8 - Hong Kui

1251 Words
"Jadi Hong Kui, apa hendak kau angkat sebagai topik pembahasan?" Menyeduh teh, Willem membuka dengan bertanya kepada Hong Kui. "Aiii… Kenapa langsung begini Tuan? Sekedar ramah tamah sederhana kupikir akan bagus!" balas Hong Kui, dengan intonasi nada nan khas etnis Tionghoa. Mendengar kalimat balasan Hong Kui, dari pemilihan kata serta ekspresinya nan tenang, tak pernah melepas senyum tipis semenjak pertama bertemu dengannya, Willem segera dapat menyimpulkan bahwa pria dihadapannya ini, memang adalah saudagar yang lihai. Jenis yang cukup digemari oleh Willem jika menganut salah satu kegemarannya membaca karakter seseorang. Lain sisi, dalam bisnis, jelas bukan jenis yang bagus untuk dihadapi oleh sembarang orang. Untungnya, Willem bisa dikatakan cukup mumpuni jika harus dihadapkan dengan situasi menjamu sosok seperti Hong Kui. "Aku menyiapkan teh, bukankah itu satu tanda bahwa mempersilahkan kau untuk sedikit bersantai? Menikmati jamuan sembari bercakap-cakap!" balas Willem. Membalas senyum tipis Hong Kui, dengan jenis senyum tipis sederhana sama. "Ohhh… Begitu? Aiiihhh… Maafkan saya yang kurang peka ini Tuan…" balas Hong Kui, mengambil cangkir teh telah diseduh pekerja dapur, untuk segera meminum sebagai bentuk penghormatan bagi tuan rumah. "Teh yang sangat bagus! Jelas dari daun teh nomer satu serta diramu oleh seorang ahli!" ucap Hong Kui. Bermain dengan mulai melempar pujian. Menyambut pujian, nyatanya senyum sederhana sempat ditampilkan Willem, justru entah kenapa lenyap. Menatap dengan sorot tampak tajam kepada Hong Kui. Selain karena paham pujian orang ini hanya sekedar permainan kata, Willem jelas berniat melakukan satu dua hal tertentu sebagai balasan. Memutuskan ikut masuk kedalam permainan. "Benar! Itu teh premium dari perkebunan terbaik! Juga diseduh oleh pekerja dapur yang memiliki kemampuan mumpuni kupilih sendiri!" ucap Willem. Menyadari perubahan ekspresi serta intonasi nada Willem, Hong Kui coba mempertahankan senyum tipis sederhana meskipun sorot mata tampak sedikit memicing. Coba mencari apa sedang terjadi. "Hanya saja, teh terbaik nan nikmat, cukup tak beruntung berakhir dimulut orang tanpa tata Krama seperti dirimu!" lanjut Willem. Benar-benar mulai memasuki permainan yang sempat digelar Hong Kui sendiri. "Tuan, apa maksudnya?" tanya Hong Kui. Lenyap senyum tipis sederhana sedari tadi ia pertahankan. "Masih bertanya?" gumam Willem. Bersambut kerutan kening tanda masih tak mengerti Hong Kui. "Aku memang mempersilahkan kau bersantai, mempersiapkan jamuan teh… Tapi Hong Kui, apa kau mendengar aku tadi mengucap kalimat apapun berkenaan mempersilakan meminum teh?" gumam Willem. Semakin tajam sorot mata menatap lawan bicaranya. "Ahhh… Itu…" Hong Kui, lekas tergagap. Seketika merasa sangat bodoh. Seperti kembali menjadi saudagar pemula yang baru meniti jalan bisnis. Nyatanya, itu bukan Hong Kui yang bodoh. Sekedar ia bertemu lawan bicara membahas bisnis yang salah saja. Willem, dengan segala kegemaran membaca sifat seseorang, mampu menangkap karakter seseorang dengan hanya beberapa lempar kalimat pertanyaan serta mengamati ekspresi wajah mendengar pemilihan kalimat balasan pihak lawan bicara, jelas adalah jenis paling buruk coba diambil keuntungan sepihak saat membahas hal-hal terkait bisnis. Niat yang tampak sedang diusung oleh Hong Kui pada pertemuan sore ini. Merasa sudah cukup lihai dan sudah expert dalam bidang bisnis, Hong Kui melihat Willem yang diketahui baru setahun membangun usaha, adalah target empuk untuk dikeruk keuntungan sebesar-besarnya dalam kesepakatan bisnis hendak ia tawarkan. Coba mendominasi jalannya pertemuan dengan segala gesture ahli-nya, Hong Kui kini justru jatuh menjadi pihak yang berada dibawah tekanan. Cuma karena hal yang sebenarnya cukup sepele. Meminum teh tanpa ijin. Hal sepele yang sukses dengan cerdik digunakan oleh Willem, sebagai pembalik situasi. Menempatkan Hong Kui sebagai pihak yang mendengar, sementara ia berkembang mendominasi situasi. "Sejujurnya aku sudah sering mendengar namamu! Hong Kui, saudagar sukses! Membuka berbagai bisnis pakan ternak yang kemudian mengembangkan usaha pada bidang lain, tempat hiburan kalau tak salah!" Willem, memilih melanjutkan kalimat pada momen yang sepenuhnya sempurna saat Hong Kui, masih tergagap. "Terlalu sukses dalam bisnis hingga meninggalkan kawan-kawan sejawatmu, etnis Tionghoa yang memang terkenal dalam bidang ini, bagai debu dibelakang!" gumam Willem. "Sudah cukup lama aku penasaran! Tertarik serta berminat ingin bertemu langsung denganmu! Melihat bagaimana sosok saudagar cemerlang ini!" "Nyatanya, setelah bertemu langsung, harus kukatakan bahwa cukup kecewa! Berkembang heran, bagaimana karakter tak tahu tata krama seperti dirimu, bisa mencapai ketinggian sedang ditapaki saat ini?" "Tuan… Anda terlalu jauh…." Hong Kui, hendak coba memberi pembelaan, namun aksinya, justru adalah hal yang sudah ditunggu-tunggu oleh Willem. "Nahh… Tak tahu tata-krama! Aku belum selesai, dan kau dengan seenaknya memotong!" dengus Willem. Meraih cepat tali yang dilempar oleh Hong Kui sendiri, dimana justru membuat dirinya tertarik semakin dalam gelombang permainan kata Willem. "Ahhh… Itu…." Pria malang ini, kembali tergagap. Tak mampu memberi sanggahan apapun. tak punya pilihan selain memutuskan diam sekali lagi. "Jadi Hong Kui, lebih baik kita segera selesaikan saja obrolan serta pertemuan tak berkualitas ini! Hanya membuang waktuku!" dengus Willem. Berkembang semakin kejam dan kejam tiap kalimat keluar dari mulutnya. "Katakan langsung, jenis bisnis apa hendak kau tawarkan padaku?" tutup Willem. Menambatkan Hong Kui pada dasar terdalam. Tak memiliki kesempatan apapun dapat digunakan untuk menonjolkan diri atau membuat bergain dalam kesepakatan bisnis coba akan ia tawarkan. Segala hal, kini benar-benar ada digenggaman tangan Willem untuk membuat keputusan. Tak punya pilihan, Hong Kui segera menyampaikan tawaran berkenaan kerjasama bisnis pakan ternaknya, dimana ia ingin menjadi satu-satunya yang akan menyuplai kebutuhan perusahaan ternak der Beele milik Willem. Segala jenis pakan ternak, akan ia sediakan, tentu dengan harga berbeda sedikit lebih rendah dari beredar dipasaran. Juga menjanjikan kualitas terbaik. Mendengar proposal penawaran Hong Kui, Willem sempat diam untuk beberapa saat. Tak menyampaikan tanggapan apapun. Justru tampak santai menikmati teh. Aksi yang membuat Hong Kui bingung. Tak tahu harus bagaimana. Cuma bisa melirik beberapa kali kearah Aldert yang sedari awal, diam berdiri pada sudut tertentu ruang. Lirikan yang bersambut wajah tak peduli Aldert, seolah mengatakan bukan urusannya untuk terlibat. Situasi yang membuat Hong Kui semakin canggung. Lain sisi, mengikuti Willem menikmati teh, ia tak lagi berani pasca teguran diawal tadi. "Tuan…." Tak tahan, Hong Kui terlihat ingin meminta kejelasan. "Aku ingin harga lebih bagus!" Hanya saja, kalimat Hong Kui lekas terpotong bersama Willem, tiba-tiba memecah keheningan dari sikap diamnya. Sekali lagi memilih waktu sempurna membuat Hong Kui yang sempat akan mengucap kalimat, kembali tergagap. "Harga yang lebih bagus?" ucap Hong Kui reflek, tak mampu berfikir apapun untuk berakhir sekedar mengulang kalimat Willem menjadi pertanyaan. "Yah, harga yang lebih bagus! Bagaimanapun juga, kesepakatan kau tawarkan, itu benar-benar akan memberi untung besar bagimu!" balas Willem. "Perusahaan Pertanian der Beele, adalah terbesar di Surabaya! Terhitung juga salah satu terbesar diseluruh tanah Hindia! Dengan fakta itu, maka kau akan memiliki kesempatan menjadi sosok yang mendapat penghasilan pasti tiap bulan dengan menyuplai sejumlah besar pakan ternak untuk kami!" lanjut Willem. "Begitu?" gumam Hong Kui. Tampak mengerti arah tujuan kalimat Willem. Lekas menyampaikan harga baru lebih rendah lagi untuk tiap unit pakan ternak. Harga baru yang dengan cepat pula, ditolak oleh Willem. Justru dengan kejam mengambil garis paling rendah mendekati modal awal pembuatan pakan ternak. Menunjukkan ia cukup paham dengan segala proses pembuatan pakan ternak. "Tuan… Apakah itu tak terlalu berlebihan?" ucap Hong Kui, dengan intonasi nada memelas. "Hmmm… Bagaimana bisa! Kau masih mendapat keuntungan cukup melimpah karena kami membeli tak sekedar satu atau dua karung! Keuntunganmu, berada pada kuantitas jumlah yang kau jual!" balas Willem. "Perlu digaris bawahi pula, itu kami membeli tiap bulan!" "Jadi, jika kau tak bersedia, maka terserah! Bagaimanapun juga, cukup banyak diluar sana perusahaan pakan ternak lain yang jelas menunggu peluang ini! Terutama mereka yang selama ini kalah saing denganmu!" tutup Willem. Kalimat akhir Willem, lekas membuat wajah Hong Kui tampak percampuran antara pucat dan panik. Sementara pada sudut lain, Aldert yang sedari tadi mendengar percakapan, menyaksikan langsung aksi Tuan-nya, tampak menampilkan ekpsresi tersenyum kagum. Semakin mengidolakan Willem sebagai sosok utama, role model tujuan untuk ditiru dalam segala hal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD