chapter 5

1156 Words
Falisha memang tidak ingat apa yang mereka lakukan malam itu. Tapi Falisha masih ingat saat dia sadar dan keluar dari apartemen ini. Dia masih sangat ingat apartemen mewah ini. Falisha semakin gugup saat mengikuti pria itu memasuki lift dan masuk ke dalam satu apartemen. Dia harus menarik napas dan membuang seluruh pemikiran apa pun yang ada di otaknya. Saat ini saja dia sudah memikirkan sebuah kontrak untuk menjadi b***k. Sepertinya dia harus pergi ke psikiater dan membenarkan jalan otaknya yang sudah melenceng dari tempatnya. Falisha melihat Candra yang berjalan ke mini bar dan mengambil dua gelas jus. Falisha harus melihatnya dengan sangat jelas, karena dia takut lelaki itu menaruh obat atau apa pun di dalam minumannya. Bukan tidak mungkin, kan? Candra melangkah mendekatinya dan memberikan jus jeruk pada Falisha.             “Maaf pak, untuk apa anda membawa saya ke sini?” tanya Falisha. Candra meminum jus jeruknya dan menaruhnya di meja. Dia mengambil tempat duduk di samping Falisha yang benar-benar sangat dekat dengannya. Dan di sayangi Falisha duduk di ujung sofa, membuatnya tidak memiliki tempat untuk kabur sama sekali.             “kenapa saya bawa kamu ke sini? Karena ada dua hal yang harus kita bicarakan. Pertama, kenapa kamu langsung pergi saat aku sedang di kamar mandi? Kedua, apa yang akan kita lakukan setelah ini?”             “pertama, karena... karena aku memang harus pergi. Dan untuk kedua, aku tidak tahu, karena bapak yang melakukannya,” ucap Falisha.             “Aku?” tanya Candra. Dia semakin mendekat dan membuat Falisha semakin terhimpit dan kembali berkata,” kamu yang membalas ciumanku, Falisha.” Candra membuat Falisha semakin terpojok. Perempuan itu pun merasa semakin tidak nyaman dengan cara pria ini. Dia seperti sengaja membuat Falisha menjadi kelinci yang terpojok. Sial! Falisha merasakan tangan pria itu menyentuh pahanya dari balik celana bahan yang ia kenakan. Dan itu saja sudah membuatnya terasa seperti terbakar.             “Pak, saya harus pergi,” ucap Falisha. Dia sudah berniat beranjak dari apartemen Candra. Tapi pria itu langsung menariknya dan membuat posisinya semakin dalam bahaya, karena ia jatuh tepat di pangkuan Candra.             “Aku hanya akan memberikan tawaran, karena aku tidak mau malu dan aku yakin kamu juga tidak ingin malu,” ucap Candra. Suaranya seperti terasa di kuping Falisha. Mengelitiknya dan membuatnya merasa tidak nyaman.             “A...apa, pak?” tanya Falisha. Candra tersenyum dan berkata,” kamu jadi kekasihku.” Falisha langsung menatap pria gila dihadapannya ini dan hampir saja bibir mereka kembali bertemu.             “Bapak udah gila?” tanya Falisha.             “Falisha, panggil namaku. Kita hanya berdua di sini,” ucap Candra.             “Maaf, saya akan berpikir bapak mabuk. Jadi saya tidak akan menjawab apa pun yang bapak katakan. Saya minta bapak melepaskan saya sekarang!” ucap Falisha dengan tegas. Tapi sepertinya Candra tidak mempedulikan perkataan Falisha. Dia semakin memeluk Falisha dan membuat bibirnya berada di lekukan leher wanita itu. Candra merasakan wangi mawar yang menguar dari tubuh wanita ini. Wangi yang sama seperti saat mereka berbagi kenikmatan.             “Aku tidak akan memaksa, tapi kamu tahu sendiri. Beberapa orang melihat kita berciuman dan sudah pasti satu kantor sudah mendengar kabar ini. Dan kita tidak ada cara lain, selain menjadi sepasang kekasih,” ucap Candra dengan sangat santai. Falisha pun membenarkan. Tapi bagaimana dia bisa menjadi kekasih pria gila ini.             “Bagaimana, Falisha?” tanya Candra. Falisha hanya mengangguk pasrah seakan tidak menemukan jalan keluar. Toh pada akhirnya pria ini akan memutuskan hubungan dengannya. Seperti pacarnya yang sebelum-sebelumnya. Falisha tidak sempat mengelak saat Candra menarik wajahnya dan menciumnya dengan sangat menggebu. Falisha harus meremas jas hitam Candra dan mendesah di sela lumatan lelaki itu. Lidah mereka saling terpaut dan bibir Candra yang mencumbunya dengan seluruh gairahnya. Sementara Falisha jatuh pada pagutannya. Terhempas pada ketidak berdayaan dan merasakan cumbuann yang seperti menghentikan seluruh kerja otaknya.   Falisha mengumpulkan seluruh tenaganya dan perlahan melepaskan ciuman Candra. Dia mencoba mengambil napasnya yang rasanya sudah hampir habis karena lelaki ini. Dan dengan terengah-engah, Falisha pun berkata,” aku... aku cuma minta sama kamu untuk tidak memaksakan apa pun kehendak kamu.” Candra menatap Falisha dan perlahan mengangguk. Dia mungkin gila, tapi dari saat malam mereka saling berbagi seluruh kehangatan, Candra tidak bisa melupakannya. Tubuhnya sangatlah mungil, tapi dia memiliki tenaga dan gairah yang luar biasa.   Sekali lagi Candra mendekatkan bibirnya pada Falisha. Dan wanita itu benar-benar tidak bisa mengelak dari ciuman pria itu. Ciuman Candra kali ini terasa intens, lembut, tapi dengan penuh penahanan. Falisha terjatuh pada sofa dan merasakan pria itu mengurungnya. Jemari Candra menyusup pada blousenya dan menyentuh kulit langsat Falisha.   ****   Falisha masuk ke dalam apartemennya, mengambil air di lemari es dan tanpa menuangnya ke gelas dia langsung menenggaknya. Jantungnya berdegup dengan tidak beraturan. Tidak ada yang terjadi dengannya dan Candra tadi, karena tiba-tiba saja ponsel pria itu berbunyi. Dan tanpa berkata apa pun dia mengajak Falisha untuk pergi dari apartemen. Candra hanya menanyakan tempat tinggal Falisha dan ia hanya meminta Candra untuk menuruninya di halte bis. Entah karena ada urusan yang sangat penting atau terjadi sesuatu, Candra pun menuruti keinginan Falisha. Dia menghentikan mobil di halte dan meninggalkan Falisha tanpa permisi. Kekasih macam apa yang seperti itu? Memanggilkan taksi pun tidak. Falisha langsung memanggil taksi dan menuju apartemen. Karena memang jam kerja sudah habis karena pria itu menculiknya.   Setelah meminum satu botol air dingin Falisha langsung duduk di sofa dan tidak berapa lama Sofia keluar dari kamarnya dan terkejut saat melihat temannya itu sudah pulang. Sofia ikut duduk Falisha dan bertanya,” lo seriusan pacaran sama pak Candra?” Falisha menghela napas dan menghembuskannya. Dia belum siap untuk membuat konferensi pers. Toh hubungan ini juga tidak akan berjalan lama. Mereka melakukannya karena sama-sama terpojok. Hanya untuk menutupi malu dari orang-orang. Bukan karena sebuah perasaan.             “Fal! Cerita!” paksa Sofia. Falisha menoleh pada temannya ini dan memalingkan wajahnya. Dia menceritakan dengan sangat singkat yang bisa ia ceritakan. Sisanya dia sembunyikan. Seperti saat lelaki itu menciumnya dan bermain pada tubuhnya.             “Jadi, status lo pacar kepala redaksi?” tanya Sofia.             “Jangan macem-macem lo, ya. Gue gak mau sampe ada omongan yang gak-gak,” ucap Falisha. Sofia menepuk-nepuk bahu temannya itu dan berkata,” tenang aja.”             “Gue malah gak bisa tenang sama lo,” balas Falisha. Bersamaan dengan itu Falisha mendengar suara panggilan di ponselnya. Nomor yang tidak ia ketahui. Falisha paling malas mengangkat telepon dari orang yang tidak ia kenal. Jadi Falisha hanya membiarkan ponselnya dan berjalan ke kamar. Lalu ia langsung masuk ke kamar mandi. Dia melepaskan seluruh pakaiannya dan menatap wajahnya di kaca. Bibirnya masih terlihat memerah hasil dari ciuman panas pria itu. Falisha seakan masih merasakan bibir Candra yang memagutnya bibirnya dengan penuh kuasa. Seakan dia sangat mengenal bibir Falisha. Tangan wanita itu berjalan pada tubuhnya dan dia mencoba menggosok lehernya saat melihat kemerahan yang mungkin karena alergi. Tapi berulang kali dia menggosoknya, kemerahan itu tidak juga memudar. Falisha memajukan tubuhnya dan mendekatkan pada kaca wastafel. Dia membulatkan matanya saat menyadari kalau itu hasil cupang dari Candra.             “Dasar bos b******k!” maki Falisha.   ****  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD