38 - Solusi Willem

1243 Words
"Begitulah kisarannya Tuan! Total pengeluaran, adalah 5000 Gulden!" ucap Hong Kui. "Aku dan Tuan Willem, sebagai pelopor serta kedepan akan lebih banyak berkecimpung langsung dalam pengawasan, akan memberi masing-masing modal awal 1500 Gulden!" "Sisanya 2000 Gulden, kami harap dapat anda sediakan! Tentu dengan catatan jika masih berminat untuk melanjutkan, menerima tawaran ini!" "Bagaimanapun juga, pembagian ini kurasa sudah cukup adil, anda masih bisa tetap melanjutkan tugas sebagai Bupati Sidoarjo, tenang menyerahkan urusan bisnis kepada saya dan Tuan Willem!" Hong Kui, melanjutkan pemaparan dengan tak terburu-buru. Beberapa kali menyempatkan untuk menjeda kalimat. Memberi kesempatan bagi Raden Mas Adiwangsa, mencerna serta mempertimbangkan tawaran baru ia sampaikan. "Sejujurnya, aku masih sangat berminat!" gumam Raden Mas Adiwangsa. "Hanya saja, menyediakan modal sebesar itu dalam waktu cukup singkat, tidaklah mudah!" lanjut Raden Mas Adiwangsa. "Hong Kui, kau juga kenapa baru menyampaikan tawaran sekarang? Jika tahu begini, aku tentu lebih baik menyimpan Gulden, tak harus menghamburkan dalam acara lelang tadi!" "Aiihhh… Tuan Bupati, itu jelas cukup tak bagus untuk bisnis Toko Purnama! Hehehe…" balas Hong Kui. "Ahh… Kau ini…" keluh Raden Mas Adiwangsa. Seperti sempat ia sampaikan, sosok Bupati Sidoarjo ayahanda Kirana tersebut, memang masih berharap mampu melanjutkan kesepakatan. Menerima tawaran bisnis restoran. Bagaimanapun juga, selain ide yang sangat unik, mengambil sajian utama gabungan dari tiga menu khas berbeda, Eropa, Tionghoa, serta Jawa, yang jelas dapat diterima semua kalangan, Raden Mas Adiwangsa, sulit melepas kesempatan karena memberi tawaran langsung, juga bukan sembarang orang. Membahas hal-hal terkait bisnis, sosok Willem serta Hong Kui, dua individu paling tersohor, sukses dengan bisnis masing-masing di Kota Surabaya, tentu bisa dianggap sebagai jaminan dari langkah sukses jika Raden Mas Adiwangsa, bisa turut serta bergabung naik keatas kapal sama sedang coba keduanya bangun. Hanya saja, semua kembali pada permasalahan modal awal. Angka 2000 Gulden, jelas bukan perkara mudah dapat dipenuhi oleh sosok macam Raden Mas Adiwangsa. Meski memang seorang Bupati, itu masihlah angka yang sangat besar. Bahkan untuk membeli Patung penjaga Dwarapala barang lelang, Raden Mas Adiwangsa, harus mengeluarkan setengah dari total tabungan selama ini ia simpan. Anggaran cukup besar sekedar memenuhi kebutuhan gengsi. Tak ingin kalah dengan para Bupati lain dalam hal prestise. Kini mendengar ia perlu memberi tiga sampai empat kali lipat dari anggaran tabungan sisa masih dimiliki, sosok Bupati Sidoarjo tersebut, tentu merasa berat. 500 Gulden mungkin masih bisa ia sediakan, namun kemana pula mencari 1500 lain sebagai penggenap untuk dapat menyentuh 2000 Gulden. Sempat terpikir meminjam kepada sahabatnya, Bupati Tuban, Raden Adipati Soeryo, pemikiran Raden Mas Adiwangsa lekas terhalang ketika Hong Kui, menambahkan kalimat. "Sebelumnya, mungkin Tuan Bupati ingin coba meminjam kepada pembesar lain, hanya saja, perlu saya ingatkan, obrolan sedang terjadi di ruangan ini, tak boleh sampai tersebar!" ucap Hong Kui. "Aku dan Tuan Willem, sepakat menjaga kerahasian, bagaimanapun juga, itu merupakan salah satu resep terbaik saat sedang ingin membangun bisnis baru!" "Ide unik atau rencana apapun, tak boleh sampai diketahui orang lain yang tak terlibat! Mencegah terjadinya persaingan awal dari kemungkinan ada yang ingin meniru!" lanjut Hong Kui. Menyampaikan pemaparan jelas dari alasan kenapa tak boleh ada informasi tersebar. "Jadi, sebelum bisnis restoran ini benar-benar resmi berdiri, semua harus tetap hening! Kemeriahan, baru akan ada saat pembukaan awal!" Hong Kui, secara tak langsung menyampaikan strategi bisnis selama ini ia terapkan. Bagaimanapun juga, memang tak ada yang tahu tentang Toko Purnama sampai itu benar-benar dibuka. Undangan tersebar, sekedar penyambut kemeriahan dari pesta selamatan awal. "Jika memang seperti itu, maka berkembang menjadi sulit untukku!" balas Raden Mas Adiwangsa. Opsi terbaik menurut Bupati Sidoarjo ini, memang adalah meminjam. Namun karena tak diperbolehkan informasi tersebar, semua kembali sulit baginya. Jalan buntu. "Sebenarnya, jika boleh sedikit menambah…" Tepat ketika Raden Mas Adiwangsa kembali terdiam, suara Willem, terdengar memecah suasana yang sempat berkembang hening. "Selain dari kemungkinan ada mencuri ide, alasan lain kami tak ingin kau menyebar informasi dengan meminjam kepada pihak lain, itu karena kau, Tuan Bupati Sidoarjo, bukanlah satu-satunya opsi!" gumam Willem. "Bukan satu-satunya opsi?" tanya Raden Mas Adiwangsa. Mengerutkan kening. "Benar! Tuan Bupati Sidoarjo, kau mungkin adalah yang kami pilih pertama untuk menerima tawaran, tapi bukan berarti satu-satunya calon!" "Jika memang tak mampu menyediakan modal awal, maka bukan masalah besar! Kau bisa memutuskan mundur, sedangkan kami, akan coba menawarkan kepada pembesar lain!" lanjut Willem. "Rencana pengembangan usaha keluar Surabaya, tentu tak harus di Sidoarjo! Ada beberapa opsi lain bisa dipilih, Gresik misalnya, atau bahkan Tuban juga tak masalah!" Willem, secara tiba-tiba melempar fakta baru yang tentu menjadi beban bagi Raden Mas Adiwangsa. Kini ia semakin paham kenapa tak diperbolehkan meminjam kepada pembesar lain, karena Bupati-bupati kenalannya, juga menempati posisi sama seperti dengan dirinya. Calon investor. Raden Mas Adiwangsa sekedar cukup beruntung karena prioritas utama, adalah Sidoarjo, sehingga menempatkan ia pada urutan pertama pada barisan Bupati lain. "Begitu?" gumam Raden Mas Adiwangsa. Memasang raut wajah tertekan. "Ayahanda…" Kirana yang dapat melihat bagaimana bimbang serta berat ekspresi Sang Ayah, ingin coba memberi dukungan atau semangat. Namun, kalimatnya terhenti ketika tak mampu menemukan rangkaian kata tepat dapat digunakan. Bagaimanapun juga, ia hanya sekedar gadis muda nan polos. Tak terlalu paham hal-hal terkait bisnis sedang menjadi topik pembahasan. Sementara itu, pada sudut lain, Willem yang baru saja menyelesaikan penjelasan, mampu menangkap raut wajah tertekan Raden Mas Adiwangsa. Raut wajah tertekan yang justru bersambut senyum tipis penuh maksud, hadir menghiasi ekpsresi Pemilik perusahaan pertanian der Beele ini. Seolah Willem, memang sudah menunggu untuk itu. Sengaja menempatkan Raden Mas Adiwangsa, dalam situasi tertekan. "Tuan Bupati Sidoarjo…" Kembali menjadi sosok yang memecah keheningan, Willem menggumam kalimat yang ditujukan kepada Raden Mas Adiwangsa sedang bimbang. Kebingungan. "Dapat kulihat kau tak mampu menyediakan jumlah yang tadi kami minta sebagai modal awal, 2000 Gulden!" "Namun, dari bagaimana reaksi serta wajah tertekan sedang kau tampilkan, dapat pula kutarik kesimpulan, tawaran bisnis restoran dariku dan Hong Kui, cukup sulit untuk kau lewatkan!" lanjut Willem. "Sejujurnya, aku adalah orang yang selalu menghargai, terkesan saat melihat adanya individu tampak memiliki keinginan kuat dalam memulai bisnis!" "Bagaimanapun, selain terkait modal, kami tentu juga tak bisa mengesampingkan perihal tekad! Memiliki sosok yang bersungguh-sungguh, akan lebih baik dari pada pemalas yang sekedar mampu menyediakan modal, berkembang tak peduli serta menjadi malas untuk mengurus kedepannya!" "Sekedar ingin menerima hasil, pundi-pundi Gulden yang terus mengalir tanpa perlu usaha apapun!" Willem yang kini menjadi pusat perhatian tiap sosok hadir disekitar, mengucap rangkaian kalimat dimana secara alami, mampu menaikkan tensi suasana. Intonasi nada serta ekpresi ditampilkan oleh Putra Assisten Residen Kota Surabaya, sungguh memiliki aura memikat alami. Tiap yang menjadi lawan bicara, entah bagaimana, akan memiliki dorongan tertentu tak mampu diungkap oleh kata-kata, menjadi diam mendengar dengan wajah serius. Seolah sangat bisa mengandalkan sosok Willem mencari solusi. "Jadi, begini saja, aku memiliki beberapa ide yang mungkin bisa menjadi penyelesai tentang permasalahan modal tadi!" "Tuan Willem, tolong sampaikan, aku akan sangat berterima kasih jika memang masih bisa bertahan tetap pada jalur rencana bisnis menjanjikan ini! Terlebih saat menjadi partner, itu adalah sosok macam anda dan Hong Kui!" tanggap Raden Mas Adiwangsa. "Satu pemilik perusahaan pertanian der Beele, sementara satu lain bisnis Purnama!" lanjut Sang Bupati Sidoarjo. "Nahh, apa kubilang! Kau adalah orang yang cocok, cukup memiliki pengamatan tajam dari beberapa sisi tentang potensi bisnis restoran ini!" gumam Willem. "Permasalahan modal, bagaimana jika aku memberi akses untuk bertemu dengan ayahku?" lanjut Willem. "Bertemu ayah anda? Tuan Jan van der Beele?" tanggap Raden Mas Adiwangsa. Cukup terkejut saat Willem, tiba-tiba mengangkat nama ayahnya dalam pembicaraan. Jan van der Beele, Sang Asisten Resident Kota Surabaya terhormat. "Benar! Jika aku yang berbicara sebagai penjembatan awal, mungkin kau akan memiliki kesempatan mampu menyelesaikan permasalahan tentang modal tadi!" ucap Willem.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD