"Sejak kapan?" tanya Ashley dengan suara gemetar, matanya menatap dokter dengan penuh kebingungan.
Dokter tersenyum lembut, mencoba menenangkan pasiennya. "Baru dua minggu. Apakah Anda tidak menyadarinya sebelumnya?" tanyanya dengan nada hati-hati.
Ashley terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-kata dokter. Pikirannya berkecamuk, memutar ulang setiap momen beberapa minggu terakhir. "Apa yang harus aku lakukan? Kenapa malah di saat ini aku hamil?" gumamnya, satu tangan refleks menyentuh perutnya yang masih rata, sementara matanya berkaca-kaca.
Suster yang berada di sisi dokter melangkah maju dengan senyuman ramah. "Nyonya, kami akan membantu Anda menghubungi suami Anda. Mungkin kehadirannya bisa membantu Anda merasa lebih tenang."
Ashley cepat-cepat menggelengkan kepala, wajahnya menunjukkan ketidaknyamanan. "Tidak perlu! Dia sedang di luar negeri," jawabnya dengan nada tegas, meskipun ada kepedihan tersembunyi di balik suaranya.
"Apakah saya sudah bisa pulang?" lanjut Ashley, mengalihkan pembicaraan.
Dokter menatap Ashley dengan pandangan penuh perhatian, kemudian menjawab dengan nada lembut tetapi tegas, "Untuk saat ini, Anda harus beristirahat dulu. Kondisi mental Anda masih belum stabil, dan ini sangat penting untuk kesehatan Anda dan bayi Anda."
Ashley menghela napas panjang, tampak frustrasi. "Saya tidak apa-apa. Saya hanya ingin pulang dan tidur di kasur sendiri," ujarnya, nadanya penuh keinginan untuk segera meninggalkan tempat itu.
Dokter bertukar pandang dengan suster, lalu berkata dengan hati-hati, "Kami mengerti keinginan Anda, Nyonya, tapi mohon berikan diri Anda waktu untuk benar-benar tenang. Setidaknya, istirahat satu malam di sini untuk memastikan kondisi Anda benar-benar stabil."
Ashley tidak langsung menjawab. Dia menundukkan kepala, menatap lantai, seolah-olah sedang mempertimbangkan apa yang baru saja dikatakan dokter. Jemarinya mengusap perutnya, seolah mencoba merasakan kehadiran janin kecil yang kini menjadi bagian dari hidupnya. Sesaat kemudian, dia mendongak dan mengangguk kecil, meskipun matanya masih menunjukkan tanda-tanda keraguan.
Di malam itu, Ashley merasa dadanya sesak. Ia memegang ponselnya dengan tangan bergetar, menatap foto-foto yang dikirim oleh mantan pacar suaminya. Foto-foto itu seperti pisau yang merobek hatinya.
Air mata Ashley mengalir perlahan. Di tengah kekacauan hatinya, ingatan akan janji suaminya kembali terngiang.
"Ashley, aku berjanji padamu, seumur hidupku hanya mencintaimu. Tidak ada wanita lain selain dirimu," suara Kian yang lembut seperti alunan musik, dulu berhasil membuat Ashley merasa aman. Kini, kata-kata itu malah terdengar seperti kebohongan manis yang dibuat-buat.
Ashley memejamkan matanya, mencoba meredam rasa sakit yang kian menjadi. Namun, pikirannya justru membawa kembali kenangan malam pertama mereka. Malam di mana ia bertanya dengan penuh harap sekaligus keraguan.
"Apakah sebelumnya kamu sudah pernah melakukannya dengan wanita lain?" tanya Ashley saat itu, suaranya lirih namun penuh dengan rasa ingin tahu.
"Kalau aku memberitahumu, ini juga malam pertamaku. Apakah kau percaya?" ucap Kian.
Namun sekarang, keyakinan itu runtuh. Ingatan akan kata-kata Kian terasa seperti ironi yang pahit. Ashley memandang layar ponselnya lagi, matanya menatap kosong pada foto-foto yang mengiris hatinya. "Apa kau benar-benar mencintaiku, Kian? Atau aku hanya pelarian bagimu?" gumamnya pelan, suara yang hanya didengar oleh dirinya sendiri.
Ashley menggelengkan kepala dengan frustrasi, berusaha memahami apa yang salah dalam pernikahannya. Pikirannya kacau, penuh dengan kekecewaan dan kemarahan. Ia tak pernah membayangkan akan menikah dengan pria yang tidak bisa setia, apalagi menghadapi kenyataan bahwa suaminya mungkin hiperseksu4l.
"Hiperseksu4l? Ini yang membuatnya menjadi seperti ini. Mana mungkin hubungan ini bisa berlanjut kalau dia selalu saja berhubungan dengan wanita lain. Bukan kehidupan ini yang aku inginkan. Lantas, bagaimana dengan anakku?" gumamnya, suara penuh keputusasaan menggema di ruangan kosong itu.
Ashley menelusuri kontak di ponselnya dan menghubungi nomor yang ia simpan dengan nama sederhana: "1".
“Halo, Nona!” suara seorang wanita terdengar tegas dari seberang sana.
“Tolong selidiki Kian Hernandez! Wanita mana saja dan berapa wanita yang sudah berhubungan dengannya!” perintah Ashley tanpa basa-basi.
Wanita di seberang terdiam sesaat sebelum menjawab, “Nona, apakah dia menyakiti Anda? Kalau iya, saya tidak akan melepaskannya,” suaranya terdengar berbahaya, penuh tekad untuk melindungi Ashley.
Ashley menghela napas panjang. “Tidak perlu! Tolong jangan memberitahu papa dan mamaku. Bagaimana dengan mereka?” tanyanya, berusaha mengalihkan pembicaraan.
“Tuan dan Nyonya baik-baik saja. Belakangan ini mereka sedang menemui Direktur Utama Hotel, Maximilian Valtore. Kali ini kerja sama telah berhasil,” jelas wanita itu dengan nada formal.
Ashley mengerutkan dahi, mencoba mengingat nama itu. “Maximilian Valtore? Nama itu tidak asing. Di mana aku pernah mendengarnya?” tanyanya pada dirinya sendiri.
“Mungkin Nona sudah lupa,” wanita itu melanjutkan, “Maximilian Valtore adalah pria yang ingin dijodohkan oleh Tuan untuk Anda, Nona. Dan di saat itu Nona dan Maximilian Valtore tidak hadir. Pertemuan ini hanya disetujui oleh kedua belah pihak keluarga. Namun Maximilian Valtore tidak menyetujuinya.”
"Ternyata dia... dan kenapa kali ini dia menyetujui kerja sama dengan perusahaan Papa?" tanyanya, mencoba memahami motif di balik perubahan sikap pria itu.
Wanita di seberang telepon menjawab dengan nada tenang namun penuh informasi. "Syaratnya hanya satu, tanpa membahas masalah perjodohan. Saya dapat informasi bahwa Maximilian Valtore sangat dingin pada siapa pun, terutama wanita. Oleh sebab itu, semua karyawan di sekelilingnya adalah pria. Kecuali bagian pelayan tamu hotel dan staf resepsionis."
Penjelasan itu membuat Ashley mengerutkan kening. Pria seperti apa yang begitu dingin pada wanita? Apa yang sebenarnya terjadi padanya hingga bersikap seperti itu? pikirnya. Ia menarik napas panjang, mencoba menyingkirkan bayangan Maximilian dari pikirannya untuk sementara.
"Baiklah. Setelah dapat informasi tentang Kian, segera hubungi aku!" ucapnya tegas, berusaha fokus pada masalah yang lebih mendesak.
"Baik, Nona!" jawab wanita itu sebelum memutuskan panggilan dengan sopan.
***
Jepang
Koridor hotel mewah di Jepang terasa hening, dengan lampu-lampu hangat yang memantulkan kilau dari lantai marmer yang mengilap. Kian Hernandez melangkah dengan tenang, tubuhnya memancarkan aura percaya diri. Ia berhenti di depan pintu sebuah kamar eksklusif, mengetuknya dengan perlahan.
Namun, sebelum ia sempat menyentuh pintu, daun pintu terbuka, menampilkan seorang gadis muda yang berdiri di sana. Wajahnya cantik, dengan senyum menggoda yang menghiasi bibirnya yang merah.
“Tuan Hernandez, namaku adalah Miko. Saya adalah model yang baru bergabung di perusahaan Anda,” katanya dengan suara lembut, suaranya mengalir seperti melodi yang menenangkan.
Kian memandang gadis itu dengan mata tajam, memperhatikan setiap detail dari penampilannya. Belahan dadanya terlihat jelas di balik pakaian yang ketat, sementara rok pendek yang ia kenakan memperlihatkan kaki jenjangnya yang mulus. Ia tidak berbicara sejenak, hanya membiarkan pandangannya berbicara, menilai dan menimbang.
“Kau ingin segera terkenal?” akhirnya Kian berkata dengan nada tenang namun penuh kekuasaan. Tangannya terangkat, menyentuh lembut wajah Miko, jarinya menyusuri pipinya yang halus. “Lakukan yang kau bisa,” tambahnya, ucapannya terdengar seperti perintah yang tidak bisa ditolak.
Miko mengangguk pelan, matanya tidak lepas dari Kian. Tanpa sepatah kata pun, ia melangkah ke samping, membuka jalan bagi Kian untuk masuk ke dalam kamar.
Kian melangkah masuk, mengamati ruangan yang diterangi oleh lampu remang. Suasana di dalamnya terasa intim, dengan aroma bunga mawar samar-samar mengisi udara. Pintu tertutup dengan bunyi lembut di belakangnya. Kian menoleh ke arah Miko yang masih berdiri di dekat pintu, sorot matanya penuh arti.
Demi ingin menjadi terkenal, Miko harus memuaskan sang atasannya. Sementara Kian yang terkenal suka dengan gadis seksi ia selalu ingin melampiaskan hasratnya pada mereka!