggapan, dengan melempar pertanyaan. Mengembalikan semua keputusan, ada ditangan Raden Mas Adiwangsa. "Begitu?" Sementara pada sisi lain, Raden Mas Adiwangsa yang tentu kini menjadi pusat perhatian tiap pasang tatap mata, mulai bergumam lirih. Mengerutkan kening tampak masih memiliki satu dua hal keraguan tertentu. "Apa kiranya masih membuatmu ragu? Baru disampaikan oleh Willem, kurasa memang adalah paling ideal!" Melihat Raden Mas Adiwangsa tak segera memberi jawaban ketika semua sudah sangat terang, Belinda yang memasang raut wajah tak sabar, lekas melempar kalimat. Coba mendorong sosok Bupati Sidoarjo dihadapannya segera memutuskan. Bagaimanapun juga, Belinda yang sekedar kebetulan berada di lokasi, tamu tak diundang yang memaksa ikut jamuan khusus, memang sama sekali tak memiliki kepentingan apapun terkait rencana bisnis sedang menjadi topik pembahasan. Berkembang jenuh. Juga tak berminat mendengar lebih jauh lagi. Merasa terjebak sehingga ingin segera terbebas agar suasana, kembali santai seperti diawal. Kalimat keluar dari mulut Belinda sendiri, lekas bersambut sorot mata tak senang untuk pertama kali, tampil di wajah Hong Shiu. Keponakan Hong Kui yang tampak sedang menikmati bagaimana jalannya alur kesepakatan, coba belajar banyak dari tiap sosok terlibat disekitar, merasa Belinda, sangatlah mengganggu. Hong Shiu, baru menarik lagi tatapan tak senangnya saat Belinda, tampak menyadari. Melempar tatapan balik tajam. Aksi yang lekas bersambut Hong Shiu kembali menampilkan wajah manis tersenyum tipis. 'Sekedar keturunan Tionghoa! Berani sekali memberiku tatapan macam itu!' gumam Belinda dalam hati. Berkembang penuh kebencian raut wajahnya. 'Apa dengan telah diterima menjadi salah satu pegawai Willem, kau sudah merasa hebat?' lanjut sosok Putri Assisten Residen Kota Madiun. Jelas memiliki hasrat untuk membuat perhitungan tertentu kepada Hong Shiu. Bagaimanapun juga, sejak awal, ia memang sudah cukup tak senang dengan gadis ini. 'Lihat saja nanti!' tutup Belinda. "Baiklah…! Aku akan menerima saran dari Tuan Willem!" Perhatian Belinda, baru lepas dari Hong Shiu saat Raden Mas Adiwangsa, akhirnya mengucap kalimat untuk pertama kali setelah sempat bertahan diam beberapa saat. Sosok Bupati Sidoarjo yang juga ayahanda Kirana, tak lekas membuat keputusan karena memang sempat ragu. Sejujurnya tak menyukai opsi dia harus memiliki hutang materil yang nantinya akan ditambah pula dengan hutang budi kepada pembesar tak sembarang macam Tuan Jan van der Beele. Hanya saja, hasrat serta peluang jarang akan datang untuk kedua kalinya dari tawaran kerjasama bisnis menjanjikan, benar-benar tak bisa ia lewatkan begitu saja. Terutama saat yang memberi penawaran kerjasama membangun bisnis, adalah sosok Willem dan Hong Kui. Pasangan terbaik jika menyangkut hal-hal terkait bisnis. "Bagus kalau begitu! Maka sudah diputuskan!" tanggap Hong Kui. Menampilkan ekspresi antuasias nan khas bersama senyum lebar menghias wajah. Sementara Willem pada sisi lain yang mana tentu juga mendengar kalimat baru keluar dari mulut Raden Mas Adiwangsa. Tampak sempat tersenyum tipis penuh maksud untuk beberapa detik singkat. Sebelum cepat pula kembali normal raut wajahnya. "Jadi Tuan Willem, kapan saya bisa bertemu dengan Tuan Jan?" tanya Raden Mas Adiwangsa. "Tak perlu terburu-buru untuk itu!" balas Willem. "Yang jelas, tak akan terlalu lama! Dalam waktu dekat!" "Jadi, kau bisa tenang! Biar aku coba membuka terlebih dahulu, menyampaikan tentang situasinya serta apa saja keperluanmu!" tutup Willem. Kalimat balasan Willem, lekas bersambut raut wajah lega Raden Mas Adiwangsa. Sekejap terasa sejuk hatinya seolah tekanan sempat membebani sedari tadi, telah sepenuhnya diangkat. "Baiklah… Dengan ini, bisa saya tarik kesimpulan bahwa segala hal terkait rencana bisnis, telah menemukan titik terang!" ucap Hong Kui. Kembali masuk kedalam obrolan. "Ya! Tapi kembali, semua akan menunggu dari hasil dicapai oleh Bupati Sidoarjo saat nanti bertemu Ayahku!" tanggap Willem. "Tentu…!" balas Hong Kui. "Aku sungguh berterima kasih! Merasa terhormat mendapat kesempatan ini dari kalian!" Raden Mas Adiwangsa, mengucap rasa syukur tampak tulus. "Terutama Tuan Willem! Karena telah bersedia membantu sedemikian rupa!" lanjut Raden Mas Adiwangsa. "Tak perlu berterima kasih! Lagipula, sejak awal semua adalah kepentingan bisnis!" balas Willem. "Aku membantumu, juga untuk kembali pada keuntungan pribadi! Tak ada maksud lain! Itu yang utama!" lanjut Willem. "Tetap saja! Tak menutup fakta dari semua, sangat membantu saya! Melapangkan jalan!" tanggap Raden Mas Adiwangsa. "Mungkin, jika ada satu dua hal tertentu dapat kuberi sebagai bentuk terimakasih?" Sang Bupati Sidoarjo, menutup dengan lempar pertanyaan. "Sejujurnya tak ada yang kuinginkan!" balas Willem. "Namun…" Sempat seperti hendak menutup obrolan, Willem nyatanya memberi imbuhan pada kalimatnya. Imbuhan yang lekas menarik perhatian Raden Mas Adiwangsa. Penasaran dengan kalimat lanjutan apa hendak disampaikan sosok pemilik perusahaan pertanian der Beele tersebut. "Jika memang ingin memberi bentuk terimakasih, aku bisa mengambil makan malam sederhana dengan Nona Kirana!" ucap Willem. Seraya menatap kearah Kirana yang sedari tadi, bertahan hanya bisa diam mengamati sekitar. "Kirana?" Raden Mas Adiwangsa sendiri, lekas menampilkan ekspresi terkejut. Tak menyangka itu adalah nama anak gadisnya tiba-tiba diangkat kedalam topik pembahasan. Bukan hanya Raden Mas Adiwangsa, beberapa sosok lain hadir disekitar, juga menampilkan wajah terkejut sama. Terutama dua sosok gadis, Belinda dan Hong Shiu. Belinda van Berg, cepat menyasarkan tatapan dingin kepada Kirana. Sementara Hong Shiu, menampilkan senyum penuh minat. Kirana sendiri, dimana kini menjadi pusat perhatian tiap orang, tentu merupakan sosok paling terkejut. Reflek mengangkat wajah untuk menatap dengan sorot tertegun kepada Willem. "Tuan Willem, mohon maaf sebelumnya, sekedar memastikan, apa benar tadi anda menyampaikan…." Raden Mas Adiwangsa, memecah situasi hening sempat membekap ruang. Hendak bertanya. "Ya, kau tak salah dengar! Dan tak perlu juga terlalu dibesarkan! Aku hanya sekedar meminta waktu makan malam! Tak lebih!" Sebelum Raden Mas Adiwangsa sempat menyelesaikan kalimat, Willem lekas memotong. "Bagaimanapun juga, anak gadismu cukup terkenal belakangan ini! Aku cuma penasaran saja, dengan sosok yang diibaratkan bagai Dewi Shinta dari salah satu buku favorit sempat k****a, cerita Ramayana!" tutup Willem.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD