STORY 14 - Side of You
***
Nora mendadak lupa bagaimana caranya bernapas, manik wanita itu mendadak tajam, menatap sosok yang kini berada tepat di hadapannya. Melakukan satu gerakan yang salah, dalam posisi mereka yang sama-sama berbaring.
Jarak keduanya begitu dekat, Nora bahkan bisa merasakan deru napas Drake mengenai wajahnya. Posisi laki-laki itu tengah menumpu kepala dengan salah satu tangan, berbaring menyamping.
Manik Nora mendadak berkunang, semua sikap dingin, keren dan ketusnya sebagai mantan komandan yang terkenal dengan sifat mengerikan langsung hancur di depan Drake.
Sosok tegap itu ikut mengerjap polos, perasaannya mulai tidak enak, begitu melihat wajah Nora perlahan memerah. “O-oi, jangan berpikir untuk-” Belum selesai memperingati Nora.
Sang Adela sudah lebih dulu bertindak. “Gyaaa! Menjauh!!” Mendorong tubuh Drake untuk kesekian kali. Laki-laki itu hampir saja terjatuh, beruntung refleknya sudah terbiasa dengan tindakan mendadak Nora. Bertekuk lutut di lantai.
“Bisakah kau berhenti mendorongku seperti itu?!” teriak Drake kesal. Menatap Nora yang masih duduk di tempat tidur. “Makanya tolong aku! Kau berani melawan penculikmu sendiri, besar sekali nyalimu, Tuan!”
Mendesah panjang, Drake bergegas bangun. Mengacak rambut berulang kali sembari menatap tajam Nora. “Kau mengesalkan sekali, Nona.” Perempatan berurat mulai muncul di kening Drake.
Pertanda amarahnya meningkat. “Pergi dari kamarku.” ucap laki-laki itu penuh nada menekan. “Aku tidak suka bergerak di dalam kegelapan, kau bisa tidur dimana pun. Aku tidak peduli, tapi tolong hentikan sikap menyebalkanmu. Binatang itu akan aku singkirkan besok pagi.”
Manik Nora mengerjap singkat, mendengar semua ucapan Drake dengan jelas. Begitu keras kepala, bahkan mengalahkannya. Tidak tahukah kalau Nora benar-benar benci dengan binatang itu.
Trauma saat kecil dulu sudah cukup membuat mantan komandan yang mampu mengalahkan banyak penjahat menangis ketakutan. Bahkan Moran dan Marry pun tidak tahu kelemahannya. Sekarang? Diantara banyaknya orang yang Nora kenali.
Kenapa harus laki-laki asing seperti Drake? Sosok tidak berperasaan dan dingin. Sangat jahat.
“Kau benar-benar jahat, Tuan Anderman.” ucap Nora tipis, beranjak perlahan turun dari tempat tidur. Mendengus sinis, “Sialan.” Mengumpat dengan kasar. Nora mulai membenci laki-laki itu.
Sifatnya sangat berbeda dengan Moran. Sosok perhatian, dan lembut, bahkan cenderung selalu menggoda Nora, menolongnya setiap saat.
‘Hh, apa sikapku pada Moran juga dingin persis seperti laki-laki ini?’ batin sang Adela tanpa sadar. Seakan melihat dirinya sendiri di depan kaca. Sangat menyebalkan.
Bangkit dari posisinya tadi, Nora langsung menyambet bantal tidur Drake. Memeluknya erat, “Silahkan tidur nyenyak di sini.” ujar wanita itu ketus, berjalan sengaja mendorong bahu sang Anderman, melewati tubuh tegap Drake.
Tanpa laki-laki itu ketahui, Nora mendengus sinis, menatap lilin yang masih menyala di atas meja. Sedikit ide balas dendam muncul di otaknya. Menyeringai kecil.
Tepat saat berniat meninggalkan kamar, Nora langsung saja meniup lilin milik Drake. Ia tersenyum senang, berlari hendak meninggalkan kamar.
Nora benar-benar tidak tahu bahwa ketakutannya dan Drake mungkin memiliki level yang berbeda. Dengan sedikit cahaya lilin dari luar, Nora melihat pintu kamar.
“Haha, rasakan,” ucapnya senang, melangkahkan kaki hendak menutup kamar Drake.
Tapi tubuh wanita itu sudah lebih dulu menegang, “Nora!!” Mendengar teriakan kecil Drake memanggil namanya tanpa embel-embel. Dalam ruangan yang gelap. Sang Adela tidak lagi melihat tubuh tegap Drake berdiri membelakanginya.
Sosok Anderman yang begitu angkuh tadi terjatuh ke lantai, menutup kedua matanya dengan tangan. “Dimana kau, Nora? Handphoneku, dimana dia?” Suara Drake terdengar sangat panik, bahkan tangan laki-laki itu bergerak tanpa arah mencari handphonenya.
‘A-aku hanya mematikan lilinnya saja,’ batin Nora bingung, berdiri diambang pintu, memeluk bantal guling. Melihat sosok Drake yang terjatuh di lantai, memanggil namanya berulang kali.
Nora ikut panik, bergegas mengambil handphone Drake, Ia langsung menyalakan flashlight, “Kau tidak apa-apa?” tanya wanita itu mensejajarkan tubuhnya dengan Drake.
Sosok itu menengadah, menatap Nora takut. Napasnya bahkan terengah, bergerak cepat mengambil handphone di tangan Nora. Mendesah panjang,
“Jangan lakukan itu lagi, aku mohon.” Tidak ada amarah, melainkan nada memohon yang begitu dalam. Drake mengangkat wajahnya, menatap plafon, detak jantung laki-laki itu seolah berhenti sesaat.
Perlahan Ia menatap Nora, wanita yang kini menunduk, mengucap maaf berulang kali. “Hh, baiklah.” Drake menyerah, dia tidak bisa melawan wanita di dekatnya ini dengan sikap keras kepala.
Nora mengerjap bingung, “Baiklah apa?” tanya wanita itu polos.
Drake berdecak kesal, setelah detak jantung dan tubuh gemetarnya kembali seperti semula. Ia bergegas bangkit. “Aku akan mengusir binatang itu, puas?” ucap sang Anderman, mengibarkan bendera putih pada Nora.
Dalam ruang temaram, sinar flashlight di tangannya bisa melihat jelas bagaimana wajah Nora berubah sumringah dengan cepat.
***
Kepala laki-laki itu terasa pening, efek akibat meninggalkan kantor dalam keadaan tidak tidur dengan teratur selama beberapa hari full membuat daya tahan tubuhnya hilang.
Bergerak memegang sebuah sapu di kedua tangan, Drake berusaha menahan diri agar tidak tumbang. Berjalan menuju kamar Nora.
“Jangan ketawa melihat kamarku, ingat?!” Nora hampir sepuluh kali mengucapkan kalimat yang sama, berdiri di belakangnya takut. Membawa dua handphone Drake, sengaja menerangi langkah laki-laki itu.
Tepat saat Drake membuka pintu kamar Nora, pening laki-laki itu mendadak hilang sesaat, melihat dengan jelas bagaimana kamar seorang wanita bar-bar dan dingin seperti Nora ternyata sangatlah feminim.
“Wah.” Reflek mendecak kagum. Nora langsung memukul pelan punggungnya. “Jangan tertawa! Fokus mencari binatang itu,”
Drake menahan tawanya, berjalan masuk ke dalam kamar Nora. Mencari binatang kecil itu di dalam ruangan yang gelap. Sang Adela benar-benar gila.
***
Memerlukan waktu yang cukup lama hanya untuk menangkap satu ekor kecoak saja. Drake berhasil memukul mati binatang itu dan membawanya keluar.
Sedikit jahil, Ia bahkan sengaja memberikan binatang itu pada Nora. Melihat wajah pucat sang Adela sudah cukup membuatnya puas.
Selesai mencuci tangan, Drake mendesah panjang, “Sudah selesai, aku bisa istirahat ‘kan sekarang?” tanya Drake sengaja menekan kalimatnya.
Nora mengangguk cepat. Ia sangat senang, “Tentu saja bisa!”
Menggeleng tipis, Drake menatap ke arah lampu yang masih padam, “Apa lampu di desa ini memang lama sekali hidupnya ya? Sudah hampir berjam-jam kita menunggu,” decak laki-laki itu kesal.
Tidak menyadari tatapan Nora sedari tadi, sang Adela hanya berdiri menatap wajah Drake. “Tuan Anderman, apa aku boleh bertanya?” Tiba-tiba mengubah topic pembicaraan mereka.
Drake mendengus singkat, hendak berjalan menuju kamarnya. “Aku sudah tahu apa yang mau kau tanyakan, Nona Nora, dan jawabannya tetap sama.” Perlahan berhenti, tubuh tegap itu menatap Nora lekat. “Aku tidak tahu kapan keinginanku untuk bunuh diri ini hilang, jika kau lelah cukup katakan saja padaku kapan kau akan melepaskan dan membiarkanku berbuat sesuka hati lagi, Nona penculik.”
Tak berhenti sampai sana, ada satu hal yang masih mengganjal dalam pikirannya sejak tadi. Kedua tangan Nora terkepal singkat.
“Apa kau sangat takut dengan kegelapan? Kondisimu benar-benar sangat kacau tadi, Tuan. Maaf jika aku keterlaluan tadi,” Tentu saja Nora merasa bersalah.
Tidak sepertinya yang punya trauma pada binatang melata plus kecoak mungkin Nora bisa menahan dirinya sendiri agar tak lepas kendali. Tapi Drake berbeda.
Ketakutan laki-laki itu jauh lebih besar dibandingkan ketakutan Nora. Sang Adela bisa merasakannya dengan jelas.
Sosok tegap yang berdiri menatapnya, perlahan tersenyum tipis. “Mungkin bisa dibilang begitu,” Memberikan jawaban tak pasti. Drake berbalik kembali, melangkahkan kaki menuju kamar, tanpa ucapan apapun lagi mengurung diri di dalam sana.
***
Aneh, sudah hampir pukul dua belas malam dan mata Nora tidak bisa tertutup dengan rapat. Berulang kali mencoba untuk tidur, dia malah berakhir bangun lagi. Di saat binatang itu sudah menghilang dari kamarnya, kenapa Nora malah tidak bisa tidur?!
Kedua manik itu tertutup rapat, namun beberapa menit kemudian kembali terbuka lebar. Memegang selimut yang sejak tadi menutupi setengah tubuhnya,
“Kenapa aku tidak bisa tidur?!” tukas wanita itu kesal. Padahal tubuhnya lelah dan pegal, tapi rasanya susah sekali menemukan mood bagus untuk terlelap.
Apa karena kebiasaannya yang bekerja dini hari? Saat semua orang punya jam tidur pukul sepuluh lalu bangun pukul enam pagi. Nora justru sebaliknya.
Makhluk hidup yang tidur pukul 3-4 dini hari dan bangkit pukul 10 pagi. Untung saja tubuhnya selalu rajin olahraga, jadi kesehatan Nora masih terjaga hingga sekarang.
‘Ah, bukan itu masalahnya sekarang!’ batin sang Adela lagi. Kali ini menendang selimutnya karena merasa panas. Kebiasaan yang sangat menyebalkan.
Kadang karena badan Nora terlalu lelah, bukannya bisa tidur dengan lelap, dia justru terjaga sampai pagi. Siapa yang punya kebiasaan aneh sepertinya?
“Aish, lampu ini kenapa lama sekali hidupnya?!” gerutu wanita itu lagi. Menatap ke atas, sejak pukul tujuh malam tadi, lampu belum juga menyala. Sebenarnya apa yang dilakukan PLN sampai menahan daya listrik selama ini?!
Dia sampai kesal kemana-mana. “Hh, aku harus mencari minuman hangat,” Teringat dua kotak minuman besar yang sengaja Ia beli di kota kemarin. Nora langsung bangkit.
Satu-satunya cara agar tidak bisa tidur nyenyak, menghangatkan segelas teh ditambah cream manis. Membayangkan segelas minuman itu sudah cukup membuatnya tergoda.
Beranjak keluar dari kamar, memegang sebuah lilin di tangan. Nora meraba dinding, perlahan menuju dapur, melewati ruangan Drake.
“Oh, lilin di kamarnya mati,” Maniknya tak sengaja melirik celah pintu dalam ruang sang Anderman. Lilin ruangannya mati. ‘Hm, mungkin dia sudah tidur,’ Tidak seperti Nora yang susah tidur.
Setiap laki-laki yang Ia kenal pasti memiliki kekuatan untuk tidur lebih cepat dimana pun mereka berada. Drake mungkin salah satunya.
Mengendikkan bahu sekilas, melangkah menuju dapur, mencoba untuk tidak mengganggu laki-laki itu lagi. Setelah pertanyaan yang tadi sempat Ia lontarkan, setidaknya Nora harus lebih tahu diri.
Membuka kulkas berisikan banyak makanan, Nora langsung mengambil sekotak thai tea segar dan full cream, “Thai tea hangat dengan krim manis,” Tersenyum menyenandungkan suaranya yang sedikit fals.
Menghangatkan minuman beberapa menit sembari menatap ruangan Drake terus menerus, ‘Kenapa perasaanku tidak enak sejak tadi,’ batin Nora lagi, wanita itu gelisah.
Mencoba tersenyum dan mengalihkan perhatian, saat teh sudah sedikit mendidih, Ia langsung bergerak cepat, menempatkan pada gelas. Mencium aroma thai tea yang hangat,
“Oke, saatnya kembali ke kamar dan tidur nyenyak.” Berjalan hendak kembali tidur, lagi-lagi langkah Nora terhenti. Rasa tidak enak itu malah semakin besar. Sebenarnya dia tak ada urusan banyak dengan Drake, tapi apa yang Nora takutkan bukan itu. Insting seorang mantan komandan sepertinya tidak pernah dianggap remeh oleh siapapun.
Bahkan oleh dirinya sendiri, terdiam tepat di depan kamar Drake. Menarik napas sekilas, sebelum akhirnya tangan Nora bergerak tanpa permisi. Menaruh lilin dalam genggaman tadi ke lantai, Ia memastikan apa laki-laki itu mengunci kamarnya.
“Tidak dikunci?” Ia mengerjap sedikit kaget, mengira bahwa Drake pasti akan menjaga kewaspadaan pada Nora karena kejadian tadi. Tapi ternyata tidak sama sekali. Pelan dan hati-hati Nora membuka kamar Drake.
“Tuan Anderman,” bisik Nora super tipis, ruangan nampak sangat gelap karena lilin milik Drake mati sepenuhnya.
Kali ini menaruh minuman di lantai dan mengambil lilin tadi. Nora sengaja mengarahkan lilin tersebut tepat menerangi kamar Drake. Mengira bahwa laki-laki itu pasti sudah tidur.
“Tuan-” Napas Nora tercekat seketika, maniknya melebar. “Astaga,” Jantung itu berdetak hebat, tanpa basa-basi sang Adela langsung masuk ke dalam ruangan. Mengabaikan segelas minuman hangat dan rasa kantuk yang perlahan datang,