26 - Tak Terduga

1235 Words
"170 Gulden…!" Lekas dibuka oleh 160 Gulden pertama, sosok Bupati lain tak mau tertinggal segera menaikkan tawaran 10 Gulden lebih tinggi. Situasi yang jelas tak akan berhenti disitu, sekedar langkah awal dari keseruan perang harga karena tiap-tiap sosok Bupati keturunan darah Ningrat hadir memenuhi ruang pesta, kini menampilkan wajah antusias. "190 Gulden!" Bupati Tuban, Raden Adipati Soeryo, pemenang barang pertama lelang sesi satu, turut bergabung memeriahkan suasana. Menaikkan 20 Gulden dari harga terakhir. "210 Gulden…!" Tawaran Raden Adipati Soeryo, lekas ditanggapi sahabatnya, Raden Mas Adiwangsa. Menaikkan 20 Gulden juga. "Hei Di…!" dengus Raden Adipati Soeryo. Menatap sahabatnya. "Apa? Ini lelang terbuka! Tak ada salahnya aku ikut bergabung! Bagaimanapun juga, siapa tak menginginkan Prasasti itu!" balas Raden Mas Adiwangsa. Tersenyum tipis. "Kau ini…!" "Hei Soer…! Aku belum dapat barang apapun! Sementara kau sudah dapat satu! Jadi, dari mana sebenarnya asal wajah kesal itu kau tampilkan?" lanjut Raden Mas Adiwangsa. Memotong ketika Raden Adipati Soeryo, hendak mengucap kalimat kesal. "Hmmm… 240 Gulden!" Menyalurkan rasa kesal, juga sebagai bentuk pembalasan, Raden Adipati Soeryo kembali menaikkan tawaran. Kali ini 30 Gulden lebih tinggi dari harga sahabatnya, dimana sekaligus pesaing dalam situasi lelang. "250 Gulden!" Tak mau kalah, Raden Mas Adiwangsa kembali bersaing. Bersikap kompetitif. "300 Gulden!" Sempat berkembang menjadi antara Raden Mas Adiwangsa dan Raden Adipati Soeryo, perang harga menjadi lebih sengit saat Bupati Banyuwangi, menimpali. Menaikkan 50 Gulden lebih tinggi. Menjadikan harga prasasti batu peninggalan kerajaan Majapahit, berada diangka 300 Gulden. "Wahhh… Wahhh… Semakin seru! Seperti dugaan, para pembesar Bupati berdarah Ningrat, tampil membawa semangat masing-masing ingin melestarikan peninggalan leluhur!" Semakin memeriahkan suasana lelang yang menjadi ketat, Hong Shiu Sang pemandu acara, melempar kalimat pujian yang tentu juga pendorong tambahan bagi para Bupati lain agar tak mau tertinggal. Berusaha menjadi sosok pelestari peninggalan leluhur seperti baru diucap oleh Hong Shiu. "310 Gulden!" Sudut acak tertentu, sosok Bupati lain lekas menaikkan tawaran. "320 Gulden…!" "330 Gulden…!" "340 Gulden…!!" Perang harga terus berlanjut semakin semarak meski tawaran yang hadir, sekedar naik dengan tipis. 10 Gulden saja. "Aduh… Jadi semakin ramai…! Kau sih ikut-ikutan!" dengus Raden Adipati Soeryo. Menyalahkan Raden Mas Adiwangsa. "Kok bisa aku?" Raden Mas Adiwangsa, tentu tak terima. Melempar kalimat dengusan balik. "400 Gulden…!" Baru menutup mulut, wajah kesal Raden Mas Adiwangsa berkembang semakin menjadi saat mendengar sahabat disebelahnya, menanggapi dengan kembali melempar tawaran. "Kau nekat betul Soer!" ucap Raden Mas Adiwangsa. Begitu Raden Adipati Soeryo, menambah 60 Gulden dalam sekali jalan. "Sudah kuputuskan, itu akan menjadi milikku, Di…!" balas Raden Adipati Soeryo. "Mimpi….! 410 Gulden…!" Meniru aksi sahabatnya, Raden Mas Adiwangsa menanggapi dengan menaikkan tawaran. "Kau sengaja cari gara-gara?" ucap Raden Adipati Soeryo. Mengerutkan kening. "Tak perlu banyak omong! Cukup kembali pasang harga lebih tinggi jika tak terima!" tanggap Raden Mas Adiwangsa. Bertahan dengan senyum tipisnya. "450 Gulden…! Makan itu!" dengus Raden Adipati Soeryo. Menyanggupi tantangan. "460 Gulden kalau begitu!" Raden Mas Adiwangsa, tetap bertahan tak mau kalah. "470 Gulden…!" Cepat tanggap, Raden Adipati Soeryo, membalas dengan tawaran baru. Kini cuma mengambil 10 Gulden saja lebih tinggi. Persaingan, tampak kembali hadir hanya antara duo sahabat. Bupati Sidoarjo, Raden Mas Adiwangsa, melawan Raden Adipati Soeryo, Bupati Tuban. Sementara para Bupati lain tadi sempat bergabung memeriahkan acara, terlihat mengambil langkah mundur. Tak lagi coba bersaing saat harga telah menyentuh 400 Gulden. "480 Gulden…!" Raden Mas Adiwangsa, kembali coba kompetitif. Memasang 10 Gulden lebih tinggi. "Sungguh seru! Tampak mengerucut pada dua pembesar saja yang semakin dekat menjadi pemilik prasasti peninggalan kerajaan Majapahit!" Hong Shiu, memainkan peran sekali lagi. Melempar kalimat penjeda untuk menghangatkan tensi persaingan. "Mari kita lihat, siapa diantara dua pembesar, Raden Mas Adiwangsa, Bupati Sidoarjo, atau Raden Adipati Soeryo, Bupati Tuban yang nantinya akan menjadi sosok bergelimang kehormatan! Mampu memberi sumbangsih kepada leluhur dalam bentuk melestarikan Peninggalan!!" Kalimat keluar dari bibir Hong Shiu yang tipis tampak menggoda, ditambah aksi gemulai gerak tubuh dan kedua tangan, untuk kesekian kalinya berhasil meningkatkan tensi. Menyebabkan bahkan sosok-sosok lain tak terlibat langsung persaingan, ikut merasa berdebar. Menjadi antusias menatap dua sosok bertahan paling akhir dalam perang harga. Situasi yang lekas menyebabkan meja Kirana, kini merupakan pusat perhatian utama tiap pasang sorot tatap mata. "Ayahanda…! Semangat!" ucap Kirana. Tampak ikut menjadi antusias seperti halnya tiap hadirin pesta mengikuti acara lelang. Bergumam lirih menyemangati Raden Mas Adiwangsa. "490 Gulden…! Menyerah saja Di…!" Menampilkan wajah tertekan karena jelas dana ia bawa sudah mendekati limit, Raden Adipati Soeryo, menaikkan tawaran sembari coba mempengaruhi pesaingnya. Raden Mas Adiwangsa. "Mimpi…! 500 Gulden…!" Meski masih mampu bertahan dalam situasi kompetitif, Raden Mas Adiwangsa, tampak juga menampilkan wajah tertekan saat kembali menambah tawaran. Bagaimanapun juga, angka 500 Gulden memang sudah sangat tinggi. "Kau ini Di…! Benar-benar tak mau mengalah!" dengus Raden Adipati Soeryo. Berfikir sejenak, sebelum memutuskan tak coba lagi bersaing. "Ambil saja kalau begitu! Menyebalkan!" tutup Raden Adipati Soeryo. Menyempatkan mengeluh kesal ketika akhirnya menyerah. "Harusnya aku yang kesal! Jika pada akhirnya menyerah, kenapa tak dari tadi saja! Membuat aku harus mengeluarkan 500 Gulden!" balas Raden Mas Adiwangsa. Terdengar jelas intonasi nada lega dalam suaranya. Sempat khawatir Raden Adipati Soeryo bertahan keras kepala tak mau kalah melanjutkan perang harga. Situasi, lantas menjadi hening untuk beberapa saat pasca obrolan terjadi antara duo sahabat Bupati Sidoarjo dan Bupati Tuban. Angka 500 Gulden, seperti akan menjadi harga lelang resmi bagi prasasti batu peninggalan kerajaan Majapahit. Dimana merupakan barang lelang pertama, pembuka untuk sesi dua sedang berlangsung. "Apakah sudah tak ada pembesar lain coba bergabung dalam keseruan mengejar kehormatan? Akan jarang ada kesempatan macam ini, melestarikan budaya peninggalan leluhur!" Hong Shiu, menjadi sosok pemecah suasana hening. Melempar kalimat pancingan yang tampak kali ini tak bersambut sesuai harapan. Para Bupati lain, dimana merupakan target sedang ia sasar, nyatanya bertahan sekedar diam. Angka 500 Gulden, sudah terlalu tinggi. "Wahhh… Baiklah…!" gumam Hong Shiu. Seperti biasa, dengan intonasi nada terdengar renyah nan nyaman ditelinga. "500 Gulden pertama…!" "500 Gulden kedua…!" Melanjutkan, Hong Shiu yang merasa angka 500 Gulden sudah paten, mulai menghitung sembari membuat ketukan palu. "600 Gulden…!" Hanya saja, bibir tipis nan indah Hong Shiu, sudah hendak akan mengucap kalimat ketukan ketiga untuk prasasti batu, resmi jatuh ketangan Raden Mas Adiwangsa ketika suara tertentu berasal dari meja VIP, terdengar memotong. Seseorang, bergabung pada detik terakhir untuk menaikkan 100 Gulden dalam sekali jalan. Tiap sorot tatap mata, tentu lekas beralih kemeja VIP. Coba melihat siapa sosok Totok yang tertarik membeli prasasti peninggalan kerajaan Majapahit. "Wahhh… Kenapa dia juga tertarik dengan prasasti peninggalan kerajaan Majapahit?" Salah satu Bupati, menggumam kalimat heran yang tentu juga sedang bergelayut dalam benak tiap hadirin undangan pesta lain. Sosok tadi melayangkan penawaran terbaru di detik akhir, tak lain adalah Willem van der Beele. "Tuan Willem, sungguh tak terduga anda ikut bergabung dalam kemeriahan!" ucap Hong Shiu. Tampil dengan raut wajah cukup terkejut seperti kebanyakan orang. Kalimat Hong Shiu sendiri, ditanggapi oleh Willem, dengan sekedar melempar senyum tipis sederhana. Tak mengucap kalimat balasan apapun. "Tuan Bupati Sidoarjo? Bagaimana?" Mengalihkan pandangan, Hong Shiu ganti melempar pertanyaan kepada Raden Mas Adiwangsa sebagai sosok yang tadi tawaran akhirnya disaingi oleh Willem. Pertanyaan yang ditanggapi oleh Ayah Kirana, dengan gelengan kepala. Tanda tak lagi ingin coba bersaing. Harga 500 Gulden, tampak paling tinggi bisa ia beri untuk satu jenis barang lelang. Melebihi itu, adalah keborosan anggaran. "650 Gulden…!" Tiap sorot pasang tatap mata, masih memandang Raden Mas Adiwangsa ketika justru suara lain menaikkan harga, terdengar datang kembali dari meja VIP. "Ohhh… Maka akan semakin seru! Tuan Laurens Both, bergabung!" ucap Hong Shiu. Menampilkan senyum tipis menyembunyikan keantusiaannya. Persaingan antar Totok Belanda, jelas akan kembali menghadirkan harga tinggi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD