Perayaan itu begitu meriah. Penari menarikan tariannya dengan gemulai. Suara kecapi mengalun merdu. Pendeta pun melantunkan doa dengan khidmat. Aroma wangi dupa mengudara menenangkan jiwa.
Sa bangkit dari tempat duduknya, lalu mendekati Se Hwa. Dia mengulurkan tangan meminta agar Se Hwa mau berdiri dan melangkah ke mimbar bersamanya. San ingin pendeta melantunkan doa untuk istri dan calon anaknya.
Sesungguhnya, terkadang Se Hwa ngerasa begitu istimewa karena pelakuan San, tapi di sisi lain dia tak pernah mau mengkhianati cinta Jeong Guk. Selain rasa cinta, di hati Se Hwa juga ada segudang rasa bersalah. Itulah kenapa Jeong Guk tak pernah tergantikan oleh siapa pun. Perasaannya seutuhnya hanya tertuju kepadanya. Bahkan, jauh di lubuk hatinya, suatu saat nanti Se Hwa ingin pergi berkelana mencari tahu di mana keberadaan kekasihnya itu.
"Hati-hati, Sayang." San berbicara mesra. Se Hwa tersenyum, lalu mengangguk.
Mereka berdua menaiki mimbar. Altar persembahan ada di sana. Gambar dewa langit terpasang pada papan kayu. Di sebalah kanan dan kirinya ada gambar pengawal dewa langit. Dupa dinyalakan di depannya. Buah-buahan diletakkan di depan gambar dewa sebagai simbol persembahan.
Pendeta membaca mantra khusus saat Se Hwa ada di atas mimbar. Dia berkomat-kamit dengan begitu seriusnya, tapi sesaat dia menjeda ucapannya dan menatap Se Hwa dengan raut wajah tak terbaca. Ketika melihat Se Hwa menatapnya dengan begitu tenang, ada rasa yang aneh di hati pendeta itu. Dia pun kembali melanjutkan membaca mantra dan mengabaikan penglihatan batinnya barusan.
Sesaat yang lalu dia melihat cahaya biru di area perut Se Hwa. Pendeta itu bisa merasakan ada hawa rubah yang menguar dari tubuh Se Hwa. Dia curiga kalau Se Hwa dalah siluman rubah, tapi keraguan menyelimutinya. Pendeta tidak mau asal menuduh. Tak berapa lama, doa-doa sudah selesai dikumandangkan. Pendeta memilih diam bahkan sampai upacara itu selesai digelar.
Suara gendang pertanda upacara selesai digelar, kemudian akan dilanjutkan dengan jamuan makan bersama. Pangeran mengantar Se Hwa kembali ke tempatnya. Se Hwa menatap Min Ju memberi kode agar rencananya dilaksanakan saat itu juga.
Pelayan isatana memasuki tempat jamuan. Makanan pembuka telah disajikan. Tak ada hal yang aneh yang terjadi, semua berlangsung seperti biasa, bahkan hingga ke menu utama dan menu penutup. Setelelahnya, Se Hwa berdiri membuat semua orang menoleh kepadanya. Se Hwa memberi hormat kepada pangeran dan raja sebelum dia bicara.
"Mohon maafkan saya, karena saya menyela acara jamuan ini. Tapi, dengan kebaikan hatinya Yang Mulia Raja telah memberikan izin khusus ini kepada saya sebagai hadiah karena di dalam rahim saja ada calon penerus Joseon yang sedang tumbuh." Se Hwa menjeda kata-katanya. Dia memberi kode kepada kepala pelayannya agar memimpin para dayang untuk membawa minuman beralkohol. Pelayan pun berduyun-duyun datang dengan membawa minuman itu dan meletakkannya di depan semua pejabat dan undangan yang hadir.
"Seperti yang telah diberitakan, karena pangeran begitu sering menghabiskan waktunya bersama saya, mungkin seseorang merasa begitu terancam bahwa posisinya akan diambil alih, karena itulah ada yang mencoba membunuh saya ketika saya tengah jalan-jalan. Hal buruk juga pernah menimpa Yang Mulia Permaisuri." Se Hwa berpura-pura sedih. "Saya berharp Yang Mulia Raja bisa segera menuntaskan penyelidikan ini." Se Hwa membungkuk kepada raja. Raja pun mengangguk.
"Lalu, apa hubungannya dengan minuman ini? Sebenarnya minuman ini tak ada hubungannya dengan apa yang menimpa saja. Hanya saja, sebuah keluarga yang bekerja menjadi pembuat minuman keras menolong saya, dan saya merasa kalian semua patut mencobanya. Minuman ini sangat luar biasa, mulai dari wanginya yang begitu menggugah selera dan juga rasanya yang begitu nikmat, akan membuat kalian merasa begitu bahagia." Se Hwa kembali menjeda kalimatnya. "Dan, aku ingin membagi kebahagiaan yang aku rasakan saat ini melalui minuman ini."
Para hadirin berkasak-khusuk setelah mendengarkan apa yang diucapkan oleh calon permaisuri baru mereka. Satu per satu dari mereka mulai membuka tutup botol minuman, lalu mencium wanginya. Raja dan pangeran menuang minumannya ke wadah, lalu meneguknya. Mereka tampak begitu menikmati dan menyukai rasanya.
Hal lain juga dilakukan oleh hadirin yang lain. Ibu ratu dan para selir pun satu per satu menikmati minuman itu. Se Hwa menatap reaksi permaisuri. Karena permaisuri tak kunjung meminum-minumannya, maka Se Hwa pun meminta pelayannya agar menuangkan minuman itu kepada permaisuri.
"Silakan, Yang Mulia. Anda akan menyesal jika tidak menikmati minuman ini." Se Hwa melempar senyum.
Permaisuri sepertinya lebih tertarik melahap Se Hwa ketimbang minuman itu. Namun, di depan banyak orang dia masih berusaha memainkan perannya. Permaisuri pun mengangkat cangkir minumannya. Dia pikir hanya seteguk minuman tak akan memberi efek apa pun pada tubuh silumannya. Sayangnya Se Hwa lebih cerdas. Dia sudah meracik dedaunan yang memabukkan yang dicampurkan dengan makanan yang sejak tadi dilahap oleh permaisuri. Minuman itu hanya untuk lebih memancingnya agar efek makanan itu lebih cepat terasa. Se Hwa telah bekerjasama dengan orang-orang kepercayaannya yang bertugas di dapur, juga bertanya kepada tabib istana tentang jenis dedaunan itu.
Beberapa saat setelah minum obat permaisuri merasakan panas pada tubunya, kepalanya terasa pusing dan dia merasa tak akan bisa mengendalikan dirinya. Dia mulai gelisah.
Se Hwa menatap Min Ju. Dia memberi kode kepada pria itu untuk bersiap-siap. Min Ju telah siap dari tadi. Sejatinya dia juga telah memberikan perintah kepada prajurit yang setia kepadanya untuk berjaga-jaga.
Mata permaisuri mulai berubah, tapi tak ada yang memperhatikannya. Semua yang hadir terlalu sibuk dengan urusan masing-masing. Berusaha saling memuji, saling menjilat, juga ada yang diam-diam memendam rencana busuk.
Se Hwa sesekali menoleh kepada wanita itu. Gerakannya benar-benar telah di luar kendali. Lalu, tiba-tiba terdengar sebuah ledakan. Meja di hadapan permaisuri terbang dan hancur berantakan. Semua orang menoleh dan terkejut. Permaisuri mengerang dengan wujud ularnya.
"Selamatkan Raja dan Pangeran!" perintah Min Ju. Prajurit bergerak cepat. Yang lainnya berusaha melindungi Ibu Ratu, sementara semua yang hadir di sana berusaha menyelamatkan diri sendiri.
Se Hwa mengambil busur yang telah dia siapkan di bawah meja. Dia berdiri di depan menantang bahaya. Pangeran yang melihat hal itu sangat terkejut. Dia memerintahkan semua prajurit untuk membunuh ular itu dan melindungi Se Hwa.
Permaisuri menggeliat. Tubuhnya kadang berubah menjadi ular, lalu kembali menjadi manusia, lalu berubah lagi. Sihirnya tak terkendali.
"Kurang ajar ...." Permaisuri mendesis. Dia berubah setengah bagian. "Dasar wanita jalang! Aku harus membunuhmu!"
Belum sempat dia menyerang Se Hwa tiba-tiba sebuah panah melesat mengenai siluman ular itu. Se Hwa dan Min Ju menoleh ke arah asal anak panah itu.
"Yang Mulia, cepat selamatkan dirimu," kata orang itu.
Se Hwa dan Min Ju saling tatap saat mengetahui sekertaris Kim menyerang ular itu. Entah apa yang terjadi kenapa sekertaris itu tiba-tiba memihaknya.
"Jendral Min, cepat selamatkan Yang Mulia. Biar kami yang menghadapi ular siluman itu."
Pangeran pun mengagguk, dia juga merangkul bahu Se Hwa berusaha membawa orang yang dicintainya itu pergi meninggalkan keramaian itu.
Se Hwa pergi dengan tak ikhlas. Min Ju mengikutinya dari belakang. "Sial! Kita benar-benar gagal," gerutu Min Ju. Dia sangat kesal.
"Setidaknya, sekarang semua orang tau kalau permaisuri itu siluman dan mereka pasti membunuhnya." Se Hwa tersenyum kepada pengawalnya. Mereka berdua bercakap-cakap tanpa sepengetahuan pengeran.