- 07 - [ Help You ]

1722 Words
STORY 07 - Help You *** Hal yang mungkin sudah biasa Nora lakukan meski Ia berada di daerah pedesaan adalah terjaga hingga larut malam. Terbiasa mengambil pekerjaan hingga pukul tiga dini hari membuatnya susah tidur, ditambah lagi dengan suasana tempat tinggal baru. Meski udara di desa Sukasari terasa lebih menyegarkan dibanding Pusat Jakarta. Nora sama sekali tidak menyesal. Dia rela pergi ke daerah tanpa mall, gedung tinggi menjulang, dan hal-hal berbau mewah. Hanya untuk mendapat ketenangan seperti ini. Mengingat kekuatannya tidak bisa diragukan. Nora tidak takut jika dia harus berjalan dini hari, mencari supermarket kecil yang untunglah buka 24 jam. Mencari beberapa makanan, dan minuman hangat. Karena di rumah baru itu, Nora belum membeli apa-apa. Rumah yang tergolong sederhana, lengkap dengan teras, halaman depan tertata rapi, dua kamar tidur, satu dapur menyatu dengan ruang tamu. Area lingkup yang kecil namun nyaman. Dia juga sempat menyapa dan berkenalan dengan tetangga tak jauh dari tempatnya diam. Mereka sangat ramah terhadap pendatang baru sepertinya, bahkan beberapa ibu-ibu secara gamblang langsung memintanya berkenalan anak laki-laki mereka. Melihat postur tinggi dan wajah cantik Nora. Tanpa mengetahui pekerjaan wanita itu sebelumnya. Karena Nora memang sengaja menyembunyikan identitas diri sebagai komandan, tidak hanya itu. Demi menjaga ketenangannya tinggal di tempat ini, Nora sengaja memberikan statement bahwa dia sudah menikah. Cerita bahwa suaminya tengah bekerja di kota, tentu saja dipercayai dengan mudah oleh semua orang di sana. Mencegah siapapun agar tidak tahu tempatnya tinggal dan mengganggu dengan hal berbau jodoh. Kecuali dari Marry tentu saja. Orang nomor satu yang Nora beritahu. Nora sengaja mencari rumah yang sedikit jauh dari keramaian. Karena pengangkatan komandan baru, Marry beberapa hari ini harus disibukkan dengan banyak pekerjaan. Jadi kemungkinan wanita itu tidak bisa berkunjung ke tempat Nora tinggal sekarang. Well, tidak masalah bagi Nora. Dia bisa bersantai sejenak, sembari mencari pekerjaan yang cocok. Mungkin selain menjadi anggota kepolisian. “Apa aku bekerja sebagai bodyguard saja ya? Atau menjual masakan, hm membuka kelas bela diri di tempat ini mungkin hal yang menarik,” gumam wanita itu asik dengan dunianya sendiri. Dalam remang cahaya lampu jalan, Nora ingin mencari udara segar, sembari berpikir. Tanpa rasa takut mengunjungi sebuah jembatan yang katanya merupakan tempat kebanggaan desa ini. Melihat sebuah sungai yang jernih, terkena pantulan cahaya bulan membuat Nora semakin semangat. Memacu langkah agar lebih cepat sambil menenteng sebuah tas belanjaan. “Hm, tunggu dulu,” Langkah Nora terhenti sesaat, maniknya menyipit, mencoba memastikan sekali lagi. Apa penglihatannya salah? Dini hari seperti ini, ada orang selain dia? “Ja-jangan bilang itu hantu?” Sedikit gemetar, oke Nora mungkin memang terkenal tidak takut dengan yang namanya hantu. Karena dia tak percaya. Tapi sekarang! Jantungnya berdetak kencang, “Mana mungkin,” gumam wanita itu kembali. Berjalan lagi, namun lebih pelan. Semakin mendekat, maniknya melihat lebih jelas. Napas Nora tercekat, meneliti postur tubuh tegap menjulang seorang laki-laki. Lengkap dengan pakaian kerja tengah menatap kosong sungai di depannya. Hal yang membuat Nora panik adalah saat laki-laki itu memegang teralis, dan berusaha menaiki besi tersebut. Berniat meloncat ke sungai?!! Astaga!!! Manik Nora melebar shock. Tubuhnya reflek berlari, “TUAN, KAU MAU APA?!!” Berteriak kencang, menggunakan semua kecepatan kaki yang Ia punya. Laki-laki itu ingin bunuh diri!!! *** Pakaian yang mewah, sebuah mobil super mahal bahkan terparkir rapi tak jauh dari posisi laki-laki itu. Nora tidak mungkin salah lihat, jelas-jelas sosok tadi berniat melompat dari jembatan! Bahkan saat suara teriakannya menggema, laki-laki itu seolah tidak peduli. Ia berniat melompat! “JANGAN BERPIKIR UNTUK MELAKUKAN HAL YANG BODOH, TUAN!!” Teriakannya semakin kencang, berlari cepat, bisa gawat kalau besok pagi ada berita ditemukan mayat tak dikenal! Tubuh tegap itu sedikit menegang, menolehkan wajah tanpa ekspresi, datar, tidak terkejut sama sekali. Rambutnya yang sedikit berantakan tak menutupi ketampanan laki-laki itu. Rahang tegas, dan wajah sayu, seolah pasrah akan sesuatu. Berlari makin mendekat, tidak perlu waktu lama bagi Nora untuk berdiri di samping sang empunya. Napas wanita itu sedikit terengah panik, “Ka-kau mau apa?! Dini hari seperti ini di dekat jembatan?!” Bertanya sekaligus, Nora bahkan tidak peduli seperti apa ekspresi laki-laki itu. Sebagai mantan komandan kepolisian, jiwa keadilan Nora memang tidak bisa dipertanyakan lagi. Meski tak kenal, jika ada sesuatu yang berbahaya, sinyal di pikirannya pasti bergerak lebih dulu. Pandangan kosong itu memandang wanita di depannya. Tanpa ekspresi, “Semua ini bukan urusanmu, Nona.” tukas Drake singkat dan dingin. Berbalik dan menatap sungai kembali. Kedua tangannya menggenggam erat teralis. Memantapkan diri. Saat tubuh itu kembali bergerak. “Kau pikir aku akan membiarkannya!” Teriakan yang begitu kencang dan tegas bergema. Seiring dengan kedua tangan wanita tadi, memeluk pinggang Drake kuat. Terkejut tentu saja, maniknya reflek melebar, ‘Ke-kekuatan apa ini?!’ Drake berusaha mendorong tubuh wanita itu dengan setengah kekuatan yang dia miliki. Mengira bahwa sang empunya pasti akan kalah. Tapi ternyata semua gagal, bukannya melompat, tubuhnya justru dipaksa menjauh dari teralis besi. “Tunggu, apa yang kau lakukan?! Menjauh dariku!” Setengah bingung, Drake berteriak kecil. “Tidak mau!!” Nora bersikeras, memeluk erat tubuh laki-laki itu. “Jika kau ada masalah, ceritakan padaku! Jangan mengambil jalan cepat seperti ini!! Keluargamu bisa sedih, Tuan!!” ucap Nora panjang lebar. Tak mengira bahwa ucapannya mampu membuat tubuh itu menegang dan diam sesaat. Manik Nora mengerjap, merasakan kekuatan yang berbeda dibandingkan tadi. ‘E-eh?’ Begitu kuat, bahkan tenaga full Nora sendiri kalah dalam beberapa detik?! Pelukan wanita itu terlepas sempurna. Tinggi mereka mungkin hampir sama, Nora hanya menengadah sedikit, menatap sosok laki-laki yang begitu dingin memandangnya balik. “Lepaskan, Nona.” Suara yang berat, semilir angin malam menusuk kulit. Napas Nora nyaris tercekat. Tidak, sebagai mantan komandan. Seharusnya pekerjaan seperti ini bisa Ia atasi. Kekuatan Nora mungkin kalah jika dibandingkan laki-laki di dekatnya ini. Bagaimana pun juga dia wanita dan sosok itu laki-laki. Saat melakukan sparing bersama Moran pun, kadang Nora kalah. Selain kekuatan mereka berbeda, Nora biasa menggunakan otaknya agar bisa menang. Tapi sekarang, dia harus apa? Berpikir sejenak, alisnya tertekuk sekilas. “Kau pikir aku akan diam saja melihat seseorang ingin melompat ke sungai? Kembalilah pulang!” tegasnya lagi. Pandangan mereka bertemu, “Siapa bilang aku ingin bunuh diri? Kau mengambil keputusan sendiri-” Sebelum Drake berucap lebih panjang, Nora sudah lebih dulu memotong. “Kau pikir aku tidak tahu seberapa pasrahnya wajahmu sekarang, Tuan?! Dini hari dan berada di jembatan ini, jangan membodohiku!” ujarnya lagi. Mereka bahkan baru bertemu hari ini, untuk apa wanita di depannya berusaha peduli? Drake mendengus sinis. Mendorong tubuh wanita itu lebih keras. Keputusannya masih belum berubah, “Kau bilang keluargaku akan sedih jika tahu tentang berita bunuh diriku besok?” tanya Drake sinis. Menatap dingin dan tajam. Wanita itu terdiam sesaat, sebelum akhirnya mengangguk yakin, “Tentu saja!” jawab Nora tegas. Jarak mereka begitu dekat sekarang, sosok tegap di depan Nora hanya diam, seolah berpikir sejenak, sebelum akhirnya mendengus lagi. “Kau tidak tahu apapun, Nona.” Langkah yang tegas berjalan mendekati sang Adela, reflek membuat wanita itu mundur. Sosok tampan itu perlahan menundukkan tubuh, sejajar dengan posisinya. “Di dunia ini tidak ada yang bisa kupercayai. Kedua orangtua sialan memanfaatkan putra mereka, dan keluarga besar yang mengabaikanku, bahkan hingga penegak keadilan sekalipun berpura-pura menutup mata. Mereka hanya datang untuk mengganggu hidupku.” Pernyataan yang begitu tegas. Dingin, dan menusuk, kejam namun nampak menyedihkan. Suara baritone yang berat tidak membuatnya takut, justru semakin khawatir. Dia memang wanita yang berpura-pura tahu segalanya. Keluarga Nora juga bukan satu hal yang patut dibanggakan, terbuai kekayaan. Ayahnya menjadi koruptor, ibunya suka berbelanja hal-hal mewah dan memanjakan anak sulung tanpa peduli padanya, membentuk pribadi Nora menjadi sosok yang enggan bergantung pada siapapun. Apa dia pantas menghentikan laki-laki ini? *** “Berhentilah menggangguku, Nona. Pergi sebelum kau mengacaukan semua rencanaku.” Suara dingin itu menusuk. Mengabaikan tubuh wanita yang kini membeku, Drake berjalan kembali dan berdiri di dekat teralis besi. Sosok tegap itu hanya memandang kosong, tanpa adanya kehidupan, berujar pasrah dengan nada berat, “Untuk apa aku hidup, jika selama ini semua orang hanya menggunakanku sebagai boneka mereka saja?” Drake sudah terlalu lelah berdiri dalam posisi sebagai seorang boneka. Menjadi sosok penuh wibawa di depan semua orang yang memalingkan muka, menolak untuk melihat sisi lain darinya. Tidak ada orangtua, tidak ada keluarga besar, kekasih, penegak keadilan bahkan berbalik membelakangi semua permasalahan laki-laki itu, hanya karena suap uang semata, mereka buta, seolah tidak melihat semua penderitaan sang empunya. Sosok tegap itu harus berakting sebagai laki-laki yang begitu berwibawa, dan nampak hebat di depan semua orang. Sekarang, ibunya sudah pergi. Ancaman sang ayah pun tak berguna lagi. Untuk apa dia hidup? Drake tidak menyangka, saat tubuhnya hendak melompat dari jembatan. Wanita yang tadi sempat menghentikannya, tidak berniat pergi sama sekali. . . . Bukan Nora namanya jika dia menyerah semudah itu. Meski harus keterlaluan. Tanpa berpikir sama sekali. Walau hari ini adalah pertemuan pertama mereka. Nora tidak ragu! Mengambil tindakan nekat, membuang semua keadilan yang Nora pegang selama ini hanya untuk menyelamatkan laki-laki itu. Sosok yang tidak mempercayai siapapun. Menepuk dadanya kuat, memandang sosok di depan wanita itu yakin, “Kalau begitu apa kau mau ikut denganku, Tuan.” Satu kalimat itu terucap dengan gamblang, sosok di depan Nora menatap kaget. “Jika hidupmu sudah tidak berarti lagi, bagaimana kalau kau ikut denganku?” ujarnya gamblang. Terkekeh miris, Drake mendengus kembali. “Kau tidak perlu ikut campur, Nona. Pergi dan abaikan saja aku. Semua tindakanku tidak akan merugikanmu.” Menolak untuk menyerah, Nora justru berjalan mendekat, langkahnya tanpa ragu, menarik salah satu tangan laki-laki itu, menatap dengan tegas, “Kau bisa membantuku.” Tanpa takut sama sekali, “Jika kau tidak percaya pada penegak keadilan. Aku akan menculikmu mulai hari ini. Sampai keluargamu bersedia memberikanku uang yang cukup, kau akan tinggal bersamaku, Tuan. Bagaimana?” Tersenyum tipis, Nora tahu dirinya gila, bagaimana bisa wanita yang biasa menjunjung tinggi keadilan itu kini malah mengakui diri sebagai seorang criminal? “Hidupmu berada di tanganku sekarang, ja-jadi kau tidak bisa seenaknya melakukan tindakan seperti tadi!” Tubuh laki-laki itu menegang, bertemu dengan sosok wanita yang sangat aneh, pertama kalinya. “Kau berniat menculikku?” Menatap tangan yang menggenggam pergelangannya. Nampak sangat erat, perlahan menarik dia menuruni tanjakan jalan. “Sampai keluargamu datang, hiduplah denganku. Jika kau tidak percaya pada siapapun, bahkan anggota kepolisian sama sekali. Coba percayalah pada penjahat ini, Tuan.” Senyuman Nora yang begitu lebar, untuk pertama kali Drake rasakan. Hangat menjalari tubuhnya, sudah berapa lama dia tidak mendapat senyuman setulus itu?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD