Mengikuti saran Willem, Kirana mencoba Kroketten, bagaimanapun, itu memang sudah terlanjur disajikan untuknya.
"Cukup nikmat bukan?" tanya Willem, tepat setelah melihat Kirana mengambil satu suap pertama.
"Ya…"
Kirana sendiri, sekedar menjawab singkat. Masih dengan ekpsresi menunduk serta intonasi nada sedikit pelan.
"Wahhh… Sepertinya saya juga akan mencoba saran dari Tuan Willem, Kroketten!" tanggap Raden Mas Adiwangsa. Kalimat yang lekas bersambut pekerja menghidangkan sajian pada piring dihadapan Bupati Sidoarjo tersebut.
Pada sisi lain, Hong Kui yang melihat tiap tamu mengikuti makan malam terbatas telah memiliki menu masing-masing, akhirnya turut serta memilih untuk diri sendiri. Menjadi terakhir sebagai bentuk kesopanan. Menunjuk salah satu sajian khas Tionghoa.
Meski baru menampilkan pengetahuan cukup luas berkenaan tentang menu Eropa dan menu Jawa, terkait selera pribadi, Hong Kui tampak masih nyaman dengan masakan khas etnisnya sendiri.
Makan malam, berlanjut dalam suasana diam pasca tiap sosok hadir, menyantap pilihan menu masing-masing. Tak ada percakapan terjadi. Sekedar beberapa kali bunyi bentur ringan antar alat makan, terdengar.
Baik itu Willem dan Belinda pasangan Totok Belanda, maupun Raden Mas Adiwangsa dan Kirana yang Ningrat Pribumi, saling menjaga kesopanan serta etika. Hal sama, juga ditampilkan oleh Hong Kui.
Sempat bertahan untuk beberapa waktu, suasana baru agak cair ketika agenda makan utama, akhirnya selesai. Satu dua obrolan ringan, terjadi antara Hong Kui dan Raden Mas Adiwangsa saat menu makanan penutup, disajikan.
"Lagi-lagi kau memilih yang tampak cukup aneh!" gumam Belinda. Saat melihat Willem memilih sajian penutup berbentuk minuman putih keruh dengan isian berwarna hijau didalamnya.
"Dawet! Kau juga harus mencobanya!" tanggap Willem. Menerangkan tentang minuman penutup baru ia pilih.
"Dawet?" tanya Belinda. Mengerutkan kening. Menyiratkan untuk Willem, menjelaskan lebih spesifik.
"Coba saja! Kombinasi Santan, Gula Aren, serta isian Dawet, akan membuat kau semakin ingin terus meminum saat sudah mengambil tegukan pertama!" balas Willem.
"Santan sendiri memiliki bahan dasar dari kelapa! Bisa kukatakan menjadi alasan utama membuat Dawet terasa nikmat!"
"Sementara Gula Aren, atau biasa juga dikenal dengan sebutan Gula Jawa, terbuat dari nira pohon Aren!" lanjut Willem. Tampak tak memiliki masalah untuk menyampaikan penjelasan kepada Belinda.
Bagaimanapun juga, saat terkait tentang pengetahuan dari hal-hal yang cukup ia gemari, sosok Putra Asisten Resident Kota Surabaya ini, akan cenderung menjadi antusias.
Sementara Belinda sendiri, sebenarnya tak cukup tertarik pada Dawet atau bahan-bahan apa itu terbuat, Ia hanya terus bertanya, karena suka dengan cara Willem menyampaikan penjelasan. Sabar menerangkan kepada dirinya.
Situasi yang membuat Belinda, tak henti menatap dengan sorot sedikit melamun wajah Willem. Didekap oleh sebuah perasaan nyaman tertentu tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Sekedar memperhatikan saat Willem berbicara, cukup menyebabkan hati Belinda bunga.
"Ambilkan juga untuknya! Biar mencoba langsung!" ucap Willem. Menutup penjelasan, dengan intruksi pada pekerja.
Tanpa menunda, juga tanpa mempertanyakan apapun, pekerja yang mendapat tugas melayani sisi meja Willem, cekatan menyajikan dalam gerak sopan Dawet untuk Belinda.
"Ehh… Kau benar! Meski tampak meragukan, terutama bagian dari isian aneh berwarna hijau, minuman ini sangat nikmat!" gumam Belinda. Tepat setelah mengambil tegukan pertama.
"Nahh… Apa kubilang!" tanggap Willem. Sekali lagi, menampilkan senyum tipis sederhana nan khas.
Willem dan Belinda, masih terlibat percakapan ringan saat pada sudut lain, sosok Hong Shiu yang sedari awal sering mencuri tatapan untuk melihat kearah Willem, tampak membisikkan sesuatu ditelinga Sang Paman, Hong Kui.
"Oh ya, hampir lupa! Untung kau ingatkan!" gumam Hong Kui.
"Jangan sampai terjadi lupa! Aku akan benar-benar ngambek!" balas Hong Shiu.
"Hahha… Ya, ya.. Tak akan! Apalagi setelah penampilan apik kau peragakan dalam memandu agenda lelang! Anggap ini sebagai hadiah, semacam bonus tambahan dariku!" ucap Hong Kui.
Mendengar balasan dari Sang Paman, senyum simpul manis, kembali tampil menghias wajah Hong Shiu.
"Tuan Willem…"
Hong Kui sendiri, melanjutkan dengan mulai berbicara kepada Willem.
"Ya?" tanggap Willem singkat. Memberi perhatian kepada sosok Saudagar Tionghoa dihadapannya.
"Kebetulan ada kesempatan serta sedikit waktu longgar menikmati sajian penutup sebelum kita lanjut ke pembahasan utama kembali ke bisnis dengan Tuan Bupati Sidoarjo, satu dua hal sederhana ingin kusampaikan!" ucap Hong Kui.
"Langsung saja!" gumam Willem.
"Nahh… Berkenaan dengan Hong Shiu ini!" ucap Hong Kui. Melirik kesebelah dimana sosok keponakannya yang cantik, berdiri menampilkan sikap anggun nan sopan tiap saat. Tak henti memasang senyum simpul manis menyegarkan mata bagi siapapun menatap kearahnya.
"Jadi, sebelum acara makan malam ini dimulai, ia sempat mengutarakan satu keinginan!"
"Keinginan yang berharap dapat kubantu untuk sampaikan kepada anda!" lanjut Hong Kui.
"Keinginan? Macam apa?" tanya Willem. Mengerutkan kening.
"Hong Shiu, menawarkan diri melamar pekerjaan ditempat anda, Perusahaan Pertanian der Beele!" balas Hong Kui. Tak lagi basa-basi, berkembang menuju inti ingin ia sampaikan.
"Ohh… Begitu?" gumam Willem.
"Sejujurnya, dengan segala keterampilan Nona Hong Shiu memiliki dalam hal menghadapi orang, mampu mengatur serta mengarahkan hal-hal menuju apa yang ia inginkan untuk tuju, aku tentu tak keberatan jika Nona Hong Shiu, ingin bekerja di perusahaan pertanian der Beele!" lanjut Willem.
"Bahkan aku sudah memiliki gambaran posisi apa akan cocok ia tempati!"
"Hanya saja, kau yakin melepas Nona Hong Shiu untukku?"
Willem, menutup kalimat dengan lempar pertanyaan. Merasa sosok macam Hong Shiu yang mana cukup memiliki banyak keterampilan berguna, adalah aset berharga yang tentu akan aneh jika Hong Kui, melepas begitu saja.
Bagaimanapun juga, sama seperti Willem, Hong Kui merupakan sosok pebisnis. Segala hal bagus dilihat Willem pada Hong Shiu, jelas juga disadari oleh Hong Kui. Terlebih lagi, ia adalah Paman dari gadis tersebut. Mengenal jauh lebih lama.
"Tuan Willem, etnis kami, memiliki kebiasaan untuk membiarkan generasi muda, lepas meninggalkan rumah!" ucap Hong Kui. Mulai menyampaikan balasan.
"Kebiasaan yang menurutku, sangatlah baik dan layak untuk terus dipertahankan!"
"Biarkan generasi muda terbang bebas! Mencari pengalaman serta ilmu-ilmu bermanfaat baru yang mungkin tak tersedia dirumah!"
"Sehingga ketika telah waktunya nanti mereka kembali pulang, banyak hal bermanfaat dapat dibagi untuk rumah!" tutup Hong Kui. Menyampaikan filosofi selama ini biasa diterapkan oleh etnisnya.
"Filosofi yang terdengar cukup menarik!" balas Willem.
"Jika memang begitu, perusahaan pertanian der Beele, akan menerima dengan tangan terbuka kehadiran Nona Hong Shiu!" lanjut Willem.
"Terimakasih…!" balas Hong Kui.
Sementara Hong Shiu yang juga mendengar kalimat akhir Willem, dimana ia bisa dikatakan telah resmi diterima bekerja untuknya, lekas menampilkan raut wajah serta sorot mata cerah.
Pada sisi lain, Belinda lekas menampilkan ekspresi berkebalikan. Kembali menatap tajam sosok Hong Shiu. Mendapat sensasi rasa terancam oleh kehadiran Hong Shiu yang kedepan, tentu akan memiliki lebih banyak waktu berada dekat dengan Willem.
'Tidak bisa dibiarkan begitu saja!' gumam Belinda dalam hati. Lekas memikirkan cara atau alasan memperpanjang kunjungan di Kota Surabaya. Kalau perlu, ia ingin menetap saja.
Situasi jamuan, berlanjut dengan mulai membahas detail tentang bisnis restoran antara Willem, Hong Kui, serta Raden Mas Adiwangsa.
Pembahasan cukup mendalam, tampak ketika itu sampai pada urusan tentang pembagian modal. Bagaimanapun juga, memiliki tiga sosok yang kedepan menjalankan bisnis bersama sebagai pemilik utama, tentu hal-hal terkait modal, harus dibicarakan secara terperinci.
Kirana sendiri, sekedar bisa menjadi pendengar. Mengamati raut wajah antusias tak henti terpancar ditampilkan oleh ayahandanya.
Belinda, masih bertahan menatap tajam sosok Hong Shiu saat gadis cantik keturunan Tionghoa tersebut, tak henti menampilkan wajah bunga.
Sementara satu sosok lain yang juga tengah berada di lokasi, Aldert, Asisten pribadi Willem, sibuk mencatat semua detail penting kesepakatan sedang coba dijalin oleh tiga sosok pembesar. Menjalankan intruksi Willem tentang ia ingin segala hal, tersedia hitam diatas putih. Memiliki data sebagai simpanan.
Suasana menjadi semakin serius saat Hong Kui, selesai membuat perkiraan jumlah total modal diperlukan. Membagi rata untuk tiga yang terlibat langsung.
"Cukup besar juga!" gumam Raden Mas Adiwangsa. Ekpsresi antusias sempat ia tampilkan sebelumnya, lekas berganti menjadi kerutan kening pasca Hong Kui merinci modal perlu dikeluarkan tiap individu.