Part 61

1024 Words
"Park Yuk Min sudah mati," kata Se Hwa saat dia dan Min Ju duduk berdua di taman istana. Pria itu menghela napas. "Aku sudah menduganya. Apa yang aku cari pun sia-sia. Prajurit yang membawamu ke Hokdo waktu itu juga telah mati. Lalu, seorang juru masak istana pun dikabarkan menghilang. Aku pikir dialah yang memasak kur beras untukmu waktu itu. Mereka bekerja dengan sangat rapi." "Jadi, satu-satunya yang tersisa dari rencana itu adalah aku. Aku akan membuat surat petisi kepada raja untuk menyampaikan apa yang terjadi." Min Ju mengangguk. "Raja harus percaya, karena hanya kau yang bisa membuktikan semunya. Tapi, sebelum itu kau butuh rencana." Se Hwa menoleh. "Apa kau memikirkan sesuatu yang baik?" "Belum, tapi kita akan menyusunnya. Kau harus mulai melobi para pejabat untuk menaikkan posisimu. Sekarang kau memiliki peluang yang besar karena kehamilanmu. Telah beredar gosip di istana bahwa kau akan diangkat menjadi permaisuri karena kau telah mengandung calon putra mahkota. Pangeran sangat bahagia karena itu." "Aku tak ingin jadi apa pun. Aku hanya ingin menyelesaikan semua kasus ini agar bisa pulang." "Pulang?" Min Ju menatap Se Hwa tak mengerti. "Kau ingin meminta kebebasan kepada pangeran? Lalu, bagaimana dengan janinmu? Masa depan mereka? Mereka calon penerus Joseon." Se Hwa tersenyum. "Jangan khawatirkan hal itu. Pangeran akan mendapatkan putra dari selirnya yang lain." Seorang wanita datang mendekat ke arah mereka. Wajahnya tertekuk sempurna. Sepertinya dia benar-benar kesal. "Ada apa, Seo Yeon?" "Bukan apa-apa," kata wanita itu seperti kekasih yang tengah merajuk karena cemburu. "Kami tak akan tahu masalahmu kalau kau tak cerita." Min Ju menimpali mereka bicara. Seo Yeon mendekatkan dirinya, lalu berbisik, "Aku jatuh cinta kepada pangeran." Se Hwa tertawa, tapi Min Ju membelalak. "Kau minta dihukum mati, hah?! Lancang sekali kau bicara." "Jangan suka marah-marah. Tapi, itulah yang aku rasakan. Aku memperhatikan dia selama ini. Aku memperhatikan dia ketika merindukanmu, Se Hwa. Dan, aku jadi merasa simpatik, aku ingin jadi bagian orang yang dia rindukan." "Kalau begitu, aku akan meminta pangeran untuk mengangkatmu menjadi selir. Kau tak usah bersedih lagi." Seo Yeon berubah ceria. "Tapi ...," ucap Se Hwa. "Setelah kita membunuh permaisuri." "Apa kau yakin kita bisa membunuhnya?" Se Hwa mengangguk. "Malam ini kita akan melakukan penyerangan lagi. Harusnya aku tak menghilang cukup lama, jadi aku bisa menyerangnya saat dia sedang terluka. Tapi, sudahlah. Tak ada yang perlu di sesali. Kita akan melakukannya bersama-sama." Mereka bertiga pun sepakat untuk menghabisi siluman itu. Tapi, Min Ju kemudian berkata lain. "Kita tak akan menghabisinya sekarang." "Maksudmu?" "Empat hari lagi. Saat perayaan, aku akan mengatur pelayan agar dia membawakan minuman keras untuknya. Dalam perayaan itu dia harus meminum-minuman keras. Aku dengar siluman tak suka dengan minuman keras karena itu menimbulkan hawa panas dalam tubuh mereka dan mereka akan kembali ke wujud aslinya." "Dia benar." Seo Yeon bicara. "Dengan begitu kita bisa membunuhnya di hadapan banyak orang tanpa menjadikan kita tersangka." Min Ju mengangguk karena Seo Yeon dapat menangkap rencananya. Se Hwa terdiam sesaat. "Baiklah. Aku akan meminta kepada pangeran agar menyediakan minuman keras dalam jamuan itu." Dia kembali terdiam, lalu dia tersenyum. "Aku rasa, aku punya peracik minuman keras terbaik di negeri ini dan dia bisa memasok minuman keras sebanyak mungkin ke istana." Yang terbersit dalam pikiran Se Hwa saat ini adalah keluarga Jang. Mereka adalah pembuat minuman keras juga paham tentang obat-obatan. Dia rasa keluarga Jang bisa membantunya. *** Pangeran menyetujui apa pun permintaan Se Hwa karena perayaan yang digelar saat ini hanya untuk menyambutnya. Jadi, pangeran menyerahkan bagian perencanaan kepada Se Hwa dan orang-orang yang dia pilih. Empat hari sudah berlalu, semua orang di istana bersiap menuju aula di mana perayaan akan digelar. Se Hwa mengenakan pakaian terbaik rancangan penjahit kerajaan yang sangat terkenal. Min Ju tetap ada di sebelahnya sebagai pengawal pribadi. Se Hwa berjalan anggun diiringi para dayangnya. Dia memberi hormat kepada orang-orang besar yang ditemuinya membuat mereka segan. Kecantikannya yang bagai bidadari membuat orang-orang terkesima. Ibu Ratu datang setelah Se Hwa ada di aula. Se Hwa pun segera memberi hormat. "Rupanya kau sudah di sini, apa kau sudah tidak mual-mual lagi?" tanya Ibu Ratu. Terakhir dia mengunjungi Se Hwa ke kediamannya dua hari yang lalu untuk mengucap selamat. Saat itu, Se Hwa terus muntah-muntah dan terlihat begitu pucat. "Atas berkatmu, aku mendapatkan perawatan tabib terbaik di istana, jadi sekarang aku baik-baik saja, Ibu Ratu." "Baguslah. Senang mendengar apa yang kau katakan. Tetaplah sehat dan jaga calon penerus Joseon." "Iya, Ibu Ratu." Se Hwa membungkuk hormat. Satu per satu penghuni istana masuk ke tempat perayaan. Terakhir genderang dipukul, memberi tanda kalau Yang Mulia Raja memasuki aula. Semua orang berdiri hampir bersamaan. Lalu, mereka menunggu kedatangan raja. Umur raja di taksir sudah mencapai delapan puluh tahun. Langkahnya terlihat pelan karena usia senjanya. Jadi, wajar saja kalau kekuasaan sudah harus diserahterimakan kepada penerusnya. San melangkah di sisi Raja, dia tersenyum ketika melihat Se Hwa. Dia sangat berwibawa dan tampan. Semua orang membungkuk hormat sempai Raja mempersilakan semuanya duduk kembali. Lalu, dia mempersilakan agar acara segera dimulai. Pendeta mulai membacakan mantra-mantra yang semuanya merupakan untaian doa-doa untuk keselamatan selir utama. Di tempatnya Se Hwa sesekali menatap permaisuri. Wanita itu pun melakukan hal yang sama. Ada perang dingin yang terpancar di mata keduanya. Ratu menatapnya dengan penuh rasa lapar. Yang bisa dilihatnya dari tubuh Se Hwa hanyalah mutiara rubah dan dua nyawa yang berkembang di sana. Mengisap dua nyawa dan mutiara rubah secara bersamaan tentu menjadi impian semua siluman. Beruntunglah dia karena di sana hanya dialah siluman yang berpotensi melakukan itu. Sejatinya Se Hwa sedikit ragu dengan apa yang akan dilakukannya. Bagaimana jika dia gagal. Selain itu, ada hal lain yang dia takutkan, yakni orang yang memiliki shio macan. Tenaganya akan langsung melemah jika dia berdekatan dengan orang itu. Suara lonceng pendeta mengembalikan Se Hwa dari lamunannya. Kemudian dia menoleh kepada pendeta. Pendeta itu menarikan tarian untuk menyenangkan langit. Se Hwa menitikkan air mata. Hatinya mengingat Jeong Guk yang kini entah ada di mana. "Jeong Guk, bantu aku," gumamnya. Se Hwa menghapus jejak air matanya, lalu menoleh kepada pangeran yang menatapnya. Dia pun membalas senyuman pangeran dan membungkuk hormat. Dia mengucapkan terima kasih. Se Hwa menyentuh rahimnya. Dia memantapkan hati untuk melanjutkan rencana yang mereka susun untuk membunuh ratu di hadapan semua orang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD