01 : Ratu Omesh dan Anak Mama
"Oh Yeees!"
Lelaki itu melenguh keras penuh gairah, seorang wanita berjongkok di selangkangannya ... asyik memuaskannya . Tangan lelaki itu memegang kepala si wanita, meremas rambutnya dengan gemas. Gila! Ini blowjob ternikmat yang pernah ia rasakan.
"Uh, cukup Qita, gue gak mau meledak dalam mulut lo." Pria itu menarik kepala sang wanita menjauhi selangkangannya.
Chiqita, nama wanita itu. Dia cantik, seksi luar biasa, pakar bercinta dan murahan! Perpaduan yang sangat mematikan.
Chiqita tersenyum jalang, ia berdiri tegak lalu mendorong tubuh si pria hingga terlentang diatas kasur.
"And then, kita masuk ke hidangan utama Darl," katanya dengan suara seksinya yang serak-serak becek. Bukan dibikin-bikin, memang suara aslinya seperti itu. Seakan dia ditakdirkan menjadi cewek penggoda!
Chiqita mengatur posisinya. Woman on top! Chiqita paling ahli bermain di posisi ini, semua lelaki yang pernah tidur dengannya tahu hal ini. Goyangan Chiqita bisa membuat pasangannya merem melek ketagihan.
Tak lama kemudian si pria mencapai puncaknya. "Gue c*m, Honey!"
Dia menghujam dalam dan menyemburkan benihnya. Untung ada pengaman yang menampung cairan cinta pria itu, Chiqita selalu bermain bersih dan aman. Dia bangkit dari tubuh si pria dan langsung mengenakan pakaiannya.
"Lo mau kemana Honey? Gak capek?" tanya pria itu heran.
Capek apaan? Gue o*****e aja kagak! Mana sanggup lo muasin gue? Batin Chiqita. Belakangan ini dia merasa hambar dengan aktivitas seksnya. Cowok-cowok ONS-nya gak ada yang bisa memuaskannya. Chiqita termasuk cewek hiperseks yang belum menemukan tandingannya.
"Honey?"
Chiqita tersenyum manis. "Gue ada perlu, Honey. Cabs dulu ya."
Sret.
Dia menutup resleting gaunnya dengan gaya menggoda. Tubuh indahnya kini tertutup gaun mini menantang berwarna merah menyala. Begitu provokatif dan menggoda. Siapa lelaki yang tak tergiur padanya? Dia cantik, seksi sekali. Sukses. Dan jalang!
Sayang b***t!
"Kapan kita bisa bertemu lagi?" tanya si pria mengharap.
"Mei," jawab Chiqita enteng.
"Mei? Masih lama dong!" decih si pria kecewa.
"Meiby yes maybe not. In your dream. Bubay Honey!" Chiqita tak tahu siapa nama pria ini. Gak penting juga.
"Nih duit buat bayar kamar hotel. Gue gak suka berhutang!"
Chiqita menyelipkan puluhan lembar duit ratusan ribu ke tangan pria itu. Sesaat sebelum menutup pintu, dia masih bisa mendengar teriakan geram pria itu memanggil namanya. Chiqita hanya tersenyum sinis menanggapinya.
Drrrtttt... drttttt...
Hapenya bergetar tanda ada panggilan masuk.
"Yup. Xena. Gue ngerti. Gue otw kesana kok."
"Gila lo, Chiqita! Kita akan pergi ke daerah terpencil yang hanya bisa ditempuh pakai mobil 12 jam! Gak capek apa lo? Sempat-sempatnya ena-ena di hotel sama pejantan jalang lo!"
Khas Xena. Spontan. Ceplas-ceplos. Kasar. Dan vulgar. Tapi dia satu-satunya orang yang berani ngomong kasar pada Chiqita. Dia sohib sekaligus tangan kanan Chiqita. Dengan pembawaan tomboy dan jutek.
"Tenang aja, Sayang. Bukan gue yang setir juga. Ntar gue bobok manis di perjalanan deh."
"Mending gitu. Daripada lo bikin si supir pengin bobokin lo!" Emang b*****t kok mulut Xena, tapi Chiqita fine-fine aja digituin. Cuma dia orang yang tak suka menjilat didepan-menghujat di belakang pada Chiqita.
Chiqita tertawa dengan suara serak-serak beceknya yang menggoda. Untung Xena normal, kalau dia lesbong bisa diembat kali cewek penggoda satu ini.
"Good idea. Why not?"
"Heh, dengar Ratu Omesh! Sembunyikan kejalangan lo. Ingat, kita ini akan mengunjungi desa terpencil yang ketat tata kramanya. Lo enggak bawa pakaian kurang bahan lo kan? Trus kerudung, sudah dibawa?"
"Beres Sayang,"sahut Chiqita sok mesra.
"Lalu singkirkan suara jalang serak-serak becek lo itu kalau tak mau dicakar ibu-ibu sono!" ancam Xena.
Ck, bagaimana bisa? Itu suara bawaan dari orok. Eh, suara original Chiqita. Mana bisa seenaknya diganti seperti pita kaset saja?!
***
Bebi namanya.
Bukan Bebi Romeo lho. Namanya Bebi Oktavio. Kesamaan si Bebi dan Bebi selebritis hanya satu. Mereka sama-sama makhluk berbatang. Lainnya beda bingitz.
Bebi yang ini adalah anak bungsu keluarga Oktavio. Sudah paling kecil. Paling imut. Paling cute. Paling manja. Paling childish. Paling sweet dan menggemaskan. Pokoknya dia kesayangan keluarga, kecuali bagi Zaidan. Dari jaman baheula, Zaidan si sulung keluarga Oktavio, hanya 'sayang sepenuh mati' pada Manda, si nomor tiga keluarga Oktavio.
Jadi mereka itu keluarga dengan empat anak rupawan. Dua laki, dua perempuan.
Si sulung yang dingin namanya Zaidan Oktavio. Bujang CEO most wanted yang always menjomblo padahal sudah berumur 30 tahun.
Si nomor dua bernama Xeila Oktavio, 28 tahun. Telah menikah dengan dokter bedah ternama dan dikarunia anak balita lucu berusia dua tahun.
Si nomor tiga namanya Amanda Oktavio. Panggilannya Manda, usia 22 tahun. Tengah menyelesaikan skripsi.
Nah bungsu yang uluh-uluh keluarga Oktavio adalah Bebi yang masih berusia 18 tahun lebih dikit. Tentu saja dia masih SMA, karena Maminya terlambat mendaftarkan Bebi sekolah. Bukan karena tak mampu, atau Bebi tak mau ... tapi karena sang mami masih tak tega melepas Bebi sekolah.
Sekolahnya mengadakan semacam program orang tua asuh, walau hanya selama tiga hari doang. Orang tua asuh Bebi adalah keluarga petani di suatu desa terpencil. Kini Mami keluarga Oktavio sedang menyiapkan bekal si bontot sambil menangis bombay.
"Duh, Mami gak tega melepas Dedek. Nanti bagaimana kalau Dedek gak cocok makanan disana?" keluh si Mami sambil memasukkan dendeng, abon, ham, krupuk balado dan t***k bengek makanan lainnya ke koper Bebi yang disediakan khusus buat makanan 'darurat'.
Manda mencibir melihat tingkah alay Maminya.
"Idih Mami, mana mungkin Dedek kelaparan? Makanan yang Mami bawakan saja bisa buat buka restoran loh," sindir Manda lucu.
Bebi tersenyum geli menanggapinya. Dimata Bebi, Kak Manda kocak. Tapi terasa menyebalkan bagi Mami galaknya.
"Manda! Apa kamu berharap lambemu disambel?!"
"Ampunnnn, Mi!" teriak Manda tengil. Dia berlari dan berlindung kebalik bahu Zaidan yang baru saja datang.
Padahal belum diapa-apain loh, tapi dasar Manda memang manja pada si abang.. dia langsung mengadu. "Bang, tolongin dong. Mami tuh mau sambelin bibir aku!"
Manda bergelayut manja di bahu kekar abangnya. Sorot mata Zaidan yang biasa dingin melembut saat memperhatikan polah adik kesayangannya. Dengan lembut jempolnya mengusap bibir Manda.
"Mami, tolong jangan sentuh bibir kesayanganku ini."
Tentu saja Mami mengabaikannya, perhatiannya full buat si bungsu.
"Dedek, nanti disana Mami gak bisa ngelonin. Kalau Dedek sulit tidur, peluk saja si Kitty." Kitty itu boneka kucing betina kesayangan Bebi sejak kecil. Entah mengapa Bebi tak bisa lepas sama boneka kucing itu, padahal wajah bonekanya galak loh.
Zaidan mendengus kasar melihat perlakuan Maminya pada si bungsu.
"Mami seharusnya tidak memperlakukan Bebi seperti itu. Dia itu cowok, Mi. Dan sudah besar. Siapa yang respek padanya kalau Mami menganggap dia seperti bayi?! Pasti dia menjadi bahan bullyan jika temannya tahu hal ini!"omel Zaidan. Memang itu sudah terjadi. Bebi sering dibully temannya. Julukannya di sekolah adalah 'Baby Boy'. Ngehek gak tuh.
Percuma saja menasehati Mami, dia tetap kekeuh pada pendiriannya. Udah besar apanya? Bebi itu masih kecil, imut, dan butuh perlindungan. Andai dia menyadari, si Imut ini punya monster di selakangannya, mungkin matanya baru terbuka. Tapi yang empunya monster masih terlalu polos sih. Dia tahunya si monster itu hanya bisa dipakai pipis doang.
Demikianlah dengan berat hati, Bebi diantar keluarganya ke desa terpencil tempat dia bakal 'diasuh' selama tiga hari. Si Mami tak bakalan menyangka kalau si bontot akan kembali dalam keadaan tak utuh. Dalam arti datang masih perjaka, pulang udah jebol keperjakaannya.
Siapa oknum yang harus bertanggung jawab atas tragedi di desa gunung kidul ini?
Bersambung