Dia disidang.
Kesannya seperti itu. Enggak juga sih, ini lebih seram dari persidangan! Zaidan saja sudah membuatnya jiper, sekarang ditambah babonnya! Papi mereka langsung diminta kembali karena kasus anak bontotnya yang telah diperjakai dan dikawini diam-diam. Terus ditelantarkan!
Chiqita menelan ludahnya kelu saat mertua lakinya menatapnya tajam. Untung dia mengenakan topi lebar untuk menutupi kegugupannya. Tapi Chiqita tak sadar semangkanya seakan mau tumpah keluar gegara dia memakai kaus berbahan ketat. Pemandangan itu membuat Manda dan Xeila menatapnya cengo dan otomatis membandingkan dengan milik mereka.
"Gila Manda, istri Dedek kok modelnya gini sih? Bisa makin montok nih Dedek disusuin terus!" bisik Xeila penuh kesirikan.
Bukannya apa, dia yang sudah punya anak umur dua tahun saja payudaranya gak segede itu. Malah gede punya Manda. Tapi punya Manda gak over kayak punya ‘Tante Chiki’nya Bebi. Montok iya, tapi gak meluber macam perempuan semok didepan mereka sekarang.
"Bisa gak polos lagi Dedek kita," timpal Manda sambil menggelengkan kepala prihatin.
"Emang sudah gak polos. Dia kan sudah gak perjaka lagi!" timpal Xeila.
Dia nyengir saat Mami melirik tajam padanya. Ih Mami, giliran Dedek disebut jadi sensi bingitz.
"Berhenti mengolok-ngolok Dedek kalian! Mami sunat nanti uang jajan kalian!" Ancaman si Mami berhasil membuat Manda kincep, tapi tentu saja gak berlaku buat Xeila.
"Mami lupa? Aku gak perlu lagi uang jajan dari Mami!" cengir Xeila.
"Mami bisa sunat punyamu yang lain!"
"Aku gak punya titit!"
"Lugi punya!"
Xeila terdiam. Lugi itu anaknya yang baru berumur dua tahun. Bolak-balik si Mami menyuruhnya menyunat Lugi, tapi Xeila belum mau. Lugi masih terlalu kecil, kasihan kalau disunat sekarang. Nanti aja kalau udah gedean dikit.
Mami tersenyum penuh kemenangan karena berhasil membungkam mulut kedua anak ceweknya. Tapi senyumnya langsung luntur begitu suaminya meliriknya tajam sambil berdeham.
Berisik! Mata galak itu seakan berbicara kayak gitu. Mami jadi kincep.
Yang ceriwis-ceriwis sudah kincep, tinggal dua orang jelmaan es batu dan seorang wanita yang disidang. Suasana di ruang tamu jadi mencekam.
"Jadi menurut Nona....?"
"Chiqita, Pak," sahut Chiqita pelan.
"Nona Chiqita merasa kasus ini bukan seratus persen kesalahan Nona ?!" tandas Dedi Oktavio. Si Kepala keluarga yang sebenarnya dalam klan Oktavio.
"Pak, malam itu kami sama-sama tak sadar. Saya salah masuk kamar, mabuk dan Dedi..."
"Namanya Bebi, bukan Dedi. Dedi itu nama saya," ralat si Papi datar.
Shit! Kenapa dia selalu lupa nama si bocah k****l gede?! Sampai salah menyebut nama mertua!
"Papi!! Jadi yang tidur sama penjual chiki ini Papi bukan Dedek?!" pekik Mami kaget.
Dedi Oktavio melotot pada istrinya yang pikirannya lagi korslet.
"Mami bagaimana sih?! Papi baru saja bertemu sekarang, bagaimana cara bisa berzinah dengannya sebelum ini?!"
Mami garuk-garuk kepala bingung. "Iya juga sih, Papi kan baru balik dari Amrik."
Si Papi mendengus sebal, lalu balik fokus pada terdakwanya.
"Maaf, saya tahu pasti anak saya. Bebi masih polos, dia tak mungkin mabuk. Ada sesuatu yang aneh disini!"
Chiqita merasa tersinggung. Sepertinya dia dicurigai telah menjebak bocah titit gede supaya bisa menidurinya.
"Bapak menuduh saya menjebak anak Bapak? Apa saya yang membuatnya mabuk atau mencekokinya obat perangsang, begitu?! Astaga! Saya tak segila itu! Tanpa berbuat seperti itu banyak pria yang mau mengantri tidur sama saya! Dan mereka sudah matang, bukan brondong seperti bayi begini! Ehm maaf Pak, saya ini bukan wanita penggemar brondong. Saya biasa berhubungan dengan pria matang yang sudah dewasa. Tak ribet sama keluarganya!" sindir Chiqita.
Manda tak paham sindiran yang terlontarkan, dia hanya menangka kesan bahwa cewek super seksi didepannya itu doyan yang matang. Spontan dia menarik lengan Zaidan kearahnya.
"Kenapa?" Zaidan bertanya lirih didekat telinga Manda.
"Bang, apa dia mengincarmu?" tanya Manda pelan.
Zaidan tersenyum sumringah mengetahui kekhawatiran adiknya.
"Kamu cemburu?"
"Aku gak rela Abang digondol dia! Terus Dedek mau dikemanain?"
Senyum Zaidan lenyap seketika, ia menoyor kepala Manda gemas.
"Digondol?! Memang Abang ikan asin?!" gerutu Zaidan.
"Enggaklah, Bang. Kalo Abang ikan asin, Manda jadi kucingnya deh," rayu Manda. Uh, jangan sampai Bang Zaidan gak enak hati, gawat kalau seret buka dompetnya.
Dedi Oktavio mempertimbangkan ucapan Chiqita. Meski wanita ini terlihat liar namun ia menangkap kejujuran bersamanya. Dia apa adanya, tak munafik dan tak peduli anggapan orang lain. Ada sesuatu yang menarik dalam kepribadiannya. Awalnya Dedi Octavio ingin menuntut wanita yang telah 'merusak' anaknya yang masih polos. Namun kini ia terpikirkan sesuatu.
"Meski apapun yang terjadi, posisi Anda tidak aman Nona. Ingat, anak saya masih dibawah umur!"
Shitt!! Itu benar. Posisi Chiqita lemah karena faktor U. Sepertinya ia harus berkompromi.
"Lalu mau Bapak apa?" tanya Chiqita datar.
"Ceraiin anak saya!" sahut Mami ketus.
Semua mata malah menatapnya kaget.
"Yaelah, Mih! Mami tega Dedek jadi duda berondong muda?" pekik Manda dengan mulut toanya.
Papi menatap istrinya tajam, Mami mengalihkan tatapannya pada Manda dengan sebal.
"Awas kamu ya, gak ada uang jajan sebulan!" bisik Mami kesal.
Manda terdiam. Gawat! Jika tak ada uang jajan sebulan, bagaimana dia mesti membayar utang baksonya di kantin? Manda melirik manja Zaidan, pertanda ingin morotin duit si Abang.
"Bang, Mami tega ya gak kasih uang jajan sebulan," bisiknya mengadu.
"Lalu?"
"Elah Bang, kasihani Manda lah. Trus Manda makan siangnya gimana? Emang bisa bayar makan pakai senyum atau cium pipi?"
Zaidan melotot garang. Kalau bisa pun, dia gak bakal mengijinkan Manda melakukan itu. Yang boleh mencium Manda cuma dia, dan Manda cuma boleh tersenyum manis untuknya!
"Awas kalau kamu berani melakukan itu!" desis Zaidan tajam sambil mencengkeram lengan Manda.
"Gak mungkinlah, Bang! Orang di kantin juga pasti gak mau. Bang, kasih uang jajan ya buat Manda, masa Abang tega Manda kurang makan? Pipi ini bisa tirus lho, kan Abang suka mencubit dan mencium pipi mbem-mbem Manda," rayu Manda sambil memijit lengan kekar Zaidan.
Dasar perayu cilik!
Gegara dia Zaidan jadi gak konsen mengikuti persidangan kasus pencemaran kepolosan Bebi.
"Sebulan penuh pijitin Abang!" bisik Zaidan di telinga Manda.
Manda membulatkan mata bingung.
"Mau uang jajan dari Abang enggak?" gertak Zaidan.
"Mau! Mau Bang!"
Mami tahu Manda ganti morotin Zaidan untuk mendapatkan uang jajan, tapi dia gak peduli. Perhatiannya full ke kasus yang menyangkut anak kesayangannya.
"Papi, bener kan omongan Mami? Suruh dia ceraiin Dedek saja!"
Meniru jurus Manda, Mami merayu dengan memijit lengan Papi. Sial, triknya gagal. Papi berdeham sambil meliriknya tajam. Lalu memberi kode istrinya supaya berhenti modusin dia.
"Kalau seperti itu keinginan Bapak dan Ibu, saya tak keberatan. Katakan saja kapan dan dimana saya siap menandatangani surat cerai," kata Chiqita sambil memamerkan senyuman bahagia.
Ya Lord, dia tak menyangka sebegitu mudahnya masalah ini terselesaikan. Dia bakalan bebas dan tak dipusingin masalah bocah k****l gede dan keluarganya yang aneh ini. Tapi ternyata Papi memiliki pemikiran berbeda.
"Maaf mengecewakan, saya punya pendapat sendiri."
Baru saja Papi bicara seperti itu, Bebi datang dengan tampang kekanak-kanakannya. Dia terkejut menyadari Chiqita ada di ruang tamu.
"Eh, ada Tante Chiki!" serunya riang.
"Papi! Papi! Ini Tante Chiki, Papi sudah lihat kan?" Dia menghampiri Papinya dan bergelayut di lengan papinya dengan manja.
Si Papi mengacak rambut anak bontotnya dengan gemas.
"Dedek habis darimana?"
"Main sama teman."
"Main apa?"
"Main kelereng, Pi. Nih, lihat Dedek menangin kelereng banyak, tapi sebagian sudah dibagiin ke teman-teman. Soalnya teman-teman banyak yang nangis karena kalah main kelereng," cerita Bebi dengan polosnya.
Mendadak Chiqita merasa mual. Astaga! Petaka apa pula ini?! Suaminya suka main kelereng dengan anak tetangga yang masih nangisan. Tak sadar Chiqita tersenyum miris.
Dedi Octavio memergokin ekspresi menantu dadakannya. Ia tahu apa yang ada dalam benak wanita itu. Sepertinya keluarganya telah salah mendidik Bebi hingga anak bontotnya bersikap seperti ini.
Dedek perlu pendewasaan! Mungkin ini adalah langkah tepat yang harus diambilnya. Pertama dan terutama, pisahkan si bayi dari induk macannya!
"Dedek suka sama Tante Chiki?" pancing Dedi Octavio.
Bebi mengangguk dengan wajah berseri-seri.
"Mau tinggal bersama Tante Chiki?"
"Mau! Mau! Tapi..." Bebi menatap ragu pada Maminya. Dia tahu maminya amat sayang padanya, apa Mami gak marah kalau dia tinggal bersama Tante Chiki?
"Papi, maksud Papi kita akan menerima perempuan ini tinggal di rumah kita?" tanya Mami yang merasa keberatan akan hal itu.
Dedi Octavio tak menjawab pertanyaan istrinya, justru dia memandang Chiqita serius.
"Nak Chiqita, silahkan bawa buah hati kami, Bebi Octavio! Tolong jaga dan rawat dia dengan baik. Semoga dia bisa lebih dewasa setelah terpisah dari Maminya."
Chiqita terkejut sekali. Mami apalagi, dia syok berat dipisahkan dari bayinya!
"Mamiiiii!" teriak Manda dan Xeila saat melihat maminya pingsan.
***
Chiqita kalut. Mendadak dia pulang ke apartemennya bersama suami bayinya. Trus mau ditidurin dimana si Dedi.. eh, Bebi? Kamar yang siap dipakai hanya satu. Sebenarnya apartemennya lumayan luas, ada tiga kamar disini. Tapi yang dua sudah terpakai. Satu untuk gudang, satu untuk kamar baju dan aksesoris-aksesorisnya.
Jadi apa dia harus tidur sekamar dengan suami bayinya? Terpaksa begitu.
Dia menatap Bebi yang meletakkan boneka kucing yang berwajah jutek ke ranjangnya.
"Eitz, boneka itu gak boleh ditaruh situ! Kotor!" protes Chiqita.
"Gak kotor, Tante. Kitty sering dicuci di laundry kok," bantah Bebi.
"Bodo! Pokoknya gak boleh ada boneka di ranjang!"
"Tapi Tante Chiki, Dedek.. eh, Bebi gak bisa bobok kalau gak meluk Kitty," ucap Bebi memelas.
"Bodo! Lo boleh tidur di sofa kalau masih ngotot minta tidur sama boneka jelek itu!" Bentakan Chiqita membuat mata Bebi berkaca-kaca.
Haishhhh! Mendung pertanda hujan! Chiqita menangkap gelagat suami bayinya bakal mewek. Aduh, bikin ribet saja!
"De... Bebi, gue mohon pengertian lo. Yang tidur disitu bukan cuma lo doang. Gue gak bisa tidur kalau ada boneka, gue alergi bulu boneka."
Bohong. Tapi ini kan white lies? Pikir Chiqita membela dirinya. Untung Bebi mudah dibohongi.
"Tante Chiki, maaf Bebi gak tau Tante Chiki alergi boneka. Iya deh, Bebi gak taruh di ranjang. Tapi bagaimana kalau Bebi gak bisa tidur?"
"Peluk saja guling sebagai ganti boneka lo!"
Nyatanya Bebi gak bisa tidur dengan memeluk guling saja. Dia bolak-balik diatas ranjang dengan mata nyalang hingga menganggu Chiqita.
"Bebi! Lo bisa tidur tenang gak sih?! Gue gak bisa tidur kalau lo goyang-goyang mulu!"
Mana besok dia harus berangkat pagian gegara ada meeting. Chiqita tak mau quality time tidurnya terganggu.
"Maat Tante Chiki, Bebi gak bisa bobok kalau cuma meluk guling," keluh Bebi sedih.
Chiqita menghela napas panjang. "Ya sudah, lo boleh peluk apapun asal jangan boneka jelek itu!"
"Ehm, boleh peluk... Tante Chiki?" pinta Bebi malu.
Muka Tante Chiki jutek mirip boneka Kitty-nya, siapa tahu dengan memeluk Tante Chiki Bebi bisa tidur lelap.
"Ya sudah, cuma untuk malam ini," lagi-lagi Chiqita mengalah demi kelangsungan tidur nyamannya.
Terbukti setelah itu Bebi bisa tidur nyenyak dengan memeluk Chiqita dari belakang. Tapi gantian Chiqita yang susah tidur.
Sialan amat Bebi. Dia memang anak yang polos, tak punya pikiran kotor. Meski tidur memeluk tubuh sekseh begini, hasratnya tak terbangkitkan. Beda dengan Chiqita. Tangan Bebi yang nangkring di dadanya, kaki Bebi yang bertengger di selangkangannya, sukses membuatnya h***y. Belum lagi jendolan keras yang menempel di p****t Chiqita.
Chiqita tersiksa semalaman! b******k. Kayaknya mereka mesti pisah ranjang deh. Kalau enggak, Chiqita tak bisa menjamin gak menerkam bocah titit gede ini!
Haishhh, dia tak mau ML lagi dengan bocah ini! Saat main sih enak, setelahnya yang ribet! Kapok dah. Chiqita tak mau melakukannya lagi.
Tapi jangan-jangan kapoknya Chiqita kapok lombok. Kita lihat saja apa yang bakal terjadi.
Bersambung