29 - Niat Memberatkan

1254 Words
Selepas Patung penjaga tempat suci, Dwarapala, lelang sesi kedua, dilanjutkan untuk barang penutup. Toko Purnama, kali ini menampilkan sebuah Keris. Tampak bukan jenis keris biasa karena pasca Hong Shiu menarik kain penutup hitam untuk memberi kesempatan bagi tiap peserta undangan melihat langsung, tiap sorot mata, khususnya golongan Ningrat Priyayi, lekas melebar. Nyatanya bukan sekedar Ningrat Priyayi, pada meja VIP, sosok Willem juga berkembang lenyap sikap santai sedari tadi ia tampilkan. Segera memasang wajah serius sembari mengerutkan kening. Perubahan ekspresi yang mendapat lirikan tajam Laurens Both. Menyadari Willem, kembali berminat pada barang lelang. Tersenyum tipis, Laurens sekali lagi memiliki niat untuk coba memberi kesulitan agar Willem tak sampai mendapat apa yang ia inginkan. Bagaimanapun juga, Putra Assisten Resident Kota Gresik ini, memiliki dugaan bahwa setelah mengeluarkan 1000 Gulden untuk membeli prasasti peninggalan kerajaan Majapahit, barang lelang pertama sesi kedua, itu jelas anggaran Willem sudah berkurang cukup drastis. Laurens, merasa ini adalah saat tepat untuk membalas semua penghinaan tadi sempat dilakukan Willem kepadanya. "Wahhh… Wahh… Masih belum menyerah sepertinya! Meskipun cukup konyol, ia tampak juga cukup gigih! Hihihi…" Belinda yang menyadari bagaimana senyum penuh maksud ditampilkan oleh Laurens bersama tatapannya untuk Willem, lekas dapat menduga apa hendak akan dilakukan oleh Putra Assisten Resident Kota Gresik ini. Menyiku sebagai tanda isyarat kepada Willem selepas bergumam lirih. "Biarkan saja! Dia sepenuhnya tak layak!" balas Willem. Ikut bergumam. Nyatanya juga menyadari niat Laurens. "Lagipula, itu bagus untuk memberi beberapa pelajaran tambahan!" lanjut Willem. Kali ini menggumam kalimat yang tak dimengerti maksudnya oleh Belinda. "Pelajaran tambahan?" tanya Belinda. Tentu penasaran. "Lihat saja sendiri! Tak akan seru jika kukatakan sekarang! Sekedar nikmati saja pertunjukan!" balas Willem. Berbisik sembari mulai menampilkan senyum tipis sederhana nan khas. "Suka sekali menampilkan sikap sok misterius!" dengus Belinda. Kesal. "Para hadirin sekalian! Terutama para Ningrat Priyayi, tentu sedikit banyak telah memiliki pengetahuan tentang apa sedang coba kami tampilkan kali ini!" Seperti biasa, Hong Shiu mengawali dengan membuka perkenalan tentang barang lelang berada diatas panggung. "Barang lelang ketiga untuk sesi kedua, tak lain sebuah pusaka!" "Pusaka ini, disebut Keris Luk tigabelas, karena memang bilahnya memiliki tiga belas lekukan!" lanjut Hong Shiu. Perkenalan awal yang cukup sukses membuat gaduh suasana ruang pesta. "Luar biasa! Apakah itu yang asli?" "Hmmm… Maksudmu salah satu dari yang asli? Karena ada beberapa dari jenis tersebut! Keris Luk tigabelas." "Ya, jenis manapun, tetap akan sangat berharga!" Kalimat-kalimat komentar, lekas membahana saat para bupati, pembesar kaum priyayi, mulai berdiskusi satu sama lain. Filosofi Angka tiga belas menurut tradisi budaya Jawa sendiri, sebenarnya mempunyai arti yang jelek, yaitu kesialan, musibah atau malapetaka. Hanya saja, meski memilih jumlah angka sial, ternyata keris Luk tigabelas juga memiliki arti dan makna filosofi tinggi karena pembuatan keris dengan Luk tigabelas justru dimaksudkan sebaliknya. Contoh keris ber-luk 13 yang melegenda adalah Keris Nagasasra yang bersifat penguasa, pengayom dan pelindung. Aura energi wibawa keris ini begitu kuat. Aura wibawanya meningkatkan kewibawaan pemiliknya agar disegani banyak orang. Wataknya sebagai pengayom dan pelindung akan selalu melindungi orang-orang yang berlindung kepadanya. Begitulah kurang lebih kepercayaan yang selama ini diyakini para keturunan pembesar berdarah ningrat. Keris Nagasasra dan satu lagi Keris Sabuk Inten adalah sepasang keris yang menjadi lambang kebesaran kerajaan Majapahit. Ketika kerajaan Majapahit berakhir, pemerintahan berpindah ke kerajaan Demak, sepasang keris ini kemudian diboyong ke Demak dan dijadikan lambang kebesaran kerajaan tersebut. Sayangnya, di Demak, wahyu keris tidak bekerja. Sepasang keris ini memiliki tuah kesaktian yang setingkat dan sifat karakter kedua bilah keris ini saling melengkapi. Pada eranya, banyak orang, terutama para penguasa daerah, seperti kadipaten, sangat menginginkan memiliki kedua pusaka tersebut. Sehingga kemudian sepasang pusaka tersebut banyak dibuat keris-keristiruannya, yaitu keris berukir nagasasra, dan keris-keris berukir sabuk inten. Beberapa diantara pusaka tiruan atau duplikat sepasang keris tersebut, bilah hanya dibuat sebuah, tidak sepasang. Banyak yang dibuat dengan ukiran Nagasasra tetapi berluk sebelas, atau berukir sabuk inten tetapi berluk tiga belas. Sengaja dibuat demikian oleh empunya dengan tujuan menggambarkan bahwa keris yang hanya sebuah itu karakter gaibnya sama dengan perpaduan karakter sepasang keris nagasasra dan sabuk inten. Jadi bertolak dari angka sial tiga belas, keris ini dibuat justru dimaksudkan untuk tujuan tuah energi kesaktian dan wibawa kekuasaan. Menjadi penangkal kesialan atau tolak bala. Jenis Keris Luk tiga belas, kemudin berkembang menjadi beberapa macam. Mungkin lebih, tapi hanya beberapa dianggap bertuah. Sengkelat, parung sari, caluring, joran mangan, kala, kantar, sepokal, dan lo gandu. Berbagai jenis inilah yang mana tadi sempat dipertanyakan oleh para pembesar Ningrat Priyayi. Kiranya yang mana dari jenis-jenis tersebut kini sedang berada diatas panggung lelang. Sedang mereka tatap kagum. "Parung Sari jelas bukan, karena itu sudah ada padaku! Salah satu koleksi kerisku!" gumam Raden Adipati Soeryo. "Joran Mangan menjadi simpananku! Sementara sempat kudengar, Bupati Banyuwangi, memiliki Lo Gandu!" tanggap Raden Mas Adiwangsa. Duo sahabat, mulai melakukan percakapan coba mempersempit kemungkinan dari jenis mana keris Luk tigabelas sedang dipamerkan diatas panggung lelang. "Para hadirin sekalian, mungkin sekarang sedang menerka-nerka, jenis dari keris Luk tigabelas ini!" Hong Shiu, menjadi sosok pemecah suara-suara diskusi antar pembesar bergaris darah Ningrat saat ini sedang berlangsung. Kalimat pemecah yang lekas bersambut keheningan saat tiap orang, mengalihkan fokus kepada keponakan Hong Kui tersebut. Dimana seperti akan menyampaikan perkenalan selanjutnya lebih jelas. "Sejujurnya, kami Toko Purnama, juga belum bisa memastikan dengan benar!" Kalimat lanjutan Hong Shiu yang sempat ia jeda, nyatanya tak sesuai harapan tiap orang. Pihak Toko Purnama, juga tak tahu menahu tentang jenis dari Pusaka Keris Luk tigabelas sedang mereka pamerkan. "Namun, menurut hemat saya, itu justru membuat semakin menarik bukan? Pembeli bisa melakukan observasi untuk kemudian nantinya, menemukan sendiri keris Luk tigabelas jenis apa berhasil mereka menangkan!" "Menggugah rasa penasaran!" Seperti biasa, Hong Shiu sungguh lihai dengan tiap kosa kata ia pilih untuk rangkai menjadi sebuah kalimat. Kalimat yang membuat hal seharunya kelemahan saat Toko Purnama tak bisa memastikan jelas barang sedang mereka jual, berkembang justru menjadi sebuah kelebihan. "Tak berlama-lama lagi, lelang sesi kedua, barang penutup dalam bentuk pusaka Keris Luk tigabelas, akan kami buka dengan harga 200 Gulden!" "200 Gulden?" "Sungguh mahal untuk harga pembuka!" "Yah, bagaimanapun juga itu Pusaka langkah!" Bersama pembuka harga disampaikan oleh Hong Shiu, kumpulan pembesar, para bupati, lekas banyak menggumam kalimat keluhan. "300 Gulden!" Sosok-sosok pembesar Ningrat kaum priyayi, belum ada buka suara untuk menawar saat pertama mengambil bagian dalam persaingan, itu justru berasal dari meja VIP kumpulan Totok Belanda. Willem, membuka tawaran pertama dengan menaikkan 100 Gulden langsung. "Aduh… Tuan Willem tertarik!" "Ini akan menjadi berat! Berkembang mustahil!" Melihat ternyata Willem baru menawar, wajah tiap-tiap Bupati lekas menjadi tak bersemangat. Belum apa-apa sudah merasa rendah diri. Merasa tak sanggup untuk bersaing. "350 Gulden!" Sosok kedua melayangkan tawaran lebih tinggi 50 Gulden, masih berasal dari meja VIP. Tentu saja Laurens Both. "450 Gulden!" Menimpali, Willem bertahan dengan kelipatan 100 Gulden. "Hmmmm… 500 Gulden!" balas Laurens. Dengan persaingan terjadi kembali antar Willem dan Laurens, para Pembesar Priyayi, lekas sadar diri. Tak ada coba bergabung ikut bersaing. Berkembang sekedar menjadi pengamat. "600 Gulden…!" Willem sendiri, sekali lagi menaikkan 100 Gulden dari penawaran Laurens. "Hmmmm…?" Harga yang ternyata sekejap menjadi sangat tinggi, 600 Gulden hanya dalam beberapa kali sesi penawaran, membuat Laurens yang awalnya berniat mengambil keris hanya untuk coba membalas Willem, kini mengerutkan kening. Jelas pikir-pikir. Bagaimanapun juga, memang fakta bahwa anggarannya cukup terbatas. 'Jika memang tak bisa mendapatkan, setidaknya aku akan membuat ia keluar uang dalam jumlah besar!' gumam Laurens dalam hati. Mengganti tujuan. Kini sekedar coba membuat Willem rugi. "700 Gulden!" Karena tujuan sudah berganti, Laurens tak ragu sekalian ikut menawar tinggi. 100 Gulden sekali jalan seperti Willem. "800 Gulden!" balas Willem. "1000 Gulden!" Semakin menjadi, Laurens menaikkan langsung 200 Gulden. Menyebabkan kini harga keris pusaka, menyentuh 1000 Gulden.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD